Pasal Penghinaan Presiden Diubah di Draf Terbaru RKUHP: Ancaman Pidana Berkurang, Tak Termasuk saat Unjuk Rasa

Rabu, 09 November 2022 | 17:47 WIB
Pasal Penghinaan Presiden Diubah di Draf Terbaru RKUHP: Ancaman Pidana Berkurang, Tak Termasuk saat Unjuk Rasa
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej (kiri) mengikuti rapat Membahas penyampaian penyempurnaan RKUHP hasil sosialisasi Pemerintah, Rabu (9/11/2022). [ANTARA FOTO/Aprillio Akbar]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah mengubah keterangan Pasal 218 tentang penghinaan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden di dalam draf RKUHP. Perubahan itu disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward O. S Hiariej dalam rapat dengar pendapat di Komisi III DPR.

Dalam slide yang dipaparkan Edward, tertulis pengubahan penjelasan Pasal 218 itu masuk poin pasal yang dilakukan reformulasi.

"Jadi kami memberikan penjelasan supaya tidak terjadi multi intepretasi. Ini betul-betul berdasarkan masukan dari hasil dialog publik," kata Edward di dalam rapat, Rabu (9/11/2022).

Terpisah, dalam draf matriks penyempurnaan RKUHP berdasarkan hasil dialog publik 2022, perubaham sejumlah pasal termasul Pasal 218 dijelaskan lebih detail.

Perubahan dibandingkan dari sebelumnya draf akhir pada 4 Juli 2022 dengan draf 9 November 2022. Mengacu pada draf matriks, diketahui perubahan Pasal 218 terjadi di bagian ancaman pidana penjara. Jika pada draf sebelumnya ancaman pidana penjara tertulis 3 tahun 6 bulan, di draf terbaru ancaman pidana berkurang menjadi 3 tahun.

"Ancaman pidana penjara Pasal 218 menjadi 3 tahun (empat kali lipat pidana pencemaran terhadap orang)," tulis keterangan di draf matriks-

Selain itu ada reformulasi pada ayat 1 dan ayat 2 Pasal 218. Reformulasi itu dijelaskan detail oleh Edwar selepas rapat. Adapun reformulasi itu merupakan tindak lanjut masukan ICJR dan hasil dialog publik.

"Misalnya tambahan penjelasan itu bahwa penyerangan harkat dan martabat itu yang dimaksudkan adalah menista atau memfitnah. Kemudian di situ dikatakan juga bahwa pasal ini tidak dimaksudkan untuk menghalangi kebebasan berpendapat, kebebasan berdemokrasi, kebebasan berekspresi yang diwujudkan antara lain dalam unjuk rasa," kata Edward.

Penambahan penjelasan dengan kata unjuk rasa itu dikatakan Edward untuk memastikan bahwa pemerintah tidak membatasi kebebasan berpendapat.

Baca Juga: Masa Sidang Singkat, DPR Tak Keburu Waktu Kejar Pengesahan RKUHP Di Akhir Tahun

"Jadi pemerintah ingin menyatakan dalam penjelasan itu bahwa sebetulnya unjuk rasa itu tidak menjadi persoalan, tidak menjadi masalah. Makanya mengapa kami bunyikan, kalau dia menyampaikan ekspresi atau pendapatnya dalam bentuk unjuk rasa sebagai sesuatu yang tidak ada masalah," ujar Edward.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI