Ini Penjelasan Nurul Ghufron Gugat UU KPK ke MK Terkait Batas Minimal Umur Capim KPK

Welly Hidayat Suara.Com
Selasa, 15 November 2022 | 19:20 WIB
Ini Penjelasan Nurul Ghufron Gugat UU KPK ke MK Terkait Batas Minimal Umur Capim KPK
Komisioner KPK Nurul Ghufron. [Suara.com/Ahmad Su'udi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron akhirnya angkat bicara terkait dirinya mengajukan gugatan uji materiil (judicial review) Undang- Undang KPK nomor 19 tahun 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan yang dilayangkan yakni Pasal 29 huruf (e) yang poinnya berisi terkait batas minimal calon pimpinan KPK.

Ghufron menjelaskan menggugat pasal 29 huruf e yakni lantaran bertentangan dengan Pasal 34 UU KPK. Dimana, dalam pasal 29 huruf e itu batas umur minimal calon pimpinan KPK itu berusia 50 tahun dan usia maksimal 65 tahun.

"Itu pasal 29 huruf e yang kami uji. Batu uji, adalah menggunakan dengan pengujian sistematis. Yaitu, kami memandang ketentuan tersebut kontradiksi dengan pasal 34 uu KPK. Bahwa pimpinan KPK itu masa jabatannya empat tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa periode berikutnya," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).

Ghufron menekankan bahwa gugatan yang diajukannya itu sebagai pribadi. Bukan, dalam kapasitasnya sebagai pimpinan KPK. Klaimnya, Ghufron bahwa gugatan itu dilayangkan untuk mendapatkan kepastian hukum.

Baca Juga: Gugat UU KPK Terkait Batas Umur Capim KPK, Pukat UGM: Nurul Ghufron Hanya Peduli Kepentingan Pribadi

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron [Foto: ANTARA]
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron [Foto: ANTARA]

"Bahwa demi menjamin kepastian hukum, saya merasa kemudian perlu untuk mengajukan gugatan judicial review ke MK, antara pasal 29 dan pasal 34 itu,"ungkap Ghufron.

Ketika ditegaskan awak media, apakah Ghufron akan maju kembali mencalonkan menjadi pimpinan KPK, Ghufron tak menjawab secara tegas.

"Mencalonkan atau tidak itu nanti. Tapi yang jelas bahwa yg saja uji adalah norma," imbuhnya 

Sebelumnya, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Zaenur Rohman menilai Ghufron mengajukan gugatan UU KPK ke MK hanya untuk kepentingan pribadinya.

Gugatan yang dilayangkan Ghufron ke Mahkamah Konstitusi atau MK itu, mengenai pasal 29 huruf (E) UU KPK nomor 19 tahun 2019, mengenai batas minimal umur calon pimpinan KPK.

Baca Juga: Terima Laporan Dugaan Korupsi di PT. TransJakarta, KPK: Kami Verifikasi dan Telaah

Zaenur mengaku heran bahwa UU KPK no 19 tahun 2019 itu, banyak poin-poin yang mengandung pelemahan terhadap KPK. Tak satupun, Ghufron maju untuk menggugat sejumlah pasal itu. Maupun memberikan dukungan kepada masyarakat sipil anti korupsi yang mengajukan gugatan beberapa waktu lalu.

"Ini memang Nurul Ghufron hanya peduli terhadap kepentingan pribadinya. Untuk ingin maju kembali sebagai calon pimpinan KPK itu terhambat oleh UU KPK no 19 tahun 2019. Maka Nurul Ghufron mengajukan JR atau (judicial review)," ucap Zaenur kepada suara.com, Selasa (15/11/2022).

"Tidak ada JR yang dilakukan oleh Nurul Ghufron. Bahkan tidak memberikan dukungan terhadap JR yang dilakukan oleh masyarakat sipil," tambahnya

Gugat MK

Seperti diketahui, Ghufron menggugat UU KPK. Dalam isi permohonannya itu yang digugat secara materil (judicial review) pasal 29 huruf (e) UU KPK nomor 19 tahun 2019.

"Mengajukan permohonan pengujian materil terhadap norma Pasal 29 huruf (e) Undang- Undang RI nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU KPK nomor 30 tahun 2002," isi permohonan Ghufron dikutip dari situs MK, Senin (14/11/2022).

Dari poin E tersebut bahwa batasan calon pimpinan KPK 'Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima tahun) pada proses pemilihan.

Maka itu, ketika dilantik sebagai Wakil Pimpinan serta merangkap anggota pimpinan KPK periode 2019-2023 adalah berusia 45 tahun, dan umur pemohon ketika masa jabatannya berakhir adalah 49 (empat puluh sembilan) tahun.

"Mengakibatkan pemohon (Nurul Ghufron) yang usianya belum mencapai 50 (lima puluh tahun) tidak dapat mencalonkan diri kembali menjadi pimpinan KPK untuk periode yang akan datang," isi permohonan.

Hal tersebut, dalam isi permohonan Ghufron, hal ini kontradiktif dengan pasal 34  UU KPK nomor 30 Tahun 2002. Dimana menjelaskan ' Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".

"Dengan demikian sangat jelas pemohon yang saat ini menjabat wakil ketua KPK terugikan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum dan mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK untuk satu masa jabatan periode selanjutnya,"

Maka itu, isi petitum permohonan gugatan Nurul Ghufron berharap majelis hakim mahkamah konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.

Salah satunya terkait pasal 29 huruf (e) 29 huruf (e) Undang- Undang RI nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU KPK nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertentangan UU dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai.

"Dengan berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan,".

"Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam berita negara republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, dalam hal ini Mahkamah berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya," pungkasnya

Kepentingannya Dirugikan

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengaku setiap warga negara berhak mengajukan gugatan bila memang merasa dirugikan. Termasuk, Nurul Ghufron sebagai pihak pemohon yang merasa perlu adanya perubahan pada poin E pasal 29 UU KPK itu.

"Dalam ilmu hukum pada dasarnya memberi hak kepada siapa saja yang merasa kepentingannya dirugikan dapat mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap suatu UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945," kata Johanis melalui pesan singkatnya, Selasa (15/11/2022).

Adapun upaya yang dilakukan Ghufron, Johanis Tanak mengaku tak ada sekalipun dirinya memberi dukungan atau tak mendukung. Ia, lebih menilai itu hak pribadi dari setiap warga negara untuk mencari keadilan. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI