Suara.com - Aktivis Irma Hutabarat turut memantau perkembangan sidang pembunuhan berencana Brigadir J yang telah berjalan beberapa pekan. Sejumlah hal menjadi catatannya, termasuk dugaan bahwa para saksi yang dihadirkan lebih membela Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
"Itu tidak mengherankan. Bukan cenderung membela Ferdy Sambo, tetapi pasti membela Ferdy Sambo. Mereka masih bekerja di sana, masih menerima gaji dari dia, masih tinggal di rumah dia, jadi bukan hanya relasi kuasa tapi jelas itu adalah orang bayaran," ungkap Irma di kanal YouTube Uya Kuya TV, Senin (14/11/2022).
Menurut Irma, para saksi yang merupakan ajudan serta asisten rumah tangga (ART) Sambo itu bahkan pernah disetir ketika membuat BAP. Alhasil kesaksian mereka banyak yang terkesan tidak konsisten ketika dikonfrontasi oleh hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) di persidangan.
"Yang terjadi di persidangan dengan di BAP bertolak belakang. (Susi sempat di-BAP) tiga kali, beda sama sekali (dengan kesaksian yang diungkap di persidangan). Alasannya waktu di-BAP tidak ingat," jelas Irma.
Pertanyaannya, dari mana Irma mengetahui bahwa para anak buah Sambo itu didikte ketika memberikan kesaksian?
Rupanya Irma mengaitkan keyakinannya tersebut dengan pernyataan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik beberapa bulan lalu. Menurutnya Komnas HAM menemukan adanya pesan WhatsApp di kalangan ajudan untuk menyamakan kesaksian yang diungkap di hadapan penyidik.
"Padahal, Damanik sebelum pensiun menjadi Ketua Komnas HAM pernah mengatakan bahwa ada WhatsApp dari para ajudan, termasuk Daden, RR, dan juga Bharada E, yang berisi script," terang Irma.
"'Nanti kalau ditanya ini jawabnya ini'," imbuh Irma, menirukan apa isi pesan WhatsApp yang diterima para ajudan Sambo tersebut.
Menariknya lagi, seluruh skenario yang disiapkan ini tak sanggup dibantah oleh para ajudan. "Jadi ada briefing, lalu ada juga jawaban 'Siap, Ndan! Siap, Ndan!'," tutur Irma.
Baca Juga: Eks Ajudan Mendadak Irit Bicara: Ferdy Sambo Injak Ceceran Darah Yosua saat Jemput PC
"Jadi pertanyaan yang diajukan kepada ajudan dan pembantu rumah tangga rata-rata serupa, setipe, kalau nggak ada dalam script (bilangnya) 'Saya lupa', nah itu kan bikin hakimnya naik darah," sambungnya.
Irma juga menambahkan bahwa BAP yang dibuat telah diatur sedemikian rupa untuk menutupi pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Upaya obstruction of justice juga diperparah dengan dilibatkannya pihak-pihak yang tidak sesuai prosedur. Misalnya Divisi Propam Polri yang ikut mengurus TKP.
"Kesalahan awalnya memang tidak ingin kasus ini terbuka, penuh dengan rekayasa, kesininya juga akan menjadi peradilan yang sesat kalau tidak jeli melihatnya," pungkas Irma menegaskan.