Suara.com - Samantha Granville & Sophie Long, BBC News
Merced County terletak di tengah Central Valley, California, Amerika Serikat.
Sejauh mata memandang, tampak barisan tanaman yang seragam dan sesekali tampak peternakan atau rumah warga.
Salah satu rumah itu tampak sederhana dari luar.
Baca Juga: Dikasih Oleh-oleh Biji Ganja dari Teman di Makassar, IS Bikin Tanaman Ganja di Pekarangan Rumah
Tak ada yang aneh dengan bangunan rumah atau lahan di sekitarnya, selain ada sekelompok perempuan, mengenakan pakaian berwarna putih bersih, membakar dupa, dan menyanyikan lagu-lagu pujian saat berjalan beriringan memberkati tanaman ganja yang mereka tanam.
Para perempuan ini adalah “Sisters of the Valley”, atau lebih dikenal sebagai Biarawati Ganja (Weed Nuns).
Baca juga:
- Ganja Thailand: Dari perang terhadap narkoba hingga sajian kari mariyuana
- Menteri Kesehatan akan izinkan riset ganja, bagaimana dampaknya terhadap upaya legalisasi untuk keperluan medis?
- Ganja medis: Perjuangan Santi Warastuti demi mencari pengobatan untuk anaknya
Dipimpin oleh Suster Kate, para perempuan itu adalah anggota dari kelompok biarawati yang memproklamasikan diri sebagai “penyembuh” dan “feminis”, dan yang terpenting, pebisnis.
Kendati begitu, mereka tidak mewakili agama tertentu.
Baca Juga: Sinopsis Film Atas Nama Daun: Sebuah Dokumenter tentang Tanaman Ganja
“Saya memilih industri yang kacau,” kata Suster Kate.
“Ini mungkin akan kacau dan saya mungkin harus banyak memutar otak dan menghindar.”
Dia mengacu pada semua peraturan teknis yang membingungkan dalam undang-undang seputar industri ganja California.
California adalah rumah bagi apa yang disebut sebagai “serbuan hijau” produksi ganja.
Itu menjadi negara bagian pertama yang melegalkan ganja medis pada 1996 dan ganja rekreasional pada 2016.
Bagaimanapun, hukum negara bagian penuh dengan celah peraturan. Artinya, legalitas budidaya ganja bervariasi dari kota ke kota.
Jadi, meskipun penggunaan ganja dianggap legal di negara bagian, hampir dua pertiga kota California melarang bisnis ganja.
Sementara sejumlah kota mempersulit bisnis ganja dengan rumitnya pemberian izin.
Baca juga:
- Sejarah dan budaya ganja di Nusantara: Ritual, pengobatan, dan bumbu rempah makanan
- Legalisasi ganja: Rakyat Thailand diizinkan tanam mariyuana di rumah, tapi tidak diisap untuk ‘giting’, pemerintah bagikan satu juta bibit
- 'Ganja untuk obat,' terbukti atau sekadar akal-akalan?
Bagi para biarawati di Sisters of the Valley, menanam 60 tanaman di area terbuka di Merced County tempat mereka tinggal, berada di zona abu-abu di ranah hukum.
“Para sheriff tahu itu, mereka membiarkan saya melakukan ini,” aku Suster Kate.
“Tapi benar-benar tak ada alasan bagi mereka untuk membiarkan saya melakukanya”.
“Mereka bisa saja menghentikan saya sekarang hanya karena menanam rami (ganja) di daerah ini.”
“Tapi saya pikir mereka tahu bahwa kami bisa menantang undang-undang dan mengubahnya di daerah ini… Dan saya pikir mereka tahu itu akan menjadi pertarungan yang tak ingin mereka lakukan.”
Bisnis legal lebih mahal
Para biarawati itu memiliki rumah kedua di lahan milik mereka, yang oleh para biarawati disebut sebagai “biara” - di situlah seluruh proses pembuatan obat dilakukan.
Suster Camilla dengan hati-hati menuangkan minyak CBD berkekuatan super ke dalam botol tingtur.
Mereka memproduksi dan menjual obat-obatan dan salep berbahan dasar ganja yang mereka tanam, sebuah bisnis yang menghasilkan pendapatan kotor sebesar US$1,2 juta, atau sekitar Rp18,6 miliar, sebelum pandemi.
Kendati telah berdoa dan memberkati setiap produksinya, mereka kini hanya menghasilkan setengah pendapatan.
Menjual produk-produk mereka melalui apotik mungkin membantu mereka bangkit kembali, namun itu artinya mereka harus berhadapan dengan lebih banyak peraturan, dan pajak yang lebih tinggi.
Dua puluh mil dari rumah para biarawati, di pusat kota Merced, Joel Rodriguez, yang menjalankan tokoh ganja lokal, beroperasi secara legal.
Namun, California mengenakan banyak pajak di rantai pasokan ganja, yang membuat banyak dari mereka gulung tikar, kata Rodriguez, atau mendorong mereka beroperasi di luar regulasi yang sah.
Dia adalah salah satu pebisnis ganja di California yang mengeluhkan tarif pajak dan biaya operasi yang tinggi.
“Berurusan dengan tarif pajak serta memiliki biaya overhead yang tak harus dihadapi dealer pasar gelap - asuransi sewa - hanya hal-hal dasar seperti internet. Hal-hal semacam itu yang harus kita tangani setiap hari, kami tidak bisa menghapus itu, dan itu semua masuk ke biaya akhir untuk pelanggan.”
Biaya perizinan awal untuk lisensi ganja ritel di California adalah US$1.000, atau sekitar Rp15,5 juta.
Baca juga:
- Olimpiade: Mengapa penggunaan ganja masih dilarang di pesta olahraga terbesar dunia?
- PNS tanam ganja untuk obat istri, saatnya ganja demi kesehatan?
- Para ibu yang menggunakan ganja untuk membantu mereka mengasuh anak
Setelah itu, ada biaya administrasi tahunan dan biaya lainnya yang bisa bertambah hingga puluhan ribu dolar per tahun untuk usaha kecil, dan hampir US$100.000, atau Rp1,5 miliar untuk usaha yang lebih besar.
Beroperasi secara legal jauh lebih mahal daripada beroperasi secara ilegal
Perdagangan ganja ilegal diperkirakan bernilai sekitar US$8 miliar (Rp124,4 triliun), sekitar dua kali lebih besar dibanding perdagangan ganja legal di California pada 2021.
Salah satu dealer bawah tanah, yang tak ingin disebutkan namanya, mengatakan bahwa dia dapat menawarkan produk yang lebih baik dan menghasilkan lebih banyak untung dengan beroperasi di luar parameter hukum.
“Hanya sekedar mendapatkan lisensi itu akan menghasilkan biaya sekitar satu juta dolar,” katanya.
“Dan di industri tempat kami berada, Anda bisa mengumpulkan satu juta dolar hanya dengan melakukan apa yang Anda lakukan dengan membuatnya tersedia bagi semua orang yang tak memiliki kartu atau tidak memiliki mobil untuk mendatangi sebuah klub.”
Di seluruh California, mereka yang pernah menangkap orang karena pelanggaran ganja sekarang merangkul bisnis legal.
"Kita perlu membuatnya sedikit lebih mudah bagi orang-orang yang melakukannya secara legal," kata Kepala Polisi Ruben Chavez dari Departemen Kepolisian Gustine di Central Valley.
"Mempermudah mereka untuk bisa menghasilkan produk dan tidak harus melalui banyak rintangan."
Sejauh tahun ini, California telah menerima hampir US$580 juta (Rp9 triliun) pendapatan pajak dan Ruben Chavez meyakini pelonggaran regulasi akan menghasilkan lebih banyak pendapatan untuk kotanya dan membantu upaya departemennya untuk memberantas perdagangan ilegal.
"Sumber daya kami semakin berkurang," katanya.
"Tetapi jika kita bisa mendapatkan pendapatan, bantuan, tidak hanya dari negara, mungkin dari Fed (FBI, biro investigasi federal di AS) untuk mengejar orang-orang yang melakukannya secara ilegal... Jika Anda menghentikan penanam ilegal, operasi ilegal sedikit-sedikit, saya pikir komunitas bisnis yang melakukannya secara legal akan lebih banyak mendapatkan [pendapatan].”
Pendekatan itu akan menguntungkan petani seperti Biarawati Ganja, kata Sister Kate.
"Sebenarnya, saya ingin mereka memberi kami izin, karena itu akan menjadi kemenangan. Dan karena kami membayar pajak."