Pemerintah Gandeng Penyuluh Informasi Publik Sosialisasikan RKUHP di Wilayah 3T

Iwan Supriyatna Suara.Com
Senin, 21 November 2022 | 09:38 WIB
Pemerintah Gandeng Penyuluh Informasi Publik  Sosialisasikan RKUHP di Wilayah 3T
Pemerintah gencar melakukan sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada seluruh elemen masyarakat.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pembahasan RKUHP sendiri sudah dilakukan dalam waktu yang sangat panjang. Di mulai pada tahun 1958 hingga saat ini. RKUHP disusun melalui nilai-nilai keindonesiaan sebagai upaya dekolonisasi dari sistem pidana Indonesia. RKUHP juga mengedepankan demokratisasi dalam masa pembahasan substansinya yang sudah melalui 7 periode kepemimpinan presiden.

"Terdapat 15 Kementerian serta 17 Profesor dan ahli hukum pidana yang terlibat. Pemerintah mulai merancang RKUHP sejak tahun 1970 untuk mengganti KUHP yang berlaku saat ini. Proses pembahasan KUHP sangat panjang," tegas Arif.

Arif melanjutkan saat ini Indonesia sudah memiliki dan menghasilkan RKUHP yang relatif siap untuk diundangkan. Pemerintah melalui Wakil Menkumham (Wamenkumham) telah menyerahkan draf RKUHP terbaru kepada Komisi III DPR. Pemerintah juga terus melakukan dialog publik untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas.

"Serta membuka ruang dialog untuk menghimpun masukan terhadap RKUHP yang sudah ada," tuturnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Yenti Ganarsih menjelaskan RKUHP yang disusun oleh pemerintah memiliki 17 keunggulan sebagai hukum pidana dan sistem pemidanaan modern. Dalam menyusun RKUHP pemerintah mempertimbangkan asas keseimbangan hingga rekodifikasi hukum pidana yang terbuka dan terbatas.

"Beberapa pasal-pasal RKUHP juga mengutamakan pidana pokok yang lebih ringan hingga perluasan jenis pidana pokok seperti pengawasan dan kerja sosial. Pidana denda juga diatur dalam 8 kategori," tutur Yenti.

Dalam paparannya, Yenti menjelaskan dalam RKUHP memberikan payung hukum bagi hakim untuk mengeluarkan putusan yang bersifat pemaafan. Hakim dapat memutuskan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan pidana. Hakim akan mempertimbangkan ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, keadaan pada waktu dilakukan tindak pidana serta yang terjadi kemudian, hingga segi keadilan dan kemanusiaan.

"Ini adalah pemaafan oleh hakim, sudah masuk di persidangan. Seperti restorative justice yang telah masuk lebih dulu di tahap penyidikan. Harus dinyatakan betul dalam putusannya memang dimaafkan hakim dalam pertimbangannya," ujar yenti.

Akademisi Universitas Indonesia (UI) Surastini Fitriasih menjelaskan pemerintah telah memperbaharui beberapa pasal yang ada dari draf awal RKUHP. Tim penyusun KUHP terus menerus melakukan rapat-rapat membahas masukan dari masyarakat tentang RKUHP khususnya terkait 14 pasal isu krusial yang ada dalam RKUHP.

Baca Juga: Sebut Pemerintah dan DPR RI Enggan Sahkan RKUHP Karena Pasti Dibully, Habiburokhman Langsung Klarifikasi ke Mahfud MD

"Draf RKUHP versi 18 September ada 14 isu krusial yang menjadi perhatian masyarakat dan didengar oleh pemerintah," ungkapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI