Suara.com - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sudah mantap bakal mencalonkan diri sebagai presiden 2024 mendatang.
Dalam manuver politiknya, Gerindra bahkan mulai berdekatan dengan PKB sebagai koalisi untuk maju di Pemilihan presiden (pilpres) yang masih satu tahun lebih itu.
Kendati demikian, pengamat komunikasi politik Hendri Satrio masih ragu dengan kelanggengan koalisi dua partai tersebut.
Hendri juga meragukan keseriusan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin untuk mendampingi Prabowo.
Baca Juga: Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, PKB Mengusahakan Muhaimin Jadi Capres
"Seperti yang kita tahu, saya menduga koalisi dengan PKB ini kan koalisi kedua arahan istana setelah KIB terbentuk," ujar Hendri Satrio di sebuah stasiun televisi nasional.
"Apakah kemudian sebuah koalaisi yang terbentuk bukan dari hati apakah bisa langgeng kelanjutannya, apakah kemudian Cak Imin memang serius mendapingi Pak Prabowo," imbuhnya.
Dalam hal ini, Hendri juga menduga bahwa kemunculan kembali 'kasus kardus durian' yang disangkutkan dengan Cak Imin adalah sebuah tekanan untuknya.
"Kemudian kita lihat situsai satu lagi itu ada muncul lagi cerita tentang kardus durian yang sangat dekat dengan Muhaimin Iskandar kemudian di acara PKB serta merta ada beberapa orang PKB mengatkaan bahwa calon presidennya adalah Prabowo," kata Hendri.
"Apakah kemuncuan cerita lagi tentang kardus durian ini seperti memaksa Muhaimin Iskandar segera menerima pinangan Prabowo Subianto untuk bersama di 2024, apakah ini tekanan untuk Muahiman agar tidak tengok sana-sini dan hanya menetapkan hati ke Prabowo seorang," tambahnya.
Baca Juga: Setelah Berkoalisi, PKB dan Gerindra akan Resmikan Sekretariat Bersama di Menteng
Kasus Kardus Durian
Kasus ‘kardus durian’ terungkap ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 25 Agustus 2011.
Saat itu dua pejabat di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) terjerat OTT. Mereka adalah Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT) I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemnakertrans Dadong Irbarelawan.
Mereka berdua adalah anak buah Muhaimin Iskandar yang saat itu menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans).
Kasus tersebut langsung menjadi perhatian KPK dan beberapa saat kemudian,KPK menangkap kuasa direksi PT Alam Jaya Papua Dharnawati.
Dari Dharnawati, KPK menyita barang bukti uang senilai Rp1,5 miliar yang terbungkus dalam sebuah kardus durian.
Setelah ditelusuri, uang tersebut merupakan tanda terima kasih PT Alam Jaya Papua karena telah diloloskan sebagai kontraktor DPPID di sejumlah daerah di Papua, diantaranya Kabupaten Keerom, Teluk Wondama, Manokwari dan Mimika. Adapun proyek tersebut senilai Rp73 miliar.
Kasus tersebut terus bergulir dan hingga sampai ke persidangan. Dalam persidangan, Dharnawati menyebut kalau uang sebesar Rp 1,5 miliar tersebut ditujukan untuk Cak Imin.
Mendengar pengakuan tersebut, Cak Imin langsung membantahnya berkali-kali, baik itu di dalam maupun di luar persidangan.
Namun hingga akhir persidangan, nama Muhaimin Iskandar tak terdengar lagi. Majelis hakim malah menjatuhkan vonis kepada I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan, dengan hukuman tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta.
Keduanya dinilai terbukti secarasah dan meyakinkan telah menerima suap pada program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT).
Sementara Dharnawati divonis pidana penjara selama 2,5 tahun dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.