Suara.com - Perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menangkap Ismail Bolong dinilai tanpa disertai langkah konkret.
"Tanpa ada langkah-langkah konkret dan tegas, sekadar (perintah) menangkap Ismail Bolong yang hanya operator lapangan. Sulit untuk percaya bahwa kapolri konsisten untuk bersih-bersih internalnya, apalagi menyangkut beberapa nama perwira tingginya," kata analis kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies Bambang Rukminto, hari ini.
Perintah penangkapan terkait video yang berisi pengakuan Ismail Bolong tentang uang koordinasi kegiatan tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur.
Bambang menambahkan yang menarik untuk dicermati dan menimbulkan pertanyaan terkait kasus itu adalah mengapa perintah kapolri itu baru muncul sekarang.
Baca Juga: Perintah Kapolri Jelas, Ismail Bolong Bakal Ditangkap, Polda Kaltim Ngaku Tak Terlibat
Selain itu, dia juga mempertanyakan mengapa surat rekomendasi kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, yang kala itu dijabat Ferdy Sambo, pada tanggal 7 April 2022 malah membebaskan Ismail Bolong dan semua nama pihak yang terlibat dalam kasus tersebut.
Bambang mengatakan penangkapan Ismail Bolong hanya langkah awal dan tidak bisa berhenti di situ saja.
Menurut dia, harus ada pemeriksaan terhadap semua nama terkait, termasuk mantan kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Hendra Kurniawan dan Ferdy Sambo yang menandatangani surat pemeriksaan dan rekomendasi.
"Problem-nya adalah siapa yang akan memeriksa? Bila hanya internal, tentu akan diragukan obyektivitasnya," kata Bambang.
Dia juga mencermati surat rekomendasi kepala Divisi Propam Polri tersebut apakah diketahui dan dibaca kapolri.
Baca Juga: Profil Ismail Bolong, Sosok yang Ngaku Setor Dana Miliaran Rupiah ke Jendral
"Kalau benar tidak membaca surat sepenting itu, jelas ada problem pada kapolrinya; dan itu juga layak untuk diselidiki," kata dia.
Bambang juga mengkritisi mengapa surat tanggal 7 April 2022 itu hanya merekomendasikan soal manajerial dan tidak mengusut pelanggaran etik maupun pidana terhadap Ismail Bolong dan nama-nama terkait.
"Dan menjadi ironis, Ismail Bolong malah bisa pensiun dini," tambahnya.
Bambang mengatakan video Ismail Bolong dan terbukanya surat kepala divisi Propam Polri tertanggal 7 April 2022 itu adalah pukulan telak terhadap praktik-praktik korupsi, dan kolusi di internal Polri.
Menurut dia, perintah kapolri untuk menangkap Ismail Bolong itu tidak bisa menutupi fakta bahwa ada aliran dana dari Ismail Bolong kepada para perwira tinggi dan perwira menengah Polri.
Bahkan, lanjutnya, pencopotan Kapolda Kaltim Irjen Hery Rudolf Nahak pada Desember 2021 juga bukan merupakan sanksi, melainkan mutasi biasa dan bisa dipersepsikan sebagai promosi karena mendapat jabatan sebagai kepala sekolah staf dan pimpinan.
"Ismail Bolong itu ditangkap soal apa? Dia sudah pensiun dini dan disetujui. Artinya, dia sudah warga sipil biasa. Penangkapan tanpa ada bukti-bukti tindak pelanggaran itu pelanggaran HAM (hak asasi manusia)," kata Bambang.
Sementara itu, ANTARA sempat mengonfirmasi kepada Listyo Sigit Prabowo terkait perintah untuk menangkap Ismail Bolong. Hingga berita ini ditulis, Listyo Sigit belum memberikan konfirmasi.
Demikian pula Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo tidak merespons pertanyaan terkait perintah kapolri untuk menangkap Ismail Bolong.
Sementara itu juga, saat skors sidang pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/11), Ferdy Sambo membenarkan surat penyelidikan tentang pengusutan dugaan suap tambang batu bara seperti diungkap Ismail Bolong.