Suara.com - Sekelompok pendukung Presiden Joko Widodo mengaku menyayangkan kehadiran Jokowi di acara Nusantara Bersatu di Gelora Bung Karno (GBK) pada Sabtu (26/11) lalu dan menganggap sang pemimpin harusnya berfokus pada tantangan di tahun mendatang.
Ketua Umum Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), Wanto Sugito, mengungkapkan kekecewaannya atas kegiatan itu yang dinilainya hanya dimanfaatkan oleh sebagian elit sukarelawan Jokowi.
"PDI Perjuangan sebagai pengusung utama Presiden Jokowi dan berjuang sejak wali kota, gubernur, hingga dua kali masa jabatan Pak Jokowi, sangat menyayangkan acara Nusantara Bersatu. Kepemimpinan Pak Jokowi yang sangat top di dunia melalui Presidensi G20, tiba-tiba turun hanya menjadi Presiden Sukarelawan," ujar Wanto dalam siaran pers, Minggu (27/11), seperti diberitakan Warta Ekonomi.
Menurutnya, elit sukarelawan ini telah menjadi bagian dari kekuasaan Jokowi tetapi berpotensi merusak citra sang presiden sendiri.
Wanto juga mengkritik pihak-pihak yang menjadi inisiator acara Nusantara Bersatu karena dinilai tidak sensitif dengan kondisi negara yang masih berduka usai gempa yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat.
Ia mengatakan Cianjur butuh sukarelawan dalam pengertian yang sebenarnya, untuk tugas-tugas kemanusian, dan bukan sukarelawan untuk presiden yang sedang menjabat.
Lebih lanjut, Ketua DPC PDI Perjuangan Tangerang Selatan itu juga menyoroti keberhasilan Jokowi dalam menggelar KTT G20. Namun, kesuksesan itu malah dinodai oleh acara yang dihadiri ratusan ribu pendukung sang presiden.
"Sebaiknya kita fokus bagaimana menghadapi tantangan 2023 yang disebut Pak Jokowi menghadapi situasi resesi di berbagai negara. Fokus bersama kita seharusnya tentang hal itu," jelas dia.
"Jadi, kami sungguh menyesali agenda hari ini. Pak Jokowi menghargai surelawan dan bersedia hadir, tetapi seharusnya inisiator Nusantara Bersatu melihat momentum dan kepantasan mengadakan acara tersebut," jelas dia.
Meski demikian, ia menegasakan bahwa PDIP akan terus menjadi benteng bagi Presiden Jokowi dari hal-hal dapat yang merugikan citra orang nomor satu di Indonesia itu.