Suara.com - Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis menyarankan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD melaporkan kasus pemerasan hingga tambang ilegal yang diduga dilakukan perwira tinggi Polri ke Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Menurutnya, sikap progresif Mahfud dalam kasus Ferdy Sambo juga mesti ditunjuklan dalam kasus ini.
"Pak Mahfud sebagai menteri membantu presiden di bidang politik hukum dan keamanan seperti yang sudah beliau lakukan dalam kasus Sambo, sekali lagi tepat kalau sikap yang sama ditunjukkan di kasus yang ini," kata Margarito kepada wartawan, Kamis (24/11/2022).
"Malah menurut saya, Pak Mahfud segera memberitahukan kasus itu kepada presiden dan meminta approval presiden," imbuhnya.
Di sisi lain, kata Margarito, presiden juga mesti menaruh perhatian terhadap kasus ini demi memastikan para penegak hukum bersih. Apalagi, kasus pemerasan hingga setoran tambang ilegal yang diduga melibatkan petinggi Polri ini telah ramai diperbincangkan.
"Saya berpendapat ini harus ada atensi dari Pak Presiden. Tentu saja sebagai pembantu, Pak Mahfud berada di depan untuk mengimplementasikan sikap Presiden," katanya.
Kasus Pemerasan
Eks Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri yang kekinian menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Selatan, Irjen Pol Andi Rian Djajadi sebelumnya disebut melakukan pemerasan terhadap pelapor kasus penipuan arloji mewah Richard Mille, Tony Sutrisno. Dalam diagram yang beredar pemerasan tersebut disebut mencapai angka Rp3,7 miliar.
Selain Andi Rian, ada nama anggota Polri lainnya yang disebut dalam diagram, yakni Kanit berinisial Kompol A dan Kasubdit V Dittipidum Bareskrim Polri Kombes RI.
"Kompolnas sebagai pengawas fungsional yang menilai dan memantau kinerja Polri, kami akan koordinasikan adanya bagan-bagan semacam ini ke pihak pengawas internal," kata Komisioner Kompolnas Yusuf Warsyim kepada wartawan, Minggu (30/10/2022).
Baca Juga: Ungkap Ekspresi Ferdy Sambo usai Brigadir J Tewas, PRT Kodir sampai Gak Berani Bicara: Matanya Merah
Tambang Ilegal
Selain pemerasan, Polri juga dirundung masalah terkait adanya setoran uang hasil bisnis tambang ilegal di Kalimantan Timur kepada Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Dugaan adanya setoran uang hasil bisnis tambang ilegal ke Kabareskrim ini awalnya diungkap Ismail Bolong dalam video yang beredar di media sosial. Dalam video tersebut, Ismail Bolong menyebut dirinya merupakan anggota Polri yang berdinas di Satintelkam Polresta Samarinda.
Sejak Juli 2020 hingga November 2021, Ismail Bolong menjalankan bisnis sebagai pengepul batu bara hasil tambang ilegal di daerah Desa Santan Ulu, Kecamatan Marang Kayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Dalam sebulan dia mengaku memperoleh keuntungan sekitar Rp5 miliar hingga Rp10 miliar.
Untuk memuluskan bisnis gelapnya, Ismail Bolong lantas mengklaim menyetorkan uang ke Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto.
Dia mengaku telah menyetor uang sebesar Rp6 miliar kepada jenderal bintang tiga tersebut.
Nyanyian Geng Sambo
Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo telah mengakui adanya surat perintah penyelidikan terkait kasus dugaan setoran uang hasil bisnis tambang ilegal Ismail Bolong ini ke Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto. Menurutnya, surat laporan hasil penyelidikan atau PHL itu ditandatangani saat dirinya masih menjabat Kadiv Propam Polri.
"Ya sudah benar. Kan ada suratnya," ungkap Ferdy Sambo kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2022).
Kendati begitu, Ferdy Sambo tidak menyebut secara detail bagaimana proses penyelidikan tersebut. Dia meminta awak media untuk menanyakan hal tersebut ke pejabat Polri yang berwenang.
"Tanya ke pejabat yang berwenang. Kan suratnya sudah ada."
Tak cuma Ferdy Sambo, mantan anak buahnya, Hendra Kurniawan mulai bicara soal dugaan setoran suap yang diduga diterima sejumlah jenderal polisi terkait bisnis tambal ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim).
Senada dengan Ferdy Sambo, Hendra pun mengaku pernah menangani kasus dugaan suap yang melibatkan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Dia mengklaim jika kasus dugaan suap Komjen Agus itu sempat ditangani saat dirinya masih menjabat mantan Karo Paminal Divisi Propam Polri.
Pernyataan itu disampaikan Hendra saat menjalani sidang sebagai terdakwa kasus obstruction of justice perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J alias Yosua di PN Jakarta Selatan, hari ini.
"Betul-betul. Tanyakan pada pejabat yang berwenang," kata Hendra seperti dikutip dari Suara.com, Kamis (24/11).
Hendra mengatakan penyelidikan terkait kasus tersebut berdasarkan data dan bukan sekedar gosip semata. Dia menyebut pengusutan tersebut merupakan tindakan yang memang benar pernah dilakukan Propam Polri.
"Kan ada datanya, enggak fiktif. Ya kan sesuai faktanya begitu," ujar Hendra sambil tersenyum.
Tak cuma Komjen Agus, Hendra pun membeberkan dugaan jenderal lainnya dalam kasus suap tambang ilegal di Kaltim. Pertiwa tinggi (Pati) Polri yang disebutnya adalah eks Kapolda Kalimantan Timur (Kaltim) Irjen Herry Rudolf Nahak.
Hendra menyebut keterlibatan Irjen Rudolf Nahak tersebut sudah berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Hendra menyebut suap tersebut diduga dilakukan menggunakan mata uang Singapura.
"Itu kan semua ada bukti-bukti," kata Hendra.
Dia menambahkan, Irjen Rudolf diduga menerima uang senilai Rp5 miliar. Namun, dia meminta awak media untuk bertanya lebih lanjut kepada pihak terkait.
"Tanya pejabat yang berwenang aja ya," jelasnya.