Suara.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Baiquni Wibowo, terdakwa kasus obstruction of justice pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Hal itu disampaikan dalam sidang dengan agenda putusan sela, Kamis (10/11/2022).
"Mengadili, menolak eksepsi keberatan atau eksepsi terdakwa Baiquni Wibowo untuk seluruhnya," kata hakim ketua Afrizal Hadi di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Atas hal itu, maka majelis hakim memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan sidang perkara ke tahap berikutnya. Adapun agendanya adalah pembuktian atau pemeriksaan saksi.
"Memerintahkan untuk melanjutkan sidang dengan menghadirkan seluruh saksi pada persidangan yang akan datang," sambung hakim Afrizal.
Hakim Afrizal menambahkan, sidang akan kembali berlangsung pada Kamis (17/11/2022) dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan JPU.
Eksepsi Baiquni
Tim kuasa hukum Baiquni meminta menjelis hakim menangguhkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Sebab, Baiquni disebut telah mengajukan permohonan administrasi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 30 September 2022.
"Menangguhkan dakwaan untuk menunggu sampai dengan putusan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dalam perkara Nomor: 2/P/PW/2022/PTUN-JKT berkekuatan hukum tetap," kata hukum Baiquni, Junaedi Saibih saat membacakan eksepsinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (26/10/2022).
Junaedi juga menilai apa yang dilakukan Baiquni menghapus salinan rekaman CCTV di sekitar Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan semata-mata bentuk menjalankan perintah atasannya, yakni Ferdy Sambo.
"Sehingga apabila terhadap tindakan tersebut diduga mengandung unsur penyalahgunaan wewenang atau onrechtmatige overheidsdaad atau perbuatan yang bersifat melawan hukum oleh penguasa, maka tindakan tersebut harus diuji terlebih dahulu melalui pemeriksaan di PTUN dan sanksi atas hasil pengujian tindakan tersebut hanyalah dapat berupa sanksi administrasi," katanya.
Di sisi lain, lanjut Junaedi, Baiquni melakukan perbuatan tersebut juga berdasar informasi terbatas dan atas adanya ancaman dari Ferdy Sambo. Sehingga yang semestinya bertanggung jawab dalam hal ini menurutnya ialah Ferdy Sambo.
"Maka tindakan faktual tersebut tidak menjadi tanggung jawab dan kesalahan jabatan aparatur pemerintahan pelaksana, tetapi sepenuhnya berada pada tanggung jawab dan kesalahan aparatur pemerintahan penyelenggara," ujar Junaedi.
Selain meminta ditangguhkan, Junaedi juga majelis hakim membatalkan dakwaan JPU terhadap Baiquni demi hukum. Alasannya, karena dakwaan tersebut premature.
"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima atau menyatakan surat dakwaan premature untuk diajukan oleh karenanya penuntutan terhadap Terdakwa ditangguhkan karena terdapat sengketa prayudisial (prejudiciel geschil)," tuturnya.