"Tetapi kami tidak akan menuduh kelompok lain menggunakan itu, karena itu akan membuat suasana politik semakin panas. Kita kan ingin pemilu ini jadi ajang riang gembira, tidak ada politik identitas, sama tak ada penggunaan penyelewengan isu-isu lain, termasuk ras dan hukum dan macan-macam."
Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menyatakan politik identitas yang sempit amat berbahaya bila terus digulirkan ke publik karena bisa memicu konflik horisontal.
"Politik identitas yang sempit bisa memecah belah. Itu tidak boleh dibiarkan, karena itu mengancam persatuan bangsa dan berpotensi menimbulkan konflik horisontal. Konflik horisontal lebih sulit diatasi dibandingkan konflik vertikal," kata Emrus Sihombing dalam laporan Antara.
Emrus mengatakan sebenarnya politik identitas sah saja ketika pesan yang disampaikan seperti saling menghargai suku dan budaya atau nilai-nilai seni yang luhur, mengangkat keagungan Tuhan Yang Maha Esa, atau mengenai menghormati apa pun agama yang dianut.
Menurut Emrus yang berbahaya adalah ketika politik identitas mengatakan ke pola yang sempit, saat komunikasi politik di ruang publik dimanfaatkan untuk merendahkan kepercayaan, suku, atau budaya tertentu.
Kemudian, kata Emrus, konflik horisontal merupakan pertikaian antarsesama kelas sosial tertentu, misalnya, satu suku dengan suku lain, satu agama dengan agama lain. Sedangkan konflik vertikal melibatkan kelas sosial yang tinggi dan rendah.
"Kalau Indonesia konflik, negara lain yang menikmati. Pembangunan tidak akan berjalan," ucap Emrus.
Emrus merespons pernyataan Presiden Jokowi dalam Munas ke-17 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia. Jokowi mengimbau kepada kontestan pemilu agar tidak menggunakan politik identitas dan isu SARA.
Jokowi mengajak kontestan mengedepankan ide dan gagasan. Menurut presiden bangsa ini sudah merasakan cukup lama dampak dari politik identitas.
Baca Juga: Bagaimana Respons PAN Setelah Relawan Amanat Indonesia Dukung Anies Baswedan sebagai Capres?
"Tidak kali pertama Pak Jokowi mengatakan itu, apa yang dikatakan Presiden sangat betul. Capres dan cawapres harus adu ide dan gagasan, jauhkan politik identitas yang sempit atas dasar SARA," tutur Emrus.