Suara.com - Anwar Ibrahim telah resmi menjadi Perdana Menteri Malaysia yang baru usai Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong Al Sultan Abdullah menyetujui pengangkatannya pada Kamis (24/11).
Karir politik Anwar telah dimulai sejak dekade 1960-an. Meskipun perjalanan karirnya sempat beberapa kali terganjal skandal dan kasus pidana, ia merupakan sosok politikus veteran yang telah menorehkan catatan panjang di dunia politik Malaysia.
Dilansir dari laman Britannica, Anwar Ibrahim lahir pada 10 Agustus 1947 di Cherok Tok Kun, Malaysia. Ayahnya, Ibrahim bin Abdul Rahman, juga merupakan seorang politikus yang bergabung dengan UMNO (Organisasi Kebangsaan Melayu Bersatu).
Anwar memulai karir politiknya pada akhir 1960-an di Universitas Malaya di Kuala Lumpur, di mana ia dikenal sebagai pemimpin mahasiswa Islam. Pada tahun 1971, ia mendirikan Gerakan Pemuda Muslim Malaysia dan menjabat sebagai presiden organisasi itu hingga tahun 1982.
Terlepas dari kritiknya terhadap koalisi Barisan Nasional (BN) dan UMNO, yang merupakan salah satu partai di koalisi itu, pada 1982, Anwar menerima undangan dari PM saat itu, Mahathir Mohamad, untuk bergabung dengan UMNO dan juga pemerintahannya. Sejak itu, karirnya berkembang pesat, dan ia dipercaya mengisi berbagai posisi penting di kabinet.
Ia sempat menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (1983), Menteri Pertanian (1984), dan Menteri Pendidikan (1986–91). Lalu, Anwar diangkat menjadi Menteri Keuangan (1991-1998) dan Wakil Perdana Menteri (1993-98).
Anwar merupakan salah satu sosok yang membawa ekonomi Malaysia menuju kemajuan pesat pada tahun 1990-an. Namun, selama krisis keuangan Asia pada tahun 1997, ia berselisih dengan Mahathir dalam kebijakan penerapan langkah-langkah pemulihan ekonomi. Anwar kemudian diberhentikan pada tahun 1998.
Di tahun 1999, Anwar dipenjara atas tuduhan korupsi, yang kemudian ditambah dengan tuduhan sodomi.
Usai turun dari posisi PM, Mahathir kemudian digantikan oleh Abdullah Ahmad Badawi pada 2003. Setahun kemudian, Pengadilan Tinggi Malaysia membatalkan hukuman sodomi Anwar karena kurangnya bukti.
Tahun 2007, di tengah pemerintahan Abdullah yang stagnan akibat gejolak sosial serta ekonomi, kekuatan-kekuatan oposisi di Malaysia mulai berkumpul di sekitar Anwar yang merupakan seorang reformis. Awal tahun 2008, Anwar menjadi pemimpin de facto dari koalisi oposisi tiga partai Pakatan Rakyat (PR), yang terdiri dari Partai Keadilan Rakyat (PKR), Partai Islam Se-Malaysia (PAS), dan Partai Tindakan Demokratik (DAP).
Anwar sebenarnya dilarang mencari jabatan politik hingga April 2008, tetapi sebelum pemilihan umum majelis rendah yang digelar Maret, ia aktif berkampanye atas nama PR. Kesetaraan etnis, toleransi beragama, dan pasar terbuka menjadi pesan-pesan yang gencar disampaikan koalisi itu—dan banyak menerima dukungan.
PR pun berhasil mematahkan koalisi BN yang berkuasa di parlemen, yang sebelumnya hanya berhasil dikalahkan sekali sejak Malaysia meraih kemerdekaan pada tahun 1957.
Sebagai pemimpin oposisi utama, Anwar memenangkan pemilihan sela dan duduk di majelis rendah pada Agustus 2008. Segera setelah mengamankan kemenangan telak di kampung halamannya di distrik Permatang Pauh, Penang, ia melancarkan kampanye untuk menjatuhkan pemerintahan Abdullah, yang dinaungi oleh UMNO.
Akhirnya, pada Oktober, Abdullah mengumumkan ia akan mengundurkan diri pada bulan Maret tahun berikutnya. Pada April 2009, Najib Razak, yang juga berasal dari UMNO, menggantikan Abdullah. Anwar menjadi rival politik utamanya.
Sebelum pemilu 2008, Anwar kembali menghadapi tuduhan sodomi. Ia akhirnya dibebaskan dari tuduhan tersebut pada awal tahun 2012 setelah proses pengadilan selama dua tahun. Meski demikian, sesaat sebelum pemilu 2014, pengadilan banding membatalkan pembebasannya, dan ia dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Setahun kemudian, Pengadilan Federal Malaysia mengukuhkan vonis dan hukuman tersebut. Anwar membantah tuduhan itu dan menyebut telah terjadi "konspirasi politik."
Ketika pemerintahan Najib Razak terlibat dalam skandal keuangan dengan dugaan penggelapan miliaran dolar dari dana pembangunan negara, Mahathir kembali masuk ke dunia politik Malaysia dan menjadi pemimpin oposisi. Ia menyatakan bahwa jika terpilih sebagai PM, dia akan berusaha mendapatkan pengampunan kerajaan atas nama Anwar, yang akan memungkinkannya kembali ke ranah politik.
Mahathir juga berjanji untuk mundur setelah dua tahun dan menyerahkan jabatan itu kepada Anwar. Pada pemilihan 2018, koalisi oposisi pimpinan Mahathir berhasil mengakhiri pemerintahan BN selama enam dekade. Usai menjabat, Mahathir mengajukan petisi kepada Sultan Muhammad V untuk mengampuni Anwar, dan pada 11 Mei 2018, Mahathir mengumumkan bahwa raja telah menyetujui permintaan itu. Anwar pun dibebaskan lima hari kemudian.
Sebelum sempat memenuhi janjinya, pemerintahan Mahathir runtuh pada Februari 2020, menyusul pembelotan yang dilakukan beberapa anggota.
Anwar pun akhirnya berhasil menduduki jabatan sebagai Perdana Menteri Malaysia usai pemilu yang digelar pada November 2022 berakhir dengan terjadinya parlemen gantung, dan Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong Al Sultan Abdullah setuju untuk mengangkat Anwar sebagai PM berikutnya.