PKB Yakin Pesan Jokowi Soal Politik Identitas Tidak Ditujukan kepada Anies Baswedan

Siswanto Suara.Com
Kamis, 24 November 2022 | 05:51 WIB
PKB Yakin Pesan Jokowi Soal Politik Identitas Tidak Ditujukan kepada Anies Baswedan
Anies Baswedan saat melakukan pertemuan dengan sejumlah petinggi partai politik. (Suara.com/Arga)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua Umum DPP PKB Jazilul Fawaid yakin pesan Presiden Joko Widodo untuk mengingatkan para calon presiden dan calon wakil presiden tidak menggunakan politik identitas atau politisasi agama pada pemilu 2024 bukan ditujukan kepada Anies Baswedan.

Jika pernyataan itu diarahkan kepada Anies, Jazilul mempertanyakan kembali.

"Di mana politik identitasnya Pak Anies, di mana rekam jejaknya politik identitasnya Pak Anies?" kata Jazilul menanggapi jurnalis di Senayan, Jakarta, Rabu (23/11/2022).

Jazilul mengatakan pesan Presiden Joko Widodo disampaikan untuk semua calon kontestan pemilu 2024.

Baca Juga: Bagaimana Respons PAN Setelah Relawan Amanat Indonesia Dukung Anies Baswedan sebagai Capres?

Anies merupakan mantan gubernur Jakarta satu periode yang kini telah dicalonkan menjadi calon presiden oleh Partai Nasional Demokrat.

Menurut Jazilul, Anies tidak pernah menerapkan politik identitas semenjak dia menjadi aktivis hingga menjadi gubernur Jakarta.

"Saya harus sampaikan supaya nggak salah paham, meskipun kami membangun koalisi dengan Pak Prabowo, di mana rekam jejak politik identitas Pak Anies? Lihat saja ketika dia jadi gubernur atau aktivis, nggak ada itu semua," kata Jazilul.

Itu sebabnya, Zalilul menilai digulirkannya isu itu bertujuan untuk merugikan Anies.

"Menurut saya sedang dibuat semacam pembusukan kepada Pak Anies," kata Jazilul.

Baca Juga: Angkat Bicara! Dua Tokoh ini Bakal jadi Cawapres Anies Baswedan

"Pertanyaannya soal Pak Anies, saya nggak lihat di mana politik identitasnya Pak Anies? Jangan hanya karena beliau orang Arab itu dianggap politik identitas ya nggak bisa begitu juga."

"Tetapi kami tidak akan menuduh kelompok lain menggunakan itu, karena itu akan membuat suasana politik semakin panas. Kita kan ingin pemilu ini jadi ajang riang gembira, tidak ada politik identitas, sama tak ada penggunaan penyelewengan isu-isu lain, termasuk ras dan hukum dan macan-macam."

Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menyatakan politik identitas yang sempit amat berbahaya bila terus digulirkan ke publik karena bisa memicu konflik horisontal.

"Politik identitas yang sempit bisa memecah belah. Itu tidak boleh dibiarkan, karena itu mengancam persatuan bangsa dan berpotensi menimbulkan konflik horisontal. Konflik horisontal lebih sulit diatasi dibandingkan konflik vertikal," kata Emrus Sihombing dalam laporan Antara.

Emrus mengatakan sebenarnya politik identitas sah saja ketika pesan yang disampaikan seperti saling menghargai suku dan budaya atau nilai-nilai seni yang luhur, mengangkat keagungan Tuhan Yang Maha Esa, atau mengenai menghormati apa pun agama yang dianut.

Menurut Emrus yang berbahaya adalah ketika politik identitas mengatakan ke pola yang sempit, saat komunikasi politik di ruang publik dimanfaatkan untuk merendahkan kepercayaan, suku, atau budaya tertentu.

Kemudian, kata Emrus, konflik horisontal merupakan pertikaian antarsesama kelas sosial tertentu, misalnya, satu suku dengan suku lain, satu agama dengan agama lain. Sedangkan konflik vertikal melibatkan kelas sosial yang tinggi dan rendah.

"Kalau Indonesia konflik, negara lain yang menikmati. Pembangunan tidak akan berjalan," ucap Emrus.

Emrus merespons pernyataan Presiden Jokowi dalam Munas ke-17 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia. Jokowi mengimbau kepada kontestan pemilu agar tidak menggunakan politik identitas dan isu SARA.

Jokowi mengajak kontestan mengedepankan ide dan gagasan. Menurut presiden bangsa ini sudah merasakan cukup lama dampak dari politik identitas.

"Tidak kali pertama Pak Jokowi mengatakan itu, apa yang dikatakan Presiden sangat betul. Capres dan cawapres harus adu ide dan gagasan, jauhkan politik identitas yang sempit atas dasar SARA," tutur Emrus.

Emrus mengatakan seluruh ketua partai harus menghormati sikap Presiden Jokowi dengan tegas menyampaikan ke ruang publik menolak politik identitas yang sempit dan isu SARA. Kandidat dalam pemilu harus fokus pada program pembangunan.

"Mengangkat politik identitas yang sempit dan isu SARA sama saja menunjukkan calon tidak punya program, sesungguhnya mereka lemah. Partai politik harus punya komitmen politik semacam perjanjian dengan kandidat bahwa politik identitas yang sempit itu tidak boleh," ujar Emrus. [rangkuman laporan Suara.com]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI