Suara.com - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS mengkritisi jaksa penuntut umum yang hanya memberikan tuntutan tiga tahun penjara untuk Dewa Perangin-Angin, terdakwa kasus kerangkeng manusia di Langkat, Sumatera Utara.
Koordinator KontraS Sumatera Utara, Rahmat menilai uang Rp 530 juta yang dibayarkan terdakwa sebagai restitusi tidak serta merta dapat meringankan hukumannya.
"Tuntutan ringan terhadap terdakwa jelas telah melukai rasa keadilan publik. Sebagaiman kita ketahui bahwa kasus kerangkeng manusia telah beroperasi selama belasan tahun dan terdapat banyak korban. Peristiwa ini seharusnya diganjar dengan tuntutan hukum yang maksimal," kata Rahmat saat konferensi pers daring, Senin (21/11/2022).
KontraS menilai uang senilai Rp 530 juta yang dibayarkan ke Mejelis Hakim di Pengadilan Negeri Stabat sebagai restitusi tidak berkolerasi sama sekali dengan ringannya tuntutan terhadap Dewa Perangin-angin.
Baca Juga: Tagih Janji Pemprov DKI, Puluhan Warga Korban Gusuran Geruduk Rusun Kampung Bayam Minta Kunci Hunian
"Restitusi adalah hak korban yang harus diberikan pelaku," tegas Rahmat.
Diketahui uang itu dibayarkan ke Majelis Hakim pada 2 November 2022. Dana itu dimohonkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melalui jaksa penuntut umum.
Uang senilai Rp 530 juta dibagikan, senilai Rp 265 juta untuk korban atas nama Sarianto Ginting, sisanya untuk korban lainnya.
"Kami mengharapkan majelis hakim tetap objektif memutus kasus ini," kata Rahmat.
Kemudian, KontraS juga menyayangkan terdakwa Dewa Perangin-angin tidak dijerat dengan pasal Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), putra dari terbit Terbit Rencana Perangin-angin itu hanya didakwa dengan pasal 170 Ayat 2 ke 3 dan pasal 351 Ayat 3 jucto Pasal ke-1 KUHP.
Baca Juga: Pertama Kali Dalam Sejarah, Wasit Wanita Pimpin Pertandingan di Piala Dunia 2022 Qatar
"Padahal menurut investigasi yang kami lakukan, terdakwa Dewa patut diduga melakukan perbudakan terhadap anak kerangkeng dengan mempekerjakan di PT DRP," ungkap Rahmat.
Mengutip dari suarasumut.id, sosok Dewa Perangin-angin merupakan anak pertama dari Bupati Langkat. Sosoknya disebut tergabung dalam Pemuda Pancasila.
Dewa disebut menjabat sebagai wakil ketua dalam struktur organisasi pihak-pihak yang mengurus kerangkeng manusia. Dari jabatan itu, ia diduga melakukan kekerasan yang sangat sadis.
Penyiksaan yang dilakukannya beragam, mulai dari memukul tahanan dengan palu hingga jarinya terputus. Ia juga disebut menyundut tahanan dengan rokok sampai meneteskan plastik yang dibakar ke tahanan.
Dewa saat penyelidikan berlansung, disebut polisi ikut menganiaya penghuni kerangkeng manusia hingga tewas. Polisi pun menetapkan Dewa sebagai tersangka pada 25 Maret 2022.
Kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat, diketahui dibangun pada 2016. Kerangkeng itu dibuat oleh Terbit sendiri, yang digunakan untuk para pekerjanya yang membuat kesalahan guna dihukum secara mandiri.
Terbit sendiri menyebut kerangkeng manusia itu adalah sebuah panti rehabilitasi gratis bagi masyarakat. Sejak adanya kerangkeng di belakang rumahnya tersebut, banyak masyarakat sekitar menitipkan para anggota keluarga mereka yang memiliki kecanduan pada narkotika.
Kerangkeng manusia itu terbongkar saat KPK lakukan penggeledahan di rumah Terbit, guna mengungkap kasus dugaan korupsi yang dilakukan Terbit.
Pada saat itu, KPK menemukan sebuah bangunan menyerupai kerangkeng manusia di dalam rumah TRP. Dugaan penyiksaan manusia, perbudakan modern, dan lainnya pun muncul atas penemuan kerangkeng tersebut.