Suara.com - Mantan Gubernur DKI Jakarta kerap dijuluki sebagai bapak politik identitas. Namun tampaknya Anies sudah gerah menyandang sebutan ini berlama-lama, sehingga belakangan mencoba mendebatnya.
Salah satunya seperti dilihat Suara.com di kanal YouTube-nya, Anies menilai persepsi tersebut muncul ketika ia bertarung di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.
Namun kini ia sudah purnatugas sebagai Gubernur DKI Jakarta. "Bisakah ditunjukkan kebijakan Anies yang intoleran? Bisakan ditunjukkan kebijakan Anies yang diskriminatif?" ujar Anies dikutip pada Jumat (18/11/2022).
"Bisakah ditunjukkan kebijakan Anies yang tidak memayungi semua? Bisakan ditunjukkan kebijakan Anies yang mencerminkan pandangan-pandangan partisan?" sambungnya.
Baca Juga: Bukan Prabowo atau Ganjar, Sosok Ini Dinilai Paling Layak Jadi 'The Next Jokowi', Siapa?
Anies kemudian meminta publik untuk melihat rekam jejaknya alih-alih percaya dengan semua persepsi yang berkembang. Anies menyebut, ada dua lembaga survei yang telah mengevaluasi kepuasan publik di ujung periodenya.
"2 surveyor yang bukan sahabatnya Anies, Vox Populi dan LSI, yang satu (tingkat kepuasannya) 83% dan yang satu 80%. Artinya, nggak ada itu polarisasi yang diduga itu," jelasnya.
"Bagi siapapun yang menuding Anies intoleran, Anies tidak bersahabat dengan minoritas, Anies diskriminatif, itu adalah persepsi yang diciptakan di tahun 2017," imbuhnya.
Anies menilai persepsi itu sudah tidak valid lagi sebab ia pun bisa menunjukkan hasil kerjanya selama 5 tahun belakangan. Apalagi persepsi adalah penilaian orang lain dan Anies tidak berkapasitas menanggapinya.
"Ketika sudah tahun keempat saya mulai tanya, bisa tidak ada Anda tunjukkan kebijakan diskriminatif di Jakarta? Tidak ada," kata Anies.
Baca Juga: Kandidat Lain Kudu Wanti-wanti! Survei Voxpol Center Temukan Anies-AHY Bisa Kalahkan Ganjar Pranowo
"Tanya saja sama masyarakat Nasrani, Hindu, Budha, mereka merasa diskriminatif tidak? Atau malah sebaliknya?" lanjut mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
Hasilnya, menurut Anies, masyarakat justru memberi penilaian positif untuk kinerjanya. "Mereka bilang baru pertama kali nih kami diurusi sama gubernur. Saya bisa (tunjukkan), ada banyak buktinya," tegasnya.
"Jadi, yang terjadi justru sebaliknya," pungkasnya, memastikan bahwa julukan politik identitas sudah tidak relevan lagi dengannya karena Anies merasa sudah mengakomodir kebijakan terbaik untuk semua agama dan kebudayaan.
Untuk video selengkapnya dapat disaksikan di sini.
Partai NasDem Klaim Politik Identitas Terjadi Gara-gara Ahok
Ketua DPP Partai NasDem Effendy Choirie alias Gus Choi mengungkap pengakuan yang cukup mengejutkan. Sebab ia menilai bukan Anies lah yang memulai politik identitas melainkan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok.
Padahal Partai NasDem mendukung Ahok di Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu.
"Lahirnya pemilihan Jakarta yang seperti itu sebetulnya faktornya bukan Anies tapi Ahok, orang Kristen, Cina mengutip ayat Al Quran, berangkatnya dari situ, yang menafsirkan ayat semaunya, di sini titik tolaknya," tegas Gus Choi.
"Lalu kemudian ada reaksi dari aksi Ahok, reaksi yang berbau agama lalu dijadikan satu framing seolah politik identitas dan dialamatkan ke Anies," katanya melanjutkan.
Karena itulah ia merasa framing politik identitas tidak tepat bila dialamatkan kepada Anies. Ia mengaku menjadi saksi terjadinya seluruh karut-marut tersebut.
"Jadi faktor utamanya yang menampilkan politik identitas adalah Ahok yang waktu itu kita dukung karena kinerjanya segala macam. Jadi kalau ngangkat politik identitas mari kita lihat ujung permasalahannya, kan Ahok," tandasnya.