Suara.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin enggan menanggapi lebih jauh soal adanya desakan agar Badan Pegawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kemenkes bertanggung jawab atas kasus gagal ginjal akut misterius yang merenggut ratusan nyawa anak-anak.
Budi menegaskan, masih ada urusan yang lebih penting saat ini dilakukan. Yakni menyelamatkan anak-anak dari ancaman kematian.
"Kalau saya sih lihatnya lebih penting menyelamatkan bayi-bayinya dari kematian. Lebih baik tenaganya kita pakai untuk bisa menjaga agar bayi-bayi kita tetap sehat," kata Budi ditemui usai hadiri acara #DemiIndonesia di Kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (29/10/2022).
Saat ditanya jika misalnya nanti ditemukan adanya potensi kelalaian dibalik terjadinya kasus gagal ginjal, Budi menyerahkan sepenuhnya ke pihak-pihak yang mengerti hukum untuk menindaklanjuti.
Baca Juga: Kabar Baik, 200 Vial Obat Gagal Ginjal Akut Sudah Tiba Di Indonesia
Menkes Budi hanya menegaskan kembali bahwa pihaknya lebih memilih fokus untuk bagaimana agar nyawa-nyawa anak Indonesia bisa terselamatkan.
"Tapi kalau saya sih merasa yuk kita konsentrasinya beresin ini. Supaya jangan lebih banyak lagi bayi-bayi kita yang kena dan meninggal, nyawa lebih penting," ungkapnya.
Lebih jauh, Menkes Budi menyampaikan kekinian kondisi anak-anak yang dirawat karena kasus gagal ginjal akut misterius sudah di bawah angka 100.
"Kemarin sudah di bawah 100 yang masih di rumah sakit sekitar 80-an dari puncaknya sekitar 200-an. Sudah menurun jauh," pungkasnya.
Respons Pemerintah Aneh
Sebelumnya, Eks Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah merasa prihatin terhadap cara negara dalam merespons kematian atau musibah yang terjadi sebagai sesuatu yang biasa saja. Fahri menyoroti soal kasus gagal ginjal akut misterius yang telah merenggut ratusan nyawa anak-anak di berbagai daerah Indonesia.
Fahri menilai seharusnya negara mempunyai konsen yang besar terhadap penanganan kasus tersebut. Menurutnya, negara memiliki kewajiban untuk melindungi nyawa atau jiwa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
"Harusya ada konsen yang besar dari negara terhadap nyawa anak-anak, nyawa harapan, nyawa masa depan. Ini menjadi keprihatinan kita bersama seperti mempersoalkan nyawa hampir 1.000 petugas pemilu di masa lalu. Kemudian nyawa korban tragedi Kanjuruhan yang membuat kita pilu, dianggap berlalu begitu saja, tanpa ada satu keseriusan untuk melihat ini, ada problem yang sangat fatal," kata Fahri dalam keterangannya, Kamis (27/10/2022).
"Menurut saya, agak aneh kalau kita lihat responsnya, itu bukan cara kerja negara yang benar, korbannya anak-anak akibat (obat) sirop yang sudah dikonsumsi lama," sambungnya.
Fahri menilai, pemanggilan sejumlah pihak ke Istana, setelah itu keluar perintah, pemain obat-obatan akan dikenai delik pidana, tidak menyelesaikan masalah yang sedang terjadi.
"Bukan begitu cara bekerja negara, negara harus menghargai separation of job, pembagian tugas. BPOM itu tidak boleh dilepaskan dari tanggungjawab, karena negara sudah mengimplan sistem pengawasan obat dan makanan," ungkapnya.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum Partai Gerlora ini menyebut bahwa negara tak boleh menyalahkan rakyat atau pun pihak ketiga seperti pengusaha. Menurutnya, negara harus bisa menyalahkan diri sendiri untuk berkaca.