Suara.com - Sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J ditunda selama sepekan akibat KTT G20 di Bali. Namun kesaksian yang disampaikan di persidangan beberapa pekan terakhir terus menjadi sorotan publik.
Salah satunya soal dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat kepada Putri Candrawathi di rumah Magelang.
Pasalnya asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo dan Putri, Susi, dengan tegas menyatakan tidak mengetahui atau melihat kekerasan seksual tersebut.
"Ada tidak tindakan pelecehan itu, terhadap Ibu PC? Kalau tidak tahu ya tidak tahu," cecar jaksa penuntut umum (JPU).
Pertanyaan itu langsung dibalas dengan gelengan kepala Susi, "Kalau saya tidak tahu."
Terdakwa Kuat Ma'ruf juga menyampaikan hal serupa. Hal ini seperti ditegaskan oleh kuasa hukum Kuat, Irwan Irawan, pasca persidangan pekan lalu.
"Dia tidak tahu. Dia hanya mendapatkan Ibu (Putri) di depan kamar, tergeletak di dekat (keranjang) pakaian yang mau dicuci itu," ujar Irwan.
Padahal dalam surat dakwaan Kuat disebut menghasut Putri untuk melaporkan dugaan kekerasan seksual yang dialami kepada Sambo dengan dalih daripada menjadi duri dalam rumah tangga.
Poin ini membuat Kuat begitu disorot, seperti dari ibunda Brigadir J yang sempat mempertanyakan apa peran Kuat sebenarnya di rumah tangga Sambo dan Putri.
Sampai saat ini kebenaran di balik pernyataan "duri dalam rumah tangga" yang disampaikan Kuat juga masih menjadi pertanyaan banyak pihak, tak terkecuali Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Iriawan.
Lewat program Kompas Siang, ia merasa heran dengan pengakuan Susi dan Kuat yang berubah, di mana sebelumnya mereka seolah menjadi saksi kunci terjadinya dugaan kekerasan seksual terhadap Putri. Pernyataan Kuat juga seolah menekankan benar ada sesuatu terjadi di rumah Magelang.
"Katakan tidak ada (dugaan kekerasan seksual) kenapa si KM pernah mengatakan 'Jangan ada duri di antara kita lapor aja ke Bapak'? Berarti ada sesuatu kan," kata Asep, dikutip Suara.com dari kanal YouTube KOMPASTV, Senin (14/11/2022).
"Kemudian juga Susi. Namanya asisten rumah tangga masa nggak denger majikan?" sambung Asep.
Meski begitu, Asep menekankan bahwa saat ini Sambo cs tengah dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana alih-alih dugaan kekerasan seksual.
Asep berpandangan persidangan harus segera kembali ke trah semula, yakni membuktikan adanya pembunuhan berencana tersebut ketimbang terus berkutat di peristiwa rumah Magelang.
"Terdakwanya itu adalah pembunuhan, itulah yang harus dibuktikan. Pelecehan seksual mah ngapain? Katakanlah ada, sekali lagi katakanlah ada, pelakunya yang di Magelang kan orang-orang itu," kata Asep.
"Katakanlah mengarah ke Yosua, Yosua-nya sudah mati kok, dia tidak punya hak untuk menjawab. Nggak boleh, itu pidana lho," imbuhnya.
Asep mengingatkan, memfitnah orang yang sudah meninggal dunia dapat dijerat dengan pasal pidana, baik yang bersifat delik aduan maupun tidak.
"Jadi jangan sampai menyalahkan orang yang sudah meninggal," tegas Asep.
Kembali ia menekankan pentingnya kembali fokus ke dakwaan pembunuhan berencana atau pembunuhan terhadap Sambo, Putri, Bharada E, Bripka RR, dan Kuat.
"Dakwaannya pembunuhan kok tanya-tanya pelecehan seksual? Apa nggak ada kerjaan? Katakan sekarang ada, apakah dengan adanya kekerasan seksual akan menyebabkan tindakan pembunuhannya hilang, hapus? Kan enggak," terang Asep.
"Jangankan hapus, ringan aja belum tentu. Karena dia penegak hukum yang melakukan pembunuhan itu, hukumannya lebih berat," pungkasnya.