Suara.com - Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil menyoroti banyaknya penghentian kasus oleh Kejaksaan Agung atau Kejagung melalui mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice.
Nasir mewanti-wanti agar pencapaian tersebut jangan sampai menjadi bumerang bagi Kejagung. Terutama yang dapat menyerang integritas Kejaksaan.
"Saya ingin mendapatkan kabar dari pak JA terkait pelaksanaan ini, pak, ya, sehingga kemudian tidak ada dalam tanda kutip sesuatu yang kemudian menghancurkan integritas, ya, kejaksaan dalam penanganan restorative justice," kata Nasir dalam rapat kerja dengan Kejagung di Komisi III, Rabu (23/11/2022).
Kekhawatiran Nasir itu bukan tanpa alasan. Sebab, ia melihat jumlah perkara yang diselesaikan secara restoratif oleh Kejagung yang sangat banyak.
"Ini banyak sekali dalam pandangan saya, 2.000 lebih," kata Nasir.
Nasir sebelumnya menegaskan kalau Kejaksaan memang memiliki kewenangan dalam menyelesaikan perkara menggunakan keadilan restoratif. Ia lantas merujuk Pasal 140 di dalam hukum acara pidana, di mana berisikam kewenangan yang dimaksud.
"Gimana di situ ada syarat ketika satu kasus itu dihentikan, salah satunya adalah demi hukum. Boleh jadi restorative justice itu ditutup demi hukum yang memberikan kemanfaatan dan keadilan," mata Nasir.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung melaporkan pencapaian penyelesaian kasus melalui keadilan restoratif atau restorative justice kepada Komisi III DPR. Total lebih dari dua ribu kasus yang selesai secara keadilan restoratif.
Laporan itu disampaikan langsung Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam rapat kerja di DPR.
Baca Juga: Jaksa Agung soal Ngerinya Kuasa 'Kaisar' Ferdy Sambo: Kasusnya Biasa, Pelakunya yang Luar Biasa
"Terkait penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, sejak dicanangkan pada 2020, Kejaksaan sudah menghentikan penuntutan sebanyak 2.103 perkara," kata Burhanuddin, Rabu (23/11/2022).
Burhanuddin merinci penghentian kasus secara keadilan restoratif setiap tahunnya, selama tiga tahun terakhir.
"Rincian 2020 sebanyak 230 perkara, 2021 sebanyak 422 perkara, 2022 sebanyak 1.451 perkara," kata Burhanuddin.
Tidak sekadar merealisasikan penyelesaian kasus secara keadilan restoratif, Kejaksaan Agung juga membentuk hal-hal lainnya terkait keadilan restoratif.
"Selain itu berdasarkan keadilan restorative justice, Kejaksaan telah membentuk rumah restorative justice sebanyak 1.536 dan 73 balai rehabilitasi restorative justice," kata Burhanuddin.