Gusur Lahan Petani di Minahasa, Menparekraf Hingga Polisi Diduga Langgar HAM

Rabu, 09 November 2022 | 18:49 WIB
Gusur Lahan Petani di Minahasa, Menparekraf Hingga Polisi Diduga Langgar HAM
Sejumlah warga berusaha menghalangi aksi penggusuran yang dilakukan aparat gabungan di Desa Kalasey Dua, Minahasa, Sulawesi Utara pada Senin (7/11/2022). [Tangkapan layar akun IG soli_petra]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Manado mengungkap sejumlah dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) atas penggusuran lahan petani di Desa Kalasey Dua, Minahasa, Sulawesi Utara yang terjadi pada Senin (7/11) lalu.

Direktur LBH Manado, Frank Tyson Kahiking mengatakan dugaan pelanggaran HAM dilakukan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Utara, Menteri Parekraf Sandiaga Salahuddin Uno, Kapolresta Manado, Kabag Ops Polresta Manado, Kasat Reskrim Polresta Manado.

Kemudian Komandan Brimob Polresta Manado, Kasatpol PP Provinsi Sulawesi Utara, anggota Polresta Manado dan anggota Satpol PP Provinsi Sulawesi Utara.

"Dari peristiwa penggusuran tersebut, LBH Manado mencatat bahwa telah terjadi pelanggaran HAM. Antara lain, hak hidup, hak atas standar hidup yang layak, hak atas pangan, hak atas pekerjaan, hak bebas dari penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi, hak bebas dari penangkapan sewenang-wenang, hak atas rasa aman dan bebas dari ancaman dan intimidasi," kata Frank kepada Suara.com, Rabu (9/11/2022).

Baca Juga: Bertemu Menteri Pariwisata Arab Saudi, Menparekraf Bahas Investasi Pariwisata dan Jemaah Umrah

Pada Senin (7/11) lalu, lahan seluas 20 hektare yang digarap petani Desa Kalasey Dua digusur paksa aparat gabungan dari Satpol PP dan anggota polisi. Penggusuran dilakukan tanpa adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.

Frank bilang, padahal lahan tersebut sedang dikuasai oleh petani Kalasey Dua sejak awal kemerdekaan.

"Terkait SK Hibah Gubernur Sulawesi Utara kepada Menparekraf yang menjadi landasan penggusuran itu pun sedang disengketakan dan saat ini berada pada tahap kasasi di Mahkamah Agung," ujarnya.

LBH Manado melaporkan, penggusuran dilakukan dengan pengawalan kurang lebih 100 anggota Polresta Manado yang terdiri dari satuan Sabhara, Polwan, Brimob dan Resmob, serta kurang lebih 40 anggota Satpol PP Sulut.

"Sejak pukul 10.00 pagi sampai 15.00 WITA, dua unit excavator meratakan tanaman-tanaman kelapa, pisang, dan tanaman hortikultura lainnya milik petani. Akibatnya, sejumlah petani kehilangan sumber mata pencaharian dan sumber makanan yang telah menghidupi keluarga petani," ungkap Frank.

Baca Juga: Khawatir Dunia "Mabuk", Megawati Ingatkan Soal Hak Asasi Manusia

Pada saat itu, nggota Polresta Manado dan anggota Satpol PP Sulut melakukan kekerasan fisik terhadap masyarakat.

"Sebanyak 8 orang petani mengalami pemukulan dengan tangan kosong, pentungan, dan tameng, mengalami penarikan paksa, dipiting, dicakar, ditendang, diinjak, mendapatkan cacian dengan kata-kata binatang, serta mengalami tembakan gas air mata yang mengenai badan korban," beber Frank.

"Akibatnya, para korban mengalami luka memar, luka robek, kaki pincang, dan trauma psikis. Dimana 2 orang korban merupakan perempuan dan 2 orang lainnya adalah lansia," sambungnya.

Tak hanya itu, aparat Polresta Manado dan Satpol PP melakukan penangkapan secara sewenang-wenang terhadap 46 warga. Sebanyak 6 orang diantaranya petani, 14 orang perempuan dan 2 orang jurnalis.

Kata Frank, penangkapan dilakukan tanpa dasar hukum. Aparat dilaporkan melakukan penangkapan secara acak.

"Lalu ditarik secara paksa. Mereka dibawa ke Polresta Manado dan diinterogasi oleh penyidik di Satreskrim Polresta Manado," imbuhnya.

Apara juga dilaporkan melakukan penghalangan pendampingan hukum oleh dua pengacara LBH Manado.

"Pada saat hendak menemui pimpinan anggota kepolisian yang berada di lokasi, Kabag Ops Polresta Manado memerintahkan kedua pengacara publik itu untuk ditangkap. Mereka lalu ditarik paksa oleh sejumlah 4 anggota Satpol PP kemudian dinaikan ke mobil dinas Polresta Manado dan dibawa ke Polresta Manado," tutur Frank.

Kekinian sebanyak 40 anggota polisi dan Satpol PP masih berada lahan petani, menduduki pos-pos penggusuran.

"Akibatnya, beberapa petani menjadi takut dan kuatir dan belum berani melakukan aktivitas di sekitar lahan perkebunan. Mereka mengalami trauma akibat peristiwa penggusuran yang dilakukan aparat kepolisian dan Satpol PP," ujar Frank.

Atas berbagai hal tersebut, LBH Manado menuntut:

1. Tarik Mundur Aparat Kepolisian dan Satpol PP dari Lahan Garapan Petani.

2. Hentikan proses Penggusuran Paksa oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.

3. Batalkan SK Hibah Gubernur Sulut No. 368/2021 kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.

4. Segera proses hukum terhadap aparat Kepolisian dan Satpol PP pelaku kekerasan.

5. Kapolda Sulawesi Utara, Kapolresta Manado, Komandan Brimob, Kabag Ops Polresta Manado dan Kasat Pol PP bertanggung jawab atas jatuhnya korban dalam peristiwa di Desa Kalasey Dua, Minahasa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI