Suara.com - Sekretariat Bersama (Sekber) Prabowo Jokowi 2024-2029 mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK) agar Presiden Jokowi bisa menjadi calon wakil presiden (cawapres) dalam Pemilihan Presiden 2024.
Lantas, seperti apakah jawaban dari MK berkaitan dengan pertanyaan tersebut?
Ketua MK rupanya tidak menerima gugatan Sekber Prabowo-Jokowi 2024-2029 itu. Hal tersebut mengacu pada alasan bahwa Sekber dinyatakan tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan judicial review Undang-Undang Pemilu.
Mahkamah Konstitusi sendiri menilai pemohon tidak dirugikan atas pemberlakuan pasal yang diuji yang menjadikan permohonan tersebut tidak bisa diterima.
Baca Juga: Beda Rekam Jejak Guntur Hamzah Vs Aswanto: Satu Dilantik, Satu Dicopot
Disebutkan bahwa keberadaan norma Pasal 169 huruf N Undang-Undang 7/2017 sama sekali tidak menghilangkan hak konstitusional para pemohon untuk menggunakan hak pilihnya.
Hal tersebut dikarenakan norma a quo diperuntukkan bagi seseorang yang pernah atau sedang menjadi presiden atau wakil presiden 2 kali masa jabatan yang sama, dan mempunyai kesempatan untuk dicalonkan kembali menjadi presiden atau calon wakil presiden.
Sebagai informasi, Sekber Prabowo-Jokowi sempat meminta Undang-Undang Pemilu ditafsirkan menjadi Jokowi bisa mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres).
Dengan adanya ketentuan yang disebutkan di dalam Pasal 169 huruf n Undang-Undang Pemilu tersebut, menimbulkan sebuah pertanyaan terkait dengan apakah presiden yang sudah menduduki masa jabatan presiden selama dua masa jabatan, bisa mencalonkan diri kembali untuk jabatan yang berbeda, yaitu wakil presiden di periode selanjutnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, membuat pemohon membutuhkan kepastian apakah presiden yang telah menjabat dua periode dapat maju lagi tetapi sebagai wakil presiden.
Baca Juga: Dilantik Jokowi Jadi Hakim MK, Kekayaan Guntur Hamzah Naik Empat Kali Lipat
Disebutkan dalam pasal 169 huruf n:
Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Hal tersebut menurut pemohon menimbulkan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 karena bisa saja pasangan yang telah menduduki jabatan sebagai presiden maupun wakil presiden telah dua kali menjabat di posisi tersebut, meskipun dipasangkan dengan orang yang berbeda.
Hal tersebut hanya memfokuskan pada berapa kali calon presiden maupun wakil presiden terpilih. Hal tersebut dikarenakan apabila mengacu pada Pasal 169 huruf n, jelas hal tersebut telah melanggar konstitusi, yaitu Undang-Undang 1945.
Namun, gugatan Sekber tersebut dinyatakan tidak bisa diterima oleh MK.
Kontributor : Syifa Khoerunnisa