Suara.com - Sidang perdana kasus dugaan penyelewengan dana Aksi Cepat Tanggap (ACT) akan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022) besok. Agenda sidang yakni pembacaan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam sidang ini, ada tiga terdakwa yang dihadirkan yakni eks Presiden ACT Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Hariyana.
Untuk terdakwa Ahyudin teregister dalam nomor perkara 864/Pid.B/2022/PN JKT.SEL. Kemudian, tersangka Ibnu Khajar teregister dalam nomor perkara 865/Pid.B/2022/PN JKT.SEL.
Selanjutnya, tersangka Hariyana teregister dalam nomor perkara 866/Pid.B/2022/PN JKT.SEL. Sidang akan dipimpin oleh ketua majelis hakim Hariyadi serta dua hakim anggota Mardison dan Hendra Yuristiawan.
Baca Juga: Kasus Penyelewengan Dana ACT, Tiga Tersangka Dilimpahkan Ke Kejaksaan
"Selasa, 15 November 2022, sidang pertama (perkara ACT)," kata Pejabat Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto dalam keterangannya, Senin (14/11/2022).
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Kejari Jakarta Selatan menerima pelimpahan tersangka dan barang bukti atau tahap II perkara dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan di Yayasan ACT dari Penyidik Bareskrim Polri, Rabu (26/10/2022) lalu.
Dari empat tersangka, tiga tersangka dilakukan pelimpahan tahap II, yakni Ibnu Khajar, Heriyana Hermain, dan Ahyudin. Setelah pelimpahan, penahanan ketiga tersangka dititipkan oleh kejaksaan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
"Bahwa tiga tersangka tersebut ditahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri selama 20 hari terhitung mulai tanggal 26 Oktober 2022 hingga 14 November 2022," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.
Ketut menjelaskan pokok perkara dugaan penggelapan atau penggelapan dalam jabatan di Yayasan ACT ini terjadi dalam rentang waktu tahun 2021-2022.
Baca Juga: Ada Penyelewengan Donasi, Konten Promosi ACT Diusulkan untuk Ditarik dari Medsos
Perbuatan tindak pidana tersebut dilakukan Ahyudin selaku Ketua Pembina Yayasan ACT, Novariyadi Imam Akbari, dan Heriyana Hermain selaku anggota dewan serta Ibnu Khajar selaku pengurus.
Perkara ini berawal adanya kecelakaan Pesawat Lion Air JT-610 tanggal 18 Oktober 2018 yang diproduksi oleh Boeing. Lantas pihak Boeing memberikan dana BCIF kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat.
Namun dana tidak dapat diterima secara tunai akan tetapi diberikan dalam bentuk pembangunan atau proyek sarana pendidikan atau kesehatan.
Pihak Boeing meminta ahli waris menunjuk lembaga atau yayasan bertaraf internasional untuk menyalurkan dana BCIF tersebut, masing-masing ahli waris mendapat dana sebesar 144.550 dolar AS atau senilai Rp 2,066 miliar dari Boeing.
Atas rekomendasi 69 ahli waris melalui seleksi pada tanggal 28 Januari 2021, ACT menerima pengiriman dana dari Boeing sebesar Rp138, 54 miliar.
Akan tetapi dari dana BCIF yang semestinya dipakai mengerjakan proyek yang telah direkomendasikan oleh ahli waris korban kecelakaan Pesawat Boeing yang digunakan maskapai penerbangan Lion Air tidak digunakan seluruhnya namun hanya sebagian dan dana tersebut dipakai untuk kepentingan yang bukan peruntukannya.
Pada pelaksanaannya, penyaluran dana Boeing (BCIF) tersebut tak melibatkan para ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan proyek pembangunan dana Boeing (BCIF) dan pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap tidak memberitahukan kepada pihak ahli waris terhadap dana Boeing (BCIF) yang diterima dari pihak Boeing. Diduga pengurus Yayasan ACT melakukan penggunaan dana tidak sesuai peruntukannya untuk kepentingan pribadi berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi, operasional perusahaan serta kegiatan lain di luar program Boeing.
Bahwa tersangka Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Heriyana telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117,98 miliar untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air Pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari perusahaan Boeing sendiri.