Profil Filep Karma, Aktivis Kemerdekaan Papua Ditemukan Meninggal di Pinggir Pantai

Farah Nabilla Suara.Com
Selasa, 01 November 2022 | 12:30 WIB
Profil Filep Karma, Aktivis Kemerdekaan Papua Ditemukan Meninggal di Pinggir Pantai
Aktivis kemerdekaan Papua, Filep Karma ditemukan meninggal dunia di Pantai Base G Jayapura, Selasa (1/11/2022). [Tangkapan layar akun Twitter VeronicaKoman]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kabar mengejutkan datang dari Jayapura, Papua. Aktivis kemerdepaan Papua Filep Karma ditemukan meninggal dunia di pantai Base G Jayapura.

Jenazah Filep karma ditemukan warga sekitar oukul 07.00 WIT. Halitu dibenarkan oleh Kapolsek Jayapura Utara, AKP Yahya Rumra.

"Memang benar ada jenazah yang ditemukan warga di pantai Base G yang diduga Filep Karma," kata AKP Yahya Rumra.

Meski begitu, lanjut AKP Yahya, kepolisian masih menunggu konfirmasi dari pihak keluarga untuk memastikan jenazah tersebut benar Filep Karma.

Baca Juga: Filep Karma Ditemukan Tak Bernyawa di Pantai Base G, Veronica Koman: Keluarga Masih Terguncang

Sementara itu, Ketua Komnas HAM Papua Frits Ramandey telah memastikan kalau jenazah tersebut adalah Filep Karma.

Belum diketahui pasti penyebab meninggalnya Filep, namun menurut Frits Ramandey, diduga Filep meninggal dunia karena terbawa arus saat menyelam.

Meski begitu, lanjuta Frits, Komnas HAM Papua masih mendalami mengenai dugaan meninggalnya Filep Karma.

Profil Filep Karma

Filep Karma merupakan seorang aktivis kemerdekaan Papua. Mengutip buku “Seakan Kitorang Setengah Binatang” disebutkan bahwa Filep lahir pada 14 Agustus 1959.

Baca Juga: Ditemukan Tewas di Pantai Base G, Filep Karma Masih Kenakan Pakaian Diving

Sementara dalam buku “Dari Roma hingga Indonesia” terbitan Neo Historia,Filep Karma disebut lahir di Biak.

Ia berasal dari keluarga yang cukup terpandang di daerah asalnya. Bahkan ayahnya, Andreas Karma, pernah menjabat sebagai Bupati Wamena dan Serui.

Pada 1979, Filep hijrah ke Solo, Jawa Tengah untuk menempuh pendidikan tinggi di Universitas Sebelas Maret jurusan Ilmu Politik.

Ketika disana ia kerap mengalami diskriminasi dan sebagai orangPapua ia bahkan sering dianggap sebagai manusia yang tidak sempurna.

"Selama sekolah di Jawa, kitorang yang dari Papua sering dianggap setengah binatang. Kitorang dianggap seakan-akan kitorang evolusi dari teori Darwin, proses dari hewan berubah jadi manusia," kata Filep Karma dalam bukunya, 'Seakan Kitorang Setengah Binatang'.

Setelah lulus pada 1987, Filep kembali ke Papua dan bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Jayapura. Ia lalu menikah dengan Ratu Karel Lina, perempuan Jawa-Melayu. Dari pernikahan itu, ia dikaruniai dua orang anak.

Pada 1997, Filep melanjutkan studinya di Asian Instutute of Management, Manila, Filipina. Namun sayang ia hanya menjalaninya selama 11 bulan dan tidak menyelesaikan studi tersebut.

Memperjuangkan kemerdekaan Papua

Pada 2 Juli 1998, Filep Karma memimpin sebuah demonstrasi di Biak, papua. Demonstrasi tersebut menuntut kemerdekaan Papua dan bahkan ia sempat mengibarkan bendera Binyang Kejora.

Ia dan 75 orang lainnya berkumpul, bernyanyi dan meneriakkan yel-yel kemerdekaan Papua. Aparat lalu bertindak represif dengan menembakkan gas air mata.

Namun massa bergeming, enggan untuk bubar dan tidak mau menurunkan bendera Bintang Kejora yang telah dikibarkan.

Demosntrasi berlanjut hingga 6 Juli 1998. Ketika itu aparat mengepung ratusan demonstran dan menembakkan senjata.

Peristiwa itu dikenal debagai peristiwa Biak berdarah dan dilaporkan 8 orang meninggal dunia.Namun menurut catatan LSM KontraS, dalam peristiwa itu ditemukan sekitar 32 mayat misterius di pantai pulau Biak.

Filep sendiri selamat dan hanya tertembak peluru karet di bagian kaki. Namun ia ditangkap atas tuduhan penghasutan,lalu dihukum 6,5 tahun penjara.

Namun ia bebas pada 20 November 1999 setelah menjalani hukuman selama hampir 1,5 tahunkurungan.

Meski menuntut kemerdekaan papua, Filep mengaku menentang cara-cara kekerasan dalam setiap aksinya.

Dalam buku Seakan Kitorang Setengah Binatang, Filep mengatakan ingin mengedepankan cara-cara dialog dengan pemerintah Indonesia.

“Dialog antara dua orang bermartabat, dan bermartabat berarti tidak menggunakan kekerasan," kata Filep.

Pada 1 Desember 2004, Filep karma kembali ditangkappolisi karena terlibat dalam upacara pengibaran bendera Bintang Kejora di Abepura, Jayapura.

Filep ditangkap bersama aktivis Papua Merdeka lainnya, yakni YusakPakage. Kali ini ia didakwa telah melakukan makar dan penghasutan dan divonis hukuman 15 tahun penjara.

Ia lalu ditahan di Lembaga pemasyarakatan Abepura dan bebas pada 19 November 2015 setelah mendapatkan remisi dan menjalani hukuman selama 11 tahun.

Kontributor : Damayanti Kahyangan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI