Suara.com - Asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Susi, hadir sebagai saksi untuk terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu pada Senin (31/10/2022).
Namun keterangannya di persidangan menuai cecaran majelis hakim dan jaksa karena Susi dianggap tidak konsisten. Susi diduga kuat berbohong sampai dicurigai memakai earphone dan menerima perintah tertentu yang mempengaruhi kesaksiannya.
Kecurigaan ini turut diamini oleh penasihat hukum Bharada E, Ronny Talapessy. "Kesaksian saudara ini bisa memberatkan Richard," cecar Ronny dengan raut emosi di ruang persidangan, Senin (31/10/2022).
Karena itulah Ronny mengingatkan adanya ancaman hukuman untuk saksi yang memberikan keterangan bohong di persidangan.
"Izin Majelis Hakim, ini kan terkait aturan main di persidangan sesuai Pasal 30 KUHP, kami memohon agar saksi dikenakan Pasal 174 KUHP tentang Kesaksian Palsu dengan ancaman 242 KUHP, 7 tahun (penjara)," tutur Ronny lebih lanjut.
Opini yang sama juga disampaikan oleh pakar hukum pidana Asep Iwan Iriawan. Ia menilai seharusnya majelis hakim lebih tegas kepada Susi karena sudah memberikan keterangan yang tidak konsisten sekalipun telah disumpah.
"Saya catat beberapa kali ketua majelis menyatakan saudara saksi bohong, tidak masuk akal, itu lebih dari lima kali. Kalau ketua majelisnya saya, ada KUHP mengatur, Pasal 174 KUHP, itu (tentang) saksi palsu," terang Asep, dikutip Suara.com dari kanal YouTube metrotvnews.
Asep menyoroti majelis hakim yang sampai lebih dari lima kali mengingatkan Susi supaya menyampaikan kesaksian yang sebenar-benarnya. Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa bahkan menyebut Susi berbohong serta memberikan keterangan tidak masuk akal.
"Artinya hakim harusnya memerintahkan panitera membuat berita acara kesaksian palsu. Saksi Susi ini harus diproses dengan ancaman pidana karena ini merugikan, ancaman 9 tahun," tegas Asep menambahkan.
Baca Juga: Penampakan Susi, PRT Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Nongol di Sidang hingga Dibentak Hakim
Asep menerangkan, Pasal 174 KUHP mengatur soal pemberi kesaksian palsu, yang sanksinya diatur di Pasal 242 KUHP. Di Ayat (1) tertera ancaman hukumannya 7 tahun penjara, sementara di Ayat (2) ancaman hukumannya 9 tahun penjara.
Asep menilai para saksi harus mengerti dampak dari setiap keterangan yang disampaikannya di persidangan, bahwa jangan sampai memberikan kesaksian yang tidak sesuai fakta yang diketahui sebab dapat dijerat dengan pidana tertentu.
"Ini pembelajaran bagi siapapun, ketika memberikan kesaksian tidak konsisten, dan ngarang, atau mungkin ada yang menyuruh, harusnya hakim berani memproses langsung berita acara (persidangan) sebagai terdakwa, ancamannya 9 tahun lho," pungkasnya menegaskan.