Suara.com - Masa depan ratusan ribu warga di Trenggalek, Jawa Timur, terancam sebab sembilan dari 14 kecamatan di wilayah itu masuk dalam konsesi tambang emas yang disebut “paling besar di Jawa”.
Warga dan pemerintah daerah Trenggalek menolak tambang emas dengan area konsesi lebih 12.000 hektare itu sekaligus menuntut pembatalan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP-OP) milik PT. SMN. Mereka mengklaim tambang emas akan memperparah kerusakan lingkungan di kawasan itu.
Adapun Kementerian ESDM menyatakan akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait penerbitan izin itu.
Sejumlah pegiat lingkungan menyebut tambang emas ini berpotensi menghilangkan lebih dari 150 mata air yang mengaliri hampir 80% wilayah Trenggalek, yang pada gilirannya akan memperparah potensi bencana ekologi.
Baca Juga: Akibat Banjir dan Longsor, Belasan Rumah Warga Trenggalek Rusak Berat
Beberapa hari lalu, sejumlah daerah di Trenggalek dilanda banjir bandang dan tanah longsor akibat cuaca ekstrem.
Baca juga:
- Rencana pertambangan emas di Pulau Sangihe: Dari liputan BBC Indonesia, kematian wakil bupati, hingga sebutan Munir Jilid II, dan 'berlipat gandanya semangat warga tolak tambang'
- Rencana pertambangan emas Sangihe: Wawancara pemilik PT TMS, mulai dari burung endemik terancam punah, kerusakan lingkungan, hingga kematian Helmud Hontong
- 'Di mana ada tambang di situ ada penderitaan dan kerusakan lingkungan', nelangsa warga dan alam di lingkar tambang
'Kalau ditambang, gimana nasib kami?
Sepanjang hidupnya selama 35 tahun, Dian Eko Prasetyo mendiami rumah keluarga yang ditinggali secara turun-temurun di Desa Ngadimulyo, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.
Desa tempat dia tinggal berada di salah satu kecamatan yang menjadi area konsesi izin usaha pertambangan-operasi produksi (IUP-OP) yang dimiliki SMN seluas 12. 813 hektare.
Di desa tempat dia tinggal, ada beberapa titik tanah longsor yang berpotensi terjadi, jika cuaca ekstrem melanda. Termasuk yang terjadi belakangan.
Baca Juga: Korban Longsor Sumurup Dapatkan Lahan Relokasi dari Pemkab Trenggalek
"Kontur tanah di sini memang kalau musim penghujan sering longsor. Bahayanya itu. Kalau ditambang, gimana nasib kami?"
Dia mengaku khawatir akan ancaman tambang emas yang diklaim terbesar di Pulau Jawa tersebut.
Penambangan emas yang dikabarkan bakal dilakukan secara terbuka (open pit) akan melenyapkan sumber mata air yang menjadi tumpuan hidup warga Trenggalek, kata Dian.
Dampaknya, lanjutnya, tak hanya dirasakan oleh warga yang tinggal di sekitar mata air saja, namun bisa jadi dirasakan oleh seluruh warga Trenggalek. Sebab air itu mengalir ke persawahan di Trenggalek dan sekitarnya.
"Rasanya sedih sekali. Sangat ironi kalau tempat kami yang tanahnya subur seperti ini dan sebagai tempat mata pencaharian warga di sekitar sini yang mayoritas petani ini dijadikan tambang emas," papar Dian.
"Itu sangat-sangat merugikan bagi kami," lanjutnya.
Sejak awal pekan lalu, puluhan warga Trenggalek mendatangi sejumlah kementerian dan lembaga di ibu kota Jakarta, menuntut pembatalan IUP-OP PT SMN yang berada di kawasan penting di Trenggalek.
Salah satu dari mereka adalah Anni Latifatun Naimah, yang tinggal di Desa Sumberbening, Kecamatan Dongko.
Sama seperti Dian, tempat tinggal Anni terancam oleh keberadaan tambang emas itu.
"Desa kami memiliki sumber mata air yang pada saat musim kemarau, air dari Sumberbening itu bisa didistribusikan ke desa-desa lain. Itu sangat membantu desa lain," ujar Anni.
"Ketika ada tambang ini yang nantinya akan datang ke Trenggalek, ini tentunya akan menjadi ancaman besar bagi warga Trenggalek," cetusnya,
Tatkala bencana banjir dan tanah longsor melanda Trenggalek baru-baru ini, kata Anni, tempat tinggalnya adalah salah satu kecamatan yang terdampak.
Dia khawatir, keberadaan tambang emas itu nanti akan memperparah bencana yang terjadi di desanya.
"Jadi tanpa ada emasnya yang ditambang di Trenggalek, sudah banyak sekali bencana yang ada di tempat kami."
"Kalau memang seandainya tambang emas itu sampai ada di Trenggalek, berarti sama sama dengan kita bunuh diri. Karena kehidupan kita, kita hidup dari lingkungan di Trenggalek," ungkap Anni.
'Wilayah ekologi penting'
Pegiat lingkungan, Fanny Tri Jambore Christanto, yang juga manajer isu tambang dan energi di LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengungkap izin tambang PT SMN menempati wilayah yang "sangat penting secara ekologis" bagi Kabupaten Trenggalek.
Antara lain, ada di kawasan hutan lindung, daerah resapan air, kawasan rawan bencana sampai lahan-lahan produktif masyarakat.
Pria ini berkata dua pertiga wilayah Kabupaten Trenggalek adalah perbukitan.
Kawasan hutan di perbukitan inilah yang diberikan konsesi tambang emas, seluas lebih dari 12.000 hektare atau sekitar 10% dari luas Kabupaten Trenggalek.
Di area konsesi yang mencakup sembilan kecamatan di Trenggalek, kata Rere, ada setidaknya 152 sumber mata air, yang mengaliri hampir 80% wilayah Kabupaten Trenggalek.
"Jadi kebutuhan air untuk 80% warga di Kabupaten Trenggalek berasal dari wilayah yang diberikan konsesi tambang emas ini," ujar Rere.
Dengan metode pertambangan terbuka, kawasan hutan ini nantinya akan ditebang, artinya wilayah yang dijadikan kawasan pertambangan ini akan mengalami perubahan fungsi kawasan.
"Kalau kemudian itu terjadi, dari 12.000 hektare itu 152 sumber mata air akan terancam, berimbas pada lima daerah aliran sungai (DAS) paling penting di Trenggalek," tegasnya.
Lima DAS itu adalah DAS Brantas, DAS Panggul, DAS Konang, DAS Timpak Nongko dan DAS Ngemplak
"Inilah yang mengaliri 80% kawasan di Trenggalek, lima sungai besar ini"
Baca juga:
- 'Curah hujan makin ekstrem' dan banjir makin intens di Indonesia tapi penanganan 'biasa-biasa saja'
- Bencana banjir: 'Lebih dari 179 juta jiwa diperkirakan terdampak banjir pada 2030' - Banjir di Kalimantan dan Sulawesi masuk dalam riset
- Hampir 40.000 orang mengungsi karena banjir, seluruh wilayah Indonesia waspada curah hujan tinggi
Dia melanjutkan, setidaknya 50.000 hektare kawasan persawahan yang mengandalkan irigasi dari lima sungai besar itu.
"Jadi, kalau kemudian tambang emas Trenggalek itu dijalankan, masyarakat akan hadapi dua ancaman: pertama, ancaman kebencanaan akibat kerusakan kawasan itu, dan kedua, ancaman penurunan ekonomi masyarakat akibat rusaknya sendi-sendi kehidupan.
Rencana tambang emas di Trenggalek ini sudah muncul sejak 2005, ketika izin eksplorasi untuk area seluas 17.586 diberikan kepada SMN oleh Bupati Trenggalek yang menjabat kala itu.
Area itu meliputi sembilan kecamatan, yakni Kampak, Dongko, Munjungan, Suruh, Pule, Tugu, Karnagan, dan Trenggalek.
Pada 2014, kewenangan perizinan pertambangan yang sebelumnya di bawah pemerintah kabupaten dialihkan ke pemerintah provinsi seiring penerapan Undang-Undang tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
Pada Juni 2019, izin operasi produksi untuk area konsesi seluas 12. 813 hektar akhirnya diterbitkan oleh pemerintah provinsi.
Ditentang bupati
Namun, rencana tambang emas itu ditentang oleh Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin.
Dia sudah dua kali menyurati Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membatalkan izin tambang SMN, yang sahamnya dikuasai perusahaan tambang Australia FEG itu.
"Saya melihat fakta di lapangan bahwa perusahaan ini sedari awal, ketika studi saja sudah tidak berhasil, kemudian mengeklaim itu punya potensi 12.000 hektar layak ditambang itu menjadi mengkhawatirkan," ujar pria yang akrab disapa Gus Ipin itu.
"Makanya ketika Dirjen [Minerba] (direktorat di Kementerian ESDM) hanya membalas surat saya dengan mengatakan 'mengharapkan perusahaan untuk melakukan kegiatan penambangan secara 'green mining', itu menurut saya tidak masuk akal, karena sedari perencanaan sudah tidak green," tambahnya.
"Tanah-tanah lindung yang seharusnya dilindungi, direservasi, malah dimasukkan ke wilayah konsesi."
Gus Ipin melanjutkan, tutupan lahan di Trenggalek saat ini sekitar 70% dari luas wilaya. Sekitar 53% adalah kawasan hutan.
Dengan area hutan sebesar itu, katanya, belum mampu menghindarkan Trenggalek dari bencana banjir.
"Tapi di Trenggalek, 53% hutan saja masih ada banjir. Artinya kalau nanti tambangnya secara terbuka, itu berarti menghilangkan vegetasi itu. Itu pasti risiko terhadap bencana lebih besar."
Karena area konsesi mencakup sembilan dari seluruh kecamatan yang ada di wilayahnya, Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin memperkirakan lebih dari setengah populasi Trenggalek akan terdampak langsung oleh tambang emas ini.
Adapun saat ini ada sekitar 800.000 penduduk di Trenggalek.
"Bisa bayangkan kalau sembilan kecamatan masuk ke wilayah konsesi, berarti lebih dari 50%, itu yang terdampak langsung."
Belum lagi, tambahnya, masyarakat yang berada di Tulungagung yang berdekatan dengan Trenggalek bisa turut terdampak.
Sebab, Tulungaung berada di wilayah yang lebih rendah dibanding Trenggalek.
"Jadi kalau sumber-sumber mata air habis, mereka ikut kering. Kalau kemudian terjadi banjir besar, kayak kemarin di Trenggalek banjir besar, hujannya di Trenggalek, besoknya di Tulungagung enggak ada hujan enggak ada apa, orang-orang evakuasi," jelasnya.
'Menyalahi aturan'
Dia melanjutkan, mengacu pada Peraturan Daerah tentang Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang dikeluarkan tahun 2015, izin tambang itu telah "menyalahi peraturan".
Mukti Satiti, Ketua Indonesian Speleological Society (ISS) - organisasi yang bergerak untuk pengelolaan dan pelestarian kawasan karst dan gua di Indonesia - mengungkapkan dalam rancangan RT/RW Trenggalek yang baru, ada perubahan dan penyusutan wilayah karst untuk mengakomodir kepentingan tambang emas ini.
"Karena secara peraturan dalam tata ruang dan wilayah, kawasan lindung geologi ini tidak boleh dilakukan pertambanga, sama sekali, dilarang," ujar Mukti yang juga koordinator Aliansi Rakyat Trenggalek ini.
"Pertambangan yang ada di wilayah lindung geologi itu dilarang," tegasnya.
Baca juga:
- Tambang emas ilegal di pedalaman Papua: Mendulang dari derita Suku Korowai
- Belasan perempuan Mandailing Natal tewas tertimbun longsor saat mencari butiran emas, bagaimana bisa terjadi?
- Dituduh 'ilegal', dua perusahaan tambang batu bara dilaporkan ke KLHK
Fanny Tri Jambore Christanto dari Walhi berkata merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ada sekitar 53.000 luas kawasan ekosistem karst di Kabupaten Trenggalek.
Sementara, Badan Geologi ESDM mencatat hanya 10.000 hektare.
"Dua angka ini menjadi penting karena hampir sebagian besar kawasan yang hilang, ada di kawasan konsesi. Jadi, ada dugaan kuat bahwa pengurangan jumlah luasan karst itu hanya untuk mengakomodir konsesi pertambangan ini."
"Karena dari 53.000 hektare, turun menjadi 10.000 itu ada 33.000 kawasan karst yang dihilangkan dari temuan KLHK, yang 33.000 itu semuanya ada di kawasan konsesi pertambangan," katanya.
BBC News Indonesia telah menghubungi pihak FEG untuk dimintai tanggapan, namun belum ada respons hingga Rabu (26/10) malam.
Sementara pejabat Ditjen Minerba di Kementerian ESDM yang ditemui warga Trenggalek di Jakarta, berkata pihaknya akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait tentang penerbitan izin tambang PT SMN.
"Izin ini bisa terbit tidak hanya dari Dinas ESDM [Provinsi Jawa Timur] saja. Ada juga dari Dinas Lingkungan, dan rekomendasi - rekomendasi yang lain. Kalau dalam penerbitan izin itu ada yang tidak sesuai, nanti akan kami sampaikan," ucap pejabat Ditjen Minerba ESDM, Imam Bustan kepada perwakilan warga.
Sementara, Arif Pratikno, perwakilan Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (Ditjen PKTL) KLHK menyatakan bahwa hingga saat ini PT SMN belum mengajukan permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan (PPKH).
Itu adalah salah satu perizinan yang menjadi salah satu syarat sebelum ada aktivitas pertambangan, selain izin usaha pertambangan, analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan rekomendasi gubernur.
Adapun Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menjanjikan akan mempertimbangkan keselamatan ekologi dalam penetapan zonasi.