Suara.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta majelis hakim untuk menolak nota keberatan atau eksepsi Baiquni Wibowo, terdakwa kasus obstruction of justice terkait kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Pasalnya surat dakwaan yang disusun sudah cermat dan jelas.
JPU juga menilai, surat dakwaan terhadap Baiquni juga telah lengkap dengan memenuhi syarat formil dan materill. Adapun dakwaan itu dibacakan pada Rabu (19/10/2022) lalu.
"Serta dengan tegas menyatakan bahwa seluruh alasan surat keberatan yang diajukan oleh terdakwa melalui PH tersebut tidak berdasarkan hukum dan patut lah dikesampingkan," kata JPU di ruang sidang 3 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (3/11/2022).
Atas uraian tersebut, JPU meminta hakim menolak nota keberatan yang dilayangkan oleh Baiquni.
Selain itu, JPU meminta agar surat dakwaan yang telah dibacakan dapat menjadi dasar pemeriksaan dalam perkara ini.
"Satu, menyatakan menolak nota keberatan terdakwa dan PH terdakwa Baiquni Wibowo untuk keseluruhan. Dua, menyatakan surat dakwaan atas nama Baiquni Wibowo telah disusun sebagaimana ketentuan KUHAP dan oleh karena itu surat dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar pemeriksaan ini," urai JPU.
Nota Keberatan
Sebelumnya, tim kuasa hukum Baiquni meminta menjelis hakim menangguhkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Sebab, Baiquni disebut telah mengajukan permohonan administrasi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 30 September 2022.
"Menangguhkan dakwaan untuk menunggu sampai dengan putusan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dalam perkara Nomor: 2/P/PW/2022/PTUN-JKT berkekuatan hukum tetap," kata hukum Baiquni, Junaedi Saibih saat membacakan eksepsinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (26/10/2022).
Junaedi juga menilai apa yang dilakukan Baiquni menghapus salinan rekaman CCTV di sekitar Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan semata-mata bentuk menjalankan perintah atasannya, yakni Ferdy Sambo.
"Sehingga apabila terhadap tindakan tersebut diduga mengandung unsur penyalahgunaan wewenang atau onrechtmatige overheidsdaad atau perbuatan yang bersifat melawan hukum oleh penguasa, maka tindakan tersebut harus diuji terlebih dahulu melalui pemeriksaan di PTUN dan sanksi atas hasil pengujian tindakan tersebut hanyalah dapat berupa sanksi administrasi," katanya.
Di sisi lain, lanjut Junaedi, Baiquni melakukan perbuatan tersebut juga berdasar informasi terbatas dan atas adanya ancaman dari Ferdy Sambo. Sehingga yang semestinya bertanggung jawab dalam hal ini menurutnya ialah Ferdy Sambo.
"Maka tindakan faktual tersebut tidak menjadi tanggung jawab dan kesalahan jabatan aparatur pemerintahan pelaksana, tetapi sepenuhnya berada pada tanggung jawab dan kesalahan aparatur pemerintahan penyelenggara," ujar Junaedi.
Selain meminta ditangguhkan, Junaedi juga majelis hakim membatalkan dakwaan JPU terhadap Baiquni demi hukum. Alasannya, karena dakwaan tersebut premature.
"Menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima atau menyatakan surat dakwaan premature untuk diajukan oleh karenanya penuntutan terhadap Terdakwa ditangguhkan karena
terdapat sengketa prayudisial (prejudiciel geschil)," tuturnya.
Atas eksepsi yang diajukan tim kuasa hukum Baiquni, JPU menyatakan akan memberikan tanggapannya secara tertulis pada Kamis (3/11/2022) pekan depan.
"Sidang ini akan dilanjutkan Kamis 3 November pekan depan pukul 09.30 WIB," tutup ketua majelis hakim Ahmad Suhel.