Tim Pesepeda Chasing The Shadow Greenpeace Diintimidasi Kelompok Ormas Di Probolinggo, Dipaksa Bikin Surat Pernyataan

Selasa, 08 November 2022 | 10:31 WIB
Tim Pesepeda Chasing The Shadow Greenpeace Diintimidasi Kelompok Ormas Di Probolinggo, Dipaksa Bikin Surat Pernyataan
Tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace diintimidasi di Probolinggo. (Foto: Ist)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Insiden intimidasi menyasar tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace. Mereka diadang oleh sekelompok orang dari beberapa organisasi masyarakat atau ormas yang mengaku sebagai perwakilan masyarakat Probolinggo.

Kelompok ormas tersebut mendatangi tim Greenpeace yang tengah singgah dalam perjalanan di Probolinggo, Jawa Timur. Mereka menyatakan menolak kegiatan bersepeda dan kegiatan kampanye Chasing the Shadow di Bali.

"Salah satu teman kami yang ikut dalam rombongan dipaksa membuat surat pernyataan dengan tanda tangan di atas materai agar tidak melanjutkan perjalanan, atau tidak melakukan kampanye apa pun selama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali," kata Kepala Greenpeace, Leonard Simanjuntak dalam siaran persnya, Selasa (8/11/2022).

Leonard mengatakan, tim pesepeda sudah mengalami intimidasi sejak berada di Semarang, Jawa Tengah baik dari orang-orang tak dikenal maupun yang berseragam polisi. Sekitar tujuh orang yang mengaku polisi sempat mendatangi tim Greenpeace yang sedang on air di sebuah stasiun radio.

Baca Juga: Aktivis Greenpeace yang Hendak Bersepeda ke Bali Dicegat di Probolinggo

"Mereka menanyakan rencana aksi di Simpang Lima, Semarang, padahal Greenpeace tak berencana menggelar aksi di kawasan tersebut. Di Semarang, Greenpeace menggelar acara pameran foto, diskusi, dan pertunjukan musik di Gedung Oudetrap, Kota Lama," beber dia.

Sejumlah aparat berseragam Korps Bhayangkara dan militer, lanjut Leonard juga kerap terlihat di tempat-tempat yang didatangi para pesepeda dan tim Greenpeace Indonesia. Misalnya di Desa Timbulsloko, Sayung, Demak, dan di Desa Tegaldowo, Gunem, Rembang.

Leonard menambahkan, represi kian meningkat saat tim bergerak dari Semarang menuju Surabaya. Tim Chasing the Shadow mengalami teror berupa pengintaian dari orang tidak dikenal dan indikasi perusakan kendaraan.

"Puncaknya terjadi dalam perjalanan menuju Probolinggo, di mana ancaman jika kami melanjutkan perjalanan disampaikan secara terang-terangan, baik secara lisan maupun melalui penggembosan ban kendaraan," ucap dia.

Greenpeace menilai, hal tersebut sangat merusak prinsip demokrasi dan mencederai kebebasan berpendapat yang dijamin dalam konstitusi. Pola represif semacam ini juga banyak terlihat dalam kasus-kasus perampasan lahan, seperti di Kendeng dan Kulonprogo.

Baca Juga: Jateng Jadi Episentrum Perbudakan ABK Modern, Greenpeace: Intervensi Perusahaan Perekrut Harus Tegas

"Dalam melakukan kampanye, kami selalu menerapkan prinsip-prinsip antikekerasan," beber Leonard.

Ihwal Kampanye

Pesan kampanye yang dibawakan Greenpeace dalam kegiatan tur sepeda adalah mengabarkan kepada publik bahwa krisis iklim sudah terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Selain itu, krisis iklim juga mengancam sejumlah aspek dalam kehidupan, termasuk pangan dan sejarah kebudayaan.

"Justru, kegiatan bersepeda merupakan salah satu cara kami dalam mempromosikan solusi iklim untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik. Sepeda merupakan simbol kendaraan yang paling minim emisinya sebagai solusi iklim."

Leonard menyebut, salah satu solusi untuk mencegah dampak krisis iklim adalah dengan melakukan akselerasi transisi energi. Dalam dokumen NDC, jika Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), transisi energi adalah hal mutlak yang harus dilakukan secara serius, ambisius, dan adil.

"Hal ini merupakan seruan Tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace yang disampaikan secara damai, kreatif, dan terbuka."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI