Suara.com - Nasib pekerja migran di luar negeri sering kali mendapatkan perlakuan buruk oleh majikan. Bahkan disebutkan setiap hari ada empat pekerja migran indonesia pulang sebagai mayat.
Salah satu nasib nahas sebegai pekerja migran juga diraskaan oleh Sugiyem, seorang tenaga kerja yang pada memilih pergi ke Singapura mencari nafkah.
Seorang ibu tunggal yang berasal dari Sukolilo, Pati, Jawa Tengah itu menceritakan perilaku tak manusiawi majikannya di Singapura.
Sugiyem yang berangkat dari Indonesia dalam keadaan sehat harus pulang dengan mata buta usai siksaan dari majikannya yang merupakan orang India.
Baca Juga: ART di Bandung Barat Dianiaya Majikan Pakai Panci, Hotman Paris Geram dan Minta Hal Ini ke Polisi
Cerita pedihnya ia sampaikan melalui perbincangan di Kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored.
"Waktu itu pertama baik majikan, lama-lama ngatur dalam kerjaan tapi saya nurut, waktu itu saya kalau ke kamar mandi saya disuruh nunduk, saya tiap hari lebih dari 20 kali keluar masuk kamar mandi," ujar Sugiyem.
Sugiyem menyebutkan bahwa sang majikan memintanya selalu cuci tangan dan kaki usai memegang satu benda ke benda lain di rumah mereka. Saat pergi kamar mandi dia diminta untuk menunduk agar wajahnya tak nampak di cermin.
"Terus waktu itu saya lupa nyelonong, muka saya kelihatan di kaca, saya dipanggil 'Beruk' gitu," ungkap Sugiyem
"Beruk, Babi gitu kamu ngelihat kaca, dibilang hidup kamu itu orang miskin pembantu, saya beli kaca itu buat anak saya bukan buat kamu yang mukanya kaya beruk," imbuh Sugiyem menirukan majikan kejamnya.
Baca Juga: Cerita Keji Pasutri Muda Di Bandung Barat: Sekap-Siksa ART, Telat Kerja Gaji Dipotong
Usai dimarahi karena melihat cermin saat ke kamar mandi, Sugiyem menyebutkan bahwa dia kemudian dianiaya oleh majikan perempuannya. Dia ditempeleng, ditarik, dan dipukul di bagian matanya.
"Dia ngambil HP mukulin mata saya terus kepala semua sampai pada benjol terus dia ngambil gantungan beberapa biji sampai patah, sekaligus mata saya yang kanan langusng buta, itu Bulan Ramadan," ungkap Sugiyem.
"Membengkak semua, enggak bisa lihat karena pukulan," imbuhnya.
Sugiyem menyebutkan semua yang menyiksa dari awal hingga akhir adalah nyonya rumah. Segala kesalahan sekecil apapun bakal dipersoalkan oleh majikannya.
"Pokoknya apa yang saya pegang salah, misal ngelap barang lantai ngepel misal satu kali sabun harus emat kali bilas, kalau lambat dipukulin cepet juga dipukulin kalau cepet suruh ulang lagi," kata Sugiyem.
"Kadang [majikan] itu keluar dari kamar marah terus mukul gitu, mata kedua [kiri] sering dipukul kalau saya tutup matanya dibuka, kadang saya jalan langsung dipukul, lama-lama pas paginya dipukul siangnya saya buta yang kiri, akhirnya keduanya tak bisa melihat," tambahnya.
Saat Sugiyem laporan, majikan tak merespons dan malah masih diminta untuk bekerja. Dia masih diminta untuk mencuci piring, membersihkan kamar mandi, menyetrika dalam keadaan buta.
Bahkan ketika salah menyetrika, kulit Sugiyem malah disetrika oleh majikannya.
"Pokoknya saya yang penting raba-raba kalau salah raba salah pegang saya dipukulin, misal baju saya kena meja saya juga dipukul," ujar Sugiyem.
"Kalau saya bilang aduh aja tambah dipukuli tambah berat, kalau saya nangis tambah dupukuli lebih berat, mulut saya dupukul sampai berdarah walau sakit tetap bertahan, saya disetrika juga diam," tambahnya.
Sugiyem meyebutkan dia tak bisa keluar rumah bahkan menulis dan melempar kertas ke luar rumah untuk meminta pertolongan. Tiap sudut di ruamah juga tersedia cctv yang bisa dimonitor dari ponsel majikan.
Suiyem menyebutkan bahwa dia bisa pulang ke Indonesia saat era Covid sedang tinggi-tingginya. Sugiyem pulang karena menyebut ingin berobat ke pesantren di kampung dengan alasan kebutaannya disebabkan oleh sihir.
"Saya minta pulang enggak direspons, karena enggak tahu harus gimana supaya saya bisa keluar, saya bilang kalau mata saya kena sihir anak majikan takut akhirnya direspons dan dipulangkan diusahakan," ujar Sugiyem.
"Enggak ada [bantuan], pemerintah enggak tahu itu karena majikan juga pulanginnya enggak tahu caranya, waktu itu juga lagi Covid, pada oktober 2020."