Suara.com - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil langkah, dengan memimpin proses hukum terhadap sejumlah petinggi Polri yang diduga terlibat dalam lingkaran tambang ilegal. Dorongan itu disampaikan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).
Kabar dugaan keterlibatan petinggi Polri dalam lingkaran tambang ilegal mencuat setelah video pengakuan seorang mantan anggota Polisi bernama Ismail Bolong muncul di media sosial (medsos).
Dia menyebut Kabareskim Polri Komjen Pol Agus Andrianto diduga menerima uang setoran dari tambang ilegal senilai Rp6 miliar.
"Berhubung aktornya diduga deretan jenderal yang berkuasa, maka Presiden Jokowi mesti mengambil langkah, memimpin secara langsung proses hukum atas sejumlah temuan aktor itu," kata Koordinator JATAM Melky Nahar saat dihubungi Suara.com pada Senin (7/11/2022).
Berdasarkan catatan JATAM, permasalahan mafia tambang semakin hari semakin kompleks. Dugaan keterlibatan anggota Polri bukan hanya persoalan personal anggotanya.
"Tetapi, persoalan institusi. Sehingga mekanisme penyelesainnya harus dari aparat penegak hukumnya dulu," katanya.
Terkait informasi yang diungkap Ismail Bolong, ia menilai bukan sesuatu kasus baru. Diakui JATAM, perputaran uang tambang ilegal sangat menggiurkan. Kabareskim Polri Komjen Pol Agus Andrianto disebut-sebut diduga menerima uang senilai Rp6 miliar.
"Sehingga, dengan maraknya operasi penambangan ilegal itu, kita bisa membayangkan sumber cuan yang didapat aparat," kata Melky.
Catatan JATAM di Kalimantan Timur (Kaltim), ada 151 titik aktivitas tambang ilegal. Informasi yang diungkap Iwan Bolong dari baru salah satunya.
Baca Juga: Soal Pengakuan Ismail Bolong, Komisi III: Ini Jadi Tantangan Kapolri Bersih-bersih Internal
"Kasus yang diungkap Ismail itu baru satu. Di Kalimantan Timur, ada 151 titik aktivitas tambang ilegal. Hanya ada tiga kasus yang sedang dalam proses hukum hingga saat ini," ungkapnya.
Lingkaran keterlibatan anggota Polri dalam tambang ilegal memiliki sejumlah peran. Melky mengungkap, mereka biasanya menjadi pemodal, menampung dan menjual hasil produksi komoditas tambang.
"Khusus terkait penegakan hukum, aparat itu cenderung tebang pilih, tajam kepada penambang yang yang diduga tidak menyetor 'dana keamanan' kepada aparat. Pun ada kasus penegakan hukum atas tambang ilegal tertentu, biasanya juga bocor, sehingga tak jadi ada penindakan di lapangan. Artinya penegakan hukum yang dilakukan cenderung by order," kata dia.
Pengakuan Ismail Bolong
Untuk diketahui, nama mantan anggota polisi Ismail Bolong mencuat ke publik setelah pengakuannya yang menyebut Kabareskim Polri Komjen Pol Agus Andrianto menerima setoran uang dari tambang ilegal.
"Terkait dengan kegiatan yang saya lakukan saya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim yaitu ke bapak Kabareskrim Komjen Pol Agus Hardianto dengan memberikan uang sebanyak tiga kali yaitu pada bulan September 2021 sebesar Rp 2 miliar, Oktober 2021 sebesar Rp 2 miliar dan November 2021 sebesar Rp 2 miliar," tuturnya.
Tak hanya kepada Agus, Ismail juga pernah memberikan sumbangan ke Polres Bontang sebesar Rp 200 juta. Uang itu diserahkan ke Kasatreskrim Bontang AKP Asriadi di ruang kerjanya.
Klarifikasi Ismail Bolong, Buat Video Ditekan Hendra Kurniawan
Belakangan Ismail Bolong mengklarifikasi, dia membantah bahwa Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menerima setoran uang.
"Nama saya Ismail Bolong saya saat ini sudah pensiun dini dari anggota Polri aktif mulai bulan Juli 2022. Perkenankan saya mohon maaf kepada Kabareskrim atas berita viral saat ini yang beredar. Saya klarifikasi bahwa berita itu tidak benar dan saya pastikan berita itu saya tidak pernah komunikasi sama Pak Kabareskrim apalagi memberikan uang. Saya tidak kenal," kata Ismail Bolong dalam video dikutip Suara.com, Minggu (6/11/2022) kemarin.
Ismail Bolong juga mengaku kaget saat mengetahui video testimoni dirinya yang ketika itu dilakukan dalam tekanan baru viral saat ini. Menurutnya video tersebut dibuat pada Februari 2022 lalu.
"Saya kaget viral sekarang. Saya perlu jelaskan bahwa pada bulan Februari itu datang anggota Mabes Polri dari Paminal Mabes Polri memeriksa saya untuk memberikan testimoni kepada Kabareskrim dalam penuh tekanan dari Pak Hendra, Brigjen Hendra pada saat itu saya komunikasi melalui HP melalui anggota Paminal dengan mengancam akan bawa kamu ke Jakarta kalau nggak mau melakukan testimoni," katanya.