Suara.com - Potret kebersamaan Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada acara Gala Dinner Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, bisa dibilang sebuah momen langka. Keduanya tertangkap kamera berada di satu meja saat akan menghadiri jamuan makan malam di acara tersebut.
Kedua mantan presiden Indonesia itu sebelumnya diketahui memiliki hubungan yang pasang surut dan terlibat ‘perang dingin’ selama hampir dua dekade.
Konflik yang terjadi diantara keduanya terbilang rumit karena seperti campur aduk antara masalah pribadi dan urusan pribadi.
Seperti apa asal mula konflik diantara keduanya? Berikut ulasannya.
Baca Juga: Kompak Pakai Baju Biru, Ekspresi Megawati dan SBY saat Semeja di G20 Sama-Sama Saling Menghindar?
Jika ditelusuri jauh ke belakang, konflik antara Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambag Yudhoyono terkait dengan peristiwa Kasus Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli) 1996.
Ketika itu PDI Perjuangan masih bernama PDI. Ketika itu terhadi perpecahan di internal DPP PDI antara kubu Megawati da kubu Soerjadi.
Kantor DPP PDI saat itu dijaga ketat oleh para pendukung Megawati. Dan pada 27 Juli 2022, sekelompok orang yang diduga massa pendukung Soerjadi menyerang kantor DPP PDI hingga berujung pada kerusuhan di sejumlah lokasi di Jakarta.
SBY yang ketika itu masih aktif di militer diduga terlibat dalam insiden tersebut. Peristiwa inilah yang menjadi kenangan pahit para loyalis Megawati, hingga akhirnya mereka bertransformasi menjadi PDI Perjuangan hingga kini.
Megawati Angkat SBY jadi Menteri
Baca Juga: 'Rujuk Nasional!' Warganet Full Senyum Lihat Megawati-SBY Duduk Semeja di KTT G20 Bali
Ketika Megawati menjadi presiden pada periode 2001-2004, ia pernah mengangkat SBY menjadi salah satu menterinya, yakni Menkopolhukam.
Keputusan itu membuat kader PDI Perjuangan kaget, karena sosok SBY diduga terlibat dalam penyerangan kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996.
Terlebih SBY merupakan menantu dari Sarwo Edhie Prabowo yang dianggap berseberangan dengan Preside Soekarno di masa Orde Lama.
Terkait pengangkatan SBY, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, pada Februari 2022 lalu pernah menyatakan bahwa langkah yang diambol Megawati pada saat itu adalah semanganta rekonsiliasi.
“Namun sikap Megawati Soekarnoputri yang lebih mengedepankan rekonsiliasi nasional dan semangat persatuan lalu mengatakan ‘Saya mengangkat Pak SBY sebagai Menko Polkam bukan karena menantu Pak Sarwo Edhie’,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto melalui keterangan tertulis, Rabu (17/2/2021).
Menurut hasto, saat itu Megawati mengangkat SBY menjadi salah satu menterinya karena ia merupakan seorang perwira TNI.
Namun ternyata SBY tidak menuntaskan masa jabatannya sebagai Menkopolhukam. Ia mundur dari kabinet Megawati pada 11 maret 2004 atau sebulan sebelum Pilpres.
Beredar isu pengunduran diri tersebut dilakukan karena SBY merasa didzalimi oleh Megawati sehingga ia memilih untuk mundur.
Menjadi Rival di Pemilihan Presiden
Pada Pilpres 2004, SBY memutuskan untuk maju sebagai calon presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden.
Pasangan itu berhadapan dengan Megawati yang juga maju sebagai calon wakil presiden dengan menggaet Hasyim Muzadi sebagai calon wakil presidennya.
Setelah melewati sejumlah tahapan pilpres, pasangan SBY-Kalla berhasil memenangkan pertarungan dengan meraup 39.838.184 atau 33,57 persen suara.
Sementara pasangan Megawati-Hasyim Muzadi harus puas hanya dengan 31.569.104 atau 26,61 persen suara.
Kekalahan ini membuat Megawati terpukul dan seakan tidak mau melepaskan kursi kepresidenannya kepada SBY yang notabene mantan anak buahnya.
Dua Kali Dikalahkan oleh SBY
Pada Pilpres 2009, Megawati kembali maju sebagai calon presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden.
Dan kali ii ia kembali bertemu dengan SBY yang maju lagi sebagai calon presiden dengan Boediono sebagai calon wakil presidennya.
Tak disangka, Megawati harus menelan pil pahit untuk kedua kalinya. Ia kembali dikalahkan oleh SBY dalam pilpres.
Pada pilpres 2009 Megawati kalah telak dari SBY yang mendapatkan 73.874.562 atau 60,8 persen suara rakyat Indonesia. Sementara, Megawati hanya mengantongi 32.548.105 atau 26,79 suara.
Dua kali kekalahan itu membuat suhu politik Megawati dan SBY semakin memanas. Bahkan selama SBY menjadi presiden, Megawati memenuhi undangan SBY untuk hadir pada peringatan Hari kemerdekaan RI di istana Negara.
Megawati baru kembali hadir di Istana Negara dalam peringatan hari kemerdekaan RI pada 2015, ketika Joko Widodo menjadi presiden.
Sama halnya dengan SBY, sejak ia lengser dari kursi presiden, ia enggan memenuhi undangan Peringatan HUT RI di Istana Negara pada 2015-2016.
Ia baru hadir pada 2017 dan untuk pertama kalinya SBY merayakan HUT RI bersama Megawati sejak 2003. Keduanya bahkan sempat bersalaman ketika itu.
Ketegangan sedikit mencair
Meski sempat ‘perang dingin’ dengan SBY, nampaknya Megawati tak membawanya ke ranah pribadi. Ini terlihat ketika istri SBY, Ani Yudhoyono meninggal dunia pada 2019 silam.
Ketika itu Megawati memberikan ucapan belasungkawa pada SBY dan disambut hangat olehnya. Keduanya sempat bercengkrama dalam suasana yang cair. Sangat kontras dengan ketegangan politik yang terjadi pada keduanya selama ini.
Terakhir, keduanya sempat terlihat berada di satu meja di acara Gala Dinner Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Nusa Dua bali.
Kontributor : Damayanti Kahyangan