Suara.com - Koalisi Pendidikan Nasional (KPN) mengkritik tindakan antikritik yang ditunjukkan Rektor dan Dekan Fakultas Teknik Universitas Bangka Belitung (FT UBB) terhadap mahasiswanya sejak 2022 lalu. Menurut mereka, hal semacam itu menjadi keberulangan sejarah yang buruk dalam cermin kampus-kampus di Indonesia karena belum bisa menghargai kebebasan menyampaikan pendapat bagi mahasiswanya.
Dalam rilis yang diterima Suara.com, kejadian bermula saat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FT UBB menggelar acara latihan kepemimpinan di Pantai Temberan, Bangka. Acara itu berlangsung tiga hari terhitung sejak 27 sampai 29 Mei 2022 lalu.
Namun pada 28 Mei 2022, Dekanat Fakultas Teknik UBB secara sepihak memberhentikan acara tersebut. Alasannya, ada orang tua mahasiswa yang sampai datang ke kampus untuk bertanya soal kondisi anaknya.
Hal itu membikin pihak Dekanat Fakultas Teknik mengambil keputusan sepihak yang menyebut telah terjadi keributan dalam acara tersebut. Buntutnya, acara latihan kepemimpinan itu dihentikan oleh pihak Dekanat Fakultas Teknik UBB.
Baca Juga: UBB akan Buka Fakultas Kedokteran, Gubernur Erzaldi Beri Dukungan: Jumlah Dokter Kurang Ideal
Fakta di lapangan, acara latihan kepemimpinan tersebut berlangsung lancar. Hingga pada 15 dan 16 Juni 2022, Dekanat Fakultas Teknik UBB menjatuhkan sanksi terhadap 33 panitia dan 89 peserta acara.
"Buntut dari acara latihan kepemimpinan tersebut, pada 15 dan 16 Juni 2022 pihak Dekan FT mengeluarkan sanksi," kata perwakilan KNP, Jihan Fauziah Hamdi saat dikonfirmasi, Selasa (15/11/2022).
Jihan mengatakan, sanksi terhadap 33 panitia itu berupa pembatalan mata kuliah dan kerja sosial paruh waktu dalam satu semester. Terhadap 98 peserta acara, Dekan Fakultas Teknik mengeluarkan sanksi berupa peringatan tertulis.
Tidak hanya itu, Ketua dan Wakil Ketua BEM Fakultas Teknik UBB juga diberhentikan secara tidak hormat. Setelah pemberian sanksi, pihak Dekan menggelar audiensi dengan Ketua dan Wakil Ketua BEM Fakultas Teknik UBB.
Inti dari audiensi itu, kata Jihan, memilih untuk tidak memberikan sanski ringan berupa sanksi tertulis bagi para peserta dan panitia acara. Alasannya, sanksi ringan itu sifatnya hanya peringatan.
Baca Juga: UBB Gelar EXPO Terbuka, Pamerkan Produk MBKM Luar Kampus
"Hal ini tentu telah bertentangan dengan Peraturan Rektor Nomor 20 Tahun 2021 yang menyebutkan sanksi tertulis termasuk kedalam kategori sanksi bukan hanya sekedar peringatan," ucap Jihan.
Solidaritas Mahasiswa
Serangkaian peristiwa itu memantik solidaritas terhadap panitia dan peserta yang mendapat sanksi. Sejumlah mahasiswa UBB lantas membikin gerakan bernama "Gerakan Mahasiswa Melawan (GERAMAN)".
GERAMAN lantas menggelar aksi parade di masa Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) UBB. Adapun dalam acara itu terdapat mimbar bebas yang berisi orasi untuk menyuarakan setumpuk masalah yang ada di UBB.
"Salah satunya adalah permasalahan pemberian sanksi akademik yang serampangan oleh Dekan FT UBB kepada mahasiswa FT UBB," papar Jihan.
Pada 12 Agustus 2022, massa GERAMAN kembali menggelar aksi dan audiensi dengan pihak Rektorat UBB. Namun, pihak Rektorat menolak untuk mencabut sanksi akademik yang diberikan kepada 122 mahasiswa UBB tersebut.
Jihan menambahkan, pihak Rektorat UBB juga membentuk tim disiplin tingkat universitas dan memanggil 32 mahasiswa pada akhir Agustus 2022 lalu. Puncaknya, pada 12 Oktober 2022 dikeluarkan saksi berupa skorsing selama satu bulan terhadap tujuh mahasiswa dan skorsing dua bulan terhadap dua mahasiswa lainnya.
Kampus Antikritik hingga Skorsing
KNP berpandangan, tindakan yang dilakukan Rektorat dan Dekanat Fakultas Teknik UBB adalah contoh dari kampus yang antikritik. Sebab, menggunakan sanksi akademik sebagai kontrol bagi mahasiswa dan mengekang kebebasan menyampaikan pendapat dan mimbar akademik.
"Hal ini sangat memprihatinkan," kata Jihan. "Di tengah-tengah penyempitan ruang demokrasi di negara ini, di mana seharusnya Universitas sebagai laboratorium ilmiah yang melahirkan pemikiran kritis dan tajam justru dikontrol dan dibungkam melalui penerapan sanksi akademik yang serampangan."
KNP juga menyebut, tindakan Rektor dan Dekan Fakultas Teknik UBB ini sejatinya bertentangan dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan tinggi yang demokratis serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Padahal, hal itu sudah diatur dalam Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jihan menjelaskan, kebebasan akademik bertujuan untuk mendalami dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab. Artinya, kebebasan akademik adalah hak warga masyarakat akademik untuk menyatakan pandangan, dan pendapatnya secara bebas berdasarkan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Tanpa diancam apalagi berusaha dikontrol dengan penggunaan sanksi akademik yang cenderung serampangan," beber dia.
Atas hal itu, KNP menyayangkan bentuk pengekangan semacam itu. Semestinya, tindakan antikritik seperti itu harus diputus guna tidak terjadi keberulangan buruk demi menjamin hak kebebasan berpendapat dan mimbar akademik sivitas akademika di seluruh Indonesia.
Untuk itu KPN mendesak agar:
- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk memberikan perlindungan kepada mahasiswa yang menerima sanksi secara serampangan oleh pihak Universitas dengan menindak tegas Rektor dan Dekanat FT UBB serta memberikan pemulihan hak akademik para mahasiswa yang dikenakan sanksi.
- Rektor dan Dekan FT UBB untuk mencabut sanksi peringatan tertulis bagi 89 mahasiswa, sanksi sedang bagi 33 mahasiswa peserta dan panitia pelatihan kepemimpinan Fakultas Teknik.
- Rektor dan Dekan FT UBB untuk mencabut sanksi skorsing serampangan bagi 9 mahasiswa UBB yang bersolidaritas dan menyatakan pendapatnya tentang permasalahan kampus UBB.
- Rektor dan Dekanat FT UBB untuk memulihkan hak akademik serta keadaan mahasiswa UBB yang dikenai sanksi secara serampangan.