Suara.com - Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono menilai kalau Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 bakal menjadi pesta demokrasi terbesar dan terumit yang diselenggarakan di Indonesia. Atas kondisi tersebut, pria yang akrab disapa Anto tersebut menilai sebaiknya penyelenggara pemilu harus bisa meningkatkan kualitas serta integritas penyelenggaraan Pemilu 2024.
Anto menerangkan bahwa penyelenggaraan pemilu yang buruk bisa menyebabkan rendahnya kepercayaan peserta maupun pemilih. Menurutnya, salah satu upaya dalam memperkuat integritas Pemilu 2024 ialah perlunya mendorong optimalisasi keterbukaan data pemilu.
Ia tidak menampik telah melihat adanya kemajuan akan keterbukaan data pemilu di Indonesia. Seperti misalnya portal https://opendata.kpu.go.id/ dan Sipol yang dapat diakses masyarakat dalam proses tahapan pendaftaran, serta verifikasi partai politik.
Tetapi di sisi lain masih ada tantangan yang mesti dibenahi oleh KPU selaku penyelenggara pemilu.
Baca Juga: Usai Bertemu Anies, Muncul Isu Gibran Akan Disanksi PDIP: Saya Siap
"Beberapa diantaranya adalah terkait dengan belum optimalnya implementasi SPBE di internal KPU, persoalan keterbatasan SDM, persoalan organisasi pengelola data, dan persoalan infrastruktur," terang Anto dalam keterangan persnya, Rabu (16/11/2022).
TII juga sempat melakukan penelitian terkait Pemilu 2024. Hasilnya terdapat beberapa poin rekomendasi kebijakan.
Pertama, TII menilai kalau KPU perlu untuk membuka data-data pemilu yang belum tersedia daring dan disajikan dalam satu portal. Jika mengacu pada 16 data kunci pemilu versi NDI-OEDI, ada beberapa data Pemilu Indonesia yang belum tersedia daring atau sudah tersedia, tetapi belum sesuai prinsip-prinsip data pemilu terbuka, seperti ketepatan waktu; granularity; discoverability; kelengkapan dalam satu bundel; serta penerapan lisensi perlu diperbaiki untuk data-data kunci pemilu.
"Data-data tersebut juga perlu terintegrasi dalam satu portal, sehingga memudahkan masyarakat dalam proses pemanfaatannya," ucapnya.
Kedua, mendorong KPU untuk meningkatkan sosialisasi terkait pentingnya keterbukaan data pemilu dan PKPU Nomor 5 Tahun 2021, baik dalam lingkungan internal KPU di level pusat maupun daerah, maupun para pemangku kepentingan terkait di luar KPU yang juga perlu memahami mengenai SPBE di KPU ini.
Baca Juga: Indonesia Butuh Terobosan Bikin Regulasi yang Berbeda soal Rokok Elektrik
Ketiga, mendorong KPU untuk melakukan peningkatan kapasitas SDM agar dapat mendukung implementasi keterbukaan data pemilu. Dalam hal ini, KPU juga dapat bekerja sama dengan pihak lain, seperti komunitas IT atau pihak swasta yang relevan, universitas, think tank, serta lembaga masyarakat sipil yang fokus pada isu-isu pemilu dan demokrasi, maupun open data.
"Selain itu, perlu dipastikan juga adanya proses berbagi ilmu pengetahuan antar pegawai KPU, sehingga rotasi pegawai tidak menjadi faktor penghambat," tuturnya.
Keempat, TII mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melakukan percepatan terkait pemerataan internet untuk mendukung penerapan data pemilu terbuka dalam rangka Pemilu dan Pilkada Serentak tahun 2024 mendatang.
"Diharapkan rekomendasi kebijakan ini dapat menjadi masukan bagi para pemangku kebijakan, khususnya KPU, guna memperkuat penyelenggaraan keterbukaan data pemilu di Indonesia."