Suara.com - Komnas HAM kini tengah merilis hasil temuan terhadap penyidikan Tragedi Kanjuruhan yang kini tengah memasuki usianya yang genap satu bulan sejak insiden tersebut terjadi pada Sabtu (1/10/2022) lalu.
Adapun di antara temuan-temuan tersebut, disinyalir bahwa adanya pelanggaran aturan terkait keamanan yang dilakukan oleh PSSI hingga meletusnya insiden itu. Ironisnya, aturan tersebut justru telah dibuat oleh pihak PSSI sendiri.
Selain itu, Komnas HAM juga menemukan temuan baru terkait penggunaan gas air mata hingga kondisi korban yang mengenaskan.
Berikut deretan temuan baru dari Komnas HAM terkait Tragedi Kanjuruhan.
1. Jumlah tembakan gas air mata bertambah
Sebelumnya, pihak aparat kepolisian sempat menyebut bahwa pihaknya hanya menembak sejumlah 11 proyektil gas air mata ke area stadion.
Kini, angka tersebut bertambah dalam laporan yang dibuat oleh Komnas HAM.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengungkap tak hanya unit Brimob, namun Sabhara juga turut menembakkan gas air mata sehingga menambah jumlah total proyektil yang ditembakkan.
Adapun total gas air mata yang ditembakkan oleh aparat keamanan dilaporkan sejumlah 45 butir.
Baca Juga: Menpora Amali Prediksi Liga 1 2022-2023 Lanjut Tanpa Penonton
"Jadi itu sebanyak 45 kali," ujar Beka di konferensi pers, Rabu (2/11/2022).
2. Ungkap kondisi korban: Sesak nafas hingga patah tulang
Komnas HAM sepakat dengan aparat kepolisian bahwa jumlah korban jiwa Tragedi Kanjuruhan berjumlah 135.
Lebih lanjut pihak Komnas HAM memaparkan detil tentang kondisi para korban yang mengenaskan.
Beka menyebut mayoritas dari korban jiwa yang tewas dalam tragedi tersebut mengalami sesak nafas saat berdesakan sebelum menjemput ajal.
Mengenaskannya lagi, paru-paru korban ditemukan memar akibat kerusuhan itu.
"Sebagian besar korban mengalami gangguan pernapasan dan ditemukan ada memar di paru-paru akibat trauma atau benturan," lanjut Beka.
Tak cukup di situ, beberapa korban juga mengalami patah tulang usai terjebak kerumunan.
3. Rekaman CCTV tak dihapus, melainkan data berubah
Komnas HAM membuktikan di lapangan bahwa rekaman CCTV yang menampilkan kondisi saat kericuhan tidak dihapus secara sengaja.
Beka menyebut bahwa data rekaman berubah lantaran setting perangkat CCTV yang baru masih berada di kondisi setelan pabrik alias factory setting.
4. Singgung soal waktu pertandingan: broadcaster takut kehilangan sponsor
Komnas HAM juga menyinggung soal waktu pertandingan yang sempat menuai polemik. Waktu kick off atau ditiupnya peluit mulai pertandingan sebelumnya telah menempuh diskusi panjang yang melibatkan PT LIB dan Indosiar selaku broadcaster alias penyiar.
Pihak Indosiar disebut takut kehilangan sponsor dan enggan untuk mengganti jadwal kick-off. Sehingga pertandingan akhirnya tetap dimulai pada malam hari.
5. PSSI langgar aturan sendiri dan verifikasi stadion belum diperbarui
Pihak PSSI juga tak luput dari perhatian Komnas HAM.
Beka menyebutada indikasi bahwa PSSI melanggar aturan yang dibuat oleh mereka sendiri terkait dengan prosedur keamanan. Usut punya usut, PSSI tak menjelaskan secara gamblang prosedur keamanan sesuai standar FIFA ke kepolisian.
Larangan penggunaan gas air mata sesuai aturan FIFA juga luput dari aturan yang disampaikan oleh PSSI ke kepolisian.
"Jadi ketika penyusunan PKS (perjanjian kerja sama), PSSI tak menjelaskan apa yang dilarang, apa yang boleh, jadi hanya disandingkan saja, kemudian selesai," ungkap Beka.
Tak hanya itu, kondisi keamanan terkait stadion Kanjuruhan juga dinilai bermasalah. Sebab, stadion tersebut terakhir kali memperoleh verifikasi 2 tahun silam.
"Verifikasi Stadion Kanjuruhan dilakukan pada Februari 2020, dilakukan PT LIB, dengan status: Stadion Kanjuruhan tak memiliki dokumen sertifikat stadion, rencana evakuasi, ground rule, surat ketersediaan lapangan," pungkas Beka.
Kontributor : Armand Ilham