Mendukung Arahan Jokowi Agar Capres dan Cawapres Jangan Memainkan Politik SARA

Siswanto Suara.Com
Rabu, 23 November 2022 | 05:23 WIB
Mendukung Arahan Jokowi Agar Capres dan Cawapres Jangan Memainkan Politik SARA
Presiden Joko Widodo [Biro Pers Istana/Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Partai Keadilan Sejahtera mendukung arahan Presiden Joko Widodo dalam memerangi praktik politik identitas pada pemilu 2024.

“Agama itu murni. Agama itu sumber nilai, menjadikan agama sebagai kompas moral boleh dan malah bagus. Saya setuju politisasi agama jangan dikedepankan,” kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera dalam keterangan tertulis, baru-baru ini.

Mardani menekankan agama sebagai pengarah dalam menjalankan praktek-praktek politik berdasarkan nilai positif. Bahkan, Mardani meminta agar praktek politik dilakukan dengan cara yang baik untuk mendapatkan tujuan yang baik pula.

“PKS menempatkan agama sebagai kompas moral dan mewanti-wanti politik berdasar nilai. Politik mesti dilakukan dengan cara yang baik, tujuan baik harus dengan cara yang baik,” kata anggota Komisi II DPR.

Baca Juga: Sudah Dibuka untuk Pendaftaran Oleh KPU, Apa Saja Tugas PPK dan PPS?

Direktur Executive Partner Politik Indonesia AB Solissa mengatakan pernyataan Presiden Jokowi agar para kandidat capres dan cawapres mengutamakan ide dan gagasan dalam berdebat adalah satu langkah yang progresif, dan harus dilakukan oleh para kandidat.

“Terkait dengan pernyataan presiden untuk suksesi pilpres 2024 agar para kandidat capres-cawapres mengutamakan ide dan gagasan adalah sebuah langkah progresif dari seorang presiden yang harus kita hormati,” katanya.

Magister komunikasi politik dari Universitas Paramadina itu menyatakan peringatan Presiden Jokowi agar para kandidat capres dan cawapres menghindari politik SARA sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia demi terciptanya demokrasi yang sehat.

“Menurut saya, pernyataan ini layak diberikan apresiasi. Positioning statement Jokowi inilah yang sebenarnya ditunggu oleh publik jelang pilpres 2024 nanti,” kata dia.

Selain itu, imbauan presiden bertujuan untuk mengakhiri perpecahan antar sesama anak bangsa, dimana perpecahan itu sudah terjadi sejak pemilu sebelumnya.

Baca Juga: Seluruh Bacalegnya Diminta Kerja Buat Kemenangan Golkar di Pemilu 2024, Airlangga: Jangan Saling Tikam

“Apa yang disampaikan oleh presiden harus menjadi catatan bagi semua kandidat capres maupun cawapres. Residu konflik saat pilpres 2014 dan 2019 harus diakhiri,” katanya.

Dijelaskan Solissa, pilpres 2024 harus dijadikan sebagai momentum perubahan dan pemersatu, terkhusus buat para capres dan cawapres untuk mengutamakan ide dan gagasan, agar yang terpilih nanti menjadi presiden semua golongan, bukan hanya satu golongan.

“Politik identitas berbasis apapun, agama, ras, suku, bahkan secara sektoral kedaerahan harus dihentikan,” katanya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengingatkan suasana calon presiden dan calon wakil presiden untuk menjaga suasana politik agar tetap aman. Dia mempersilahkan para capres untuk berdebat, namun jangan sampai membawa politik suku, agama, ras, dan antargolongan.

Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menyatakan politik identitas yang sempit amat berbahaya bila terus digulirkan ke publik karena bisa memicu konflik horisontal.

"Politik identitas yang sempit bisa memecah belah. Itu tidak boleh dibiarkan, karena itu mengancam persatuan bangsa dan berpotensi menimbulkan konflik horisontal. Konflik horisontal lebih sulit diatasi dibandingkan konflik vertikal," kata Emrus.

Emrus mengatakan sebenarnya politik identitas sah saja ketika pesan yang disampaikan seperti saling menghargai suku dan budaya atau nilai-nilai seni yang luhur, mengangkat keagungan Tuhan Yang Maha Esa, atau mengenai menghormati apa pun agama yang dianut.

Menurut Emrus yang berbahaya adalah ketika politik identitas mengatakan ke pola yang sempit, saat komunikasi politik di ruang publik dimanfaatkan untuk merendahkan kepercayaan, suku, atau budaya tertentu.

Kemudian, kata Emrus konflik horisontal merupakan pertikaian antarsesama kelas sosial tertentu, misalnya, satu suku dengan suku lain, satu agama dengan agama lain. Sedangkan konflik vertikal melibatkan kelas sosial yang tinggi dan rendah.

"Kalau Indonesia konflik, negara lain yang menikmati. Pembangunan tidak akan berjalan," ucap Emrus.

Emrus merespons pernyataan Presiden Joko Widodo dalam Munas ke-17 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia. Jokowi mengimbau kepada kontestan pemilu agar tidak menggunakan politik identitas dan isu SARA.

Jokowi mengajak kontestan mengedepankan ide dan gagasan. Menurut presiden bangsa ini sudah merasakan cukup lama dampak dari politik identitas.

"Tidak kali pertama Pak Jokowi mengatakan itu, apa yang dikatakan Presiden sangat betul. Capres dan cawapres harus adu ide dan gagasan, jauhkan politik identitas yang sempit atas dasar SARA," tutur Emrus.

Emrus mengatakan seluruh ketua partai harus menghormati sikap Presiden Jokowi dengan tegas menyampaikan ke ruang publik menolak politik identitas yang sempit dan isu SARA. Kandidat dalam pemilu harus fokus pada program pembangunan.

"Mengangkat politik identitas yang sempit dan isu SARA sama saja menunjukkan calon tidak punya program, sesungguhnya mereka lemah. Partai politik harus punya komitmen politik semacam perjanjian dengan kandidat bahwa politik identitas yang sempit itu tidak boleh," ujar Emrus.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI