Membandingkan Beda Sikap Indonesia dengan Korsel Tanggapi Tragedi Kanjuruhan dan Itaewon

Farah Nabilla Suara.Com
Jum'at, 04 November 2022 | 16:28 WIB
Membandingkan Beda Sikap Indonesia dengan Korsel Tanggapi Tragedi Kanjuruhan dan Itaewon
Suporter sepak bola meletakkan atribut Arema saat mengikuti doa bersama bagi korban Tragedi Kanjuruhan di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, Bali, Senin (3/10/2022). [ANTARA FOTO/Fikri Yusuf]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ada dua peristiwa memilukan yang terjadi pada Oktober 2022 lalu. Keduanya terjadi di beda negara, namun memiliki kesamaan, yakni jatuhnya ratusan korban jiwa dalam sebuah acara kerumunan.

Dua peristiwa itu adalah Tragedi Kanjuruhan yang terjadi di Malang, Jawa Timur awal Oktober dan Tragedi Itaewon di Seoul, Korea Selatan pada akhir Oktober 2022 lalu.

Dalam Tragedi kanjuruhan setidaknya 135 nyawa melayang, sementara pada Tragedi Itaewon menewaskan sedikitnya 154 orang.

Lantas bagaimana kah sikap pimpinan aparat kepolisian di kedua negara pasca tragedi berdesak-desakan yang berujung mau itu? Berikut ulasannya.

Baca Juga: Konser NCT Dapat Ancaman Bom, Polisi Turun Tangan Bawa Anjing Pelacak

Tragedi Kanjuruhan

Tragedi di Stadion Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022, usai laga Persebaya Surabaya versus Arema FC. Dalam laga tersebut, Arema FC kalah dengan skor 2-3.

Suporter Arema yang kecewa lalu turun ke lapangan dengan tujuan menghampiri pemain dan ofisial untuk menyatakan kekecewaannya.

Namun hal itu lalu direspon oleh aparat kepolisian dengan represif. Mereka menendang dan memukul para suporter. Tak hanya itu, aparat kepolisian juga menembakan gas air mata.

Setelah itu suporter dan penonton berdesakan keluar dari stadion. Namun satu pintu stadion masih tertutup dan terkunci, sehingga terjadi penumpukan. Inilah yang menewaskan sedikitnya 135 orang dalam insiden itu.

Baca Juga: Fakta-fakta Video Seks 'Kebaya Merah': Trending hingga Tuai Atensi Polisi

Sejauh ini, dalam peristiwa tersebut, Polda Jawa Timur telah menetapkan enam tersangka,yakni 3 dari kalangan sipil yakni pihak penyelenggara laga tersebut dan 3 lainnya dari kepolisian terkait pengamanan di dalam stadion.

Namun pihak kepolisian membantah kalau penyebab kematian 135 orang tersebut adalah karena tembakan gas air mata.

Kepolisian juga menyatakan, penembakan gas air mata tersebut telah dilakukan sesuai prosedur, meski langkah tersebut adalah terlarang menurut aturan FIFA.

Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang dibentuk Presiden Joko Widodo, telah merekomendasikan sejumlah langkah hukum yang harus ditempuh berdasarkan fakta-fakta yang mereka temukan dari insiden tersebut.

Salah satu rekomendasi tersebut adalah memeriksa pejabat Polri yang meneken surat rekomendasi agar laga tersebut dilakukan malam hari, meski hal tersebut berisiko tinggi.

"Langkah pimpinan Polri yang telah melakukan proses pidana dan tindakan administrasi dengan melakukan demosi sejumlah pejabat, sudah menjawab sebagian harapan masyarakat dan patut diapresiasi," demikian dikutip dari kesimpulan dan rekomendasi dalam laporan TGIPF yang telah diserahkan ke Jokowi pada 14 Oktober lalu.

"Namun, tindakan itu juga perlu ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan lanjutan terhadap pejabat Polri yang menandatangani surat rekomendasi izin keramaian Nomor Rek/000089/IX/YAN.2.1/2022/DITINTELKAM tanggal 29 September 2022 yang dilakukan oleh Dirintelkam atas nama Kapolda Jawa Timur," kelanjutan rekomendasi yang diperuntukkan bagi Polri di dalam laporan TGIPF itu. bunyi rekomendasi TGIPF.

Polri tegaskan gas air mata bukan penyebab kematian

Meski rekomendasi telah dikeluarkan,namun kepolisian tetap berkelit dan mengklaim kalau gas air mata bukanlah penyebab kematian ratusan orang di Stadion Kanjuruhan.

Untuk memperkuat pernyataan tersebut, kepolisian bahkan mengutip pernyataan sejumlah ahli dan dokter spesialis yang menangani korban.

"Tidak satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10/2022).

Dedi menjelaskan, pada prinsipnya gas air mata hanya menyebabkan iritasi pada mata, kulit dan sistem pernapasan dan tidak menimbulkan efek yang fatal.

Karena itulah, menurut Dedi, penyebab kematian 135 orang tersebut dikarenakan kekurangan oksigen akibat berdesakan di pintu keluar stadion.

Pernyataan Polri bertolak belakang dengan temuan TGIPF bentukan Jokowi dan temuan Komnas HAM. Keduanya menyatakan gas air mata adalah faktor utama pemicu terjadinya tragedi yang menyebabkan 135 nyawa melayang.

Kepolisian Malang bersujud tanda berduka

Di hari yang sama ketika Mabes Polri menyatakan gas air mata bukan penyebab kematian 135 orang di Stadion Kanjuruhan, akun Twitter @polrestamakota mengunggah foto Kapolresta Malang Kota dan jajarannya tengah bersujud.

Aksi sujud yang dilakukan di halaman Mapolresta Malang Kota itu dilakukan sebagai tanda berduka dan menyesal atas terjadinya indisen di Stadion Kanjuruhan.

"Mohon ampun kami kepada-Mu ya Rabb atas peristiwa yang terjadi pada 1 Oktober silam. Tak lupa permohonan maaf juga kami haturkan kepada korban dan keluarganya beserta Aremania Aremanita. Kabulkan doa kami, ya Rabb," demikian keterangan dalam unggahan itu.

Sehari setelahnya, Kapolres Malang AKBP Putu Khulis Aryana berkunjung ke Stadion Kanjuruhan usai resmi menggantikan AKBP Ferli Hidayat.

Dalam kesempatan ituAKBP Putu bersimpuh di Stadion Kanjuruhan untuk mendoakan para korban jiwa dalam insiden tersebut.

Tragedi Itaewon dan sikap kepolisian Korsel

Berbeda dengan di Indonesia, pada Selsa (1/11/2022) Kepala Kepolisian Korea Selatan YoonHee-keun langsung menghaturkan permintaan maaf atas tragedi dalam pesta Halloween di Itaewon, Seoul,yang menewaskan 156 orang.

Tak hanya meminta maaf, Yoon juga membungkuk dan menyatakan dirinya bertanggung jawab atas insiden tersebut.

Ia mengakui, respon kepolisian dalam menangani peristiwa Halloween Itaewon itu ‘tidak memadai’.

"Saya merasa tanggung jawab yang besar sebagai kepala lembaga pemerintah terkait, Saya akan berusaha melakukan yang terbaik untuk mencegah tragedi tragis serupa terulang lagi di masa depan di saat sekali lagi," kata Yoon setelah membungkuk di ruang konferensi pers di Seoul.

Tak hanya Kepala Kepolisian Korsel, sejumlah pejabat, termasuk Wali Kota Seoul dan Menteri Dalam Negeri Korea Selatan juga menyampaikan permintaan maafnya pada publik.

 Bahkan, Wali Kota Seoul Oh Se-hoon sampai meneteskan air mata selama konferensi pers mengenai tragedi Itaewon.

"Sebagai Wali Kota Seoul yang bertanggung jawab atas kehidupan dan keselamatan warga, saya merasakan tanggung jawab yang tak terbatas atas kecelakaan itu dan menyampaikan permintaan maaf saya yang terdalam," kata Oh sambil berlinang air mata pada Selasa (1/10/2022).

Di tempat terpisah,Menteri Dalam Negeri Korea Selatan Lee Sang-min meminta maaf atas peristiwa itu sambil membungkukkan badan di pertemuan dengan parlemen.

"Saya sangat meminta maaf kepada rakyat sebagai anggota Kabinet dalam posisi bertanggung jawab tanpa batas atas keselamatan rakyat," kata Lee.

Kontributor : Damayanti Kahyangan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI