Suara.com - Ceceng, paman dari pekerja rumah tangga (PRT) bernama Riski Nur Askia ingin agar majikan keponakannya segera ditangkap kepolisian. Itu diinginkan Ceceng lantaran Riski mendapatkan tindakan keji dari majikannya.
Riski diketahui bekerja menjadi PRT di kediaman Ajeng Adelia dan suaminya Riki. Karena kinerjanya dianggap tidak bagus, korban dipukul, ditendang, rambutnya dicukur hingga kepalanya plontos, disiram air cabai, hingga ditelanjangi.
Ceceng mau pelaku kekerasan segera diadili secara hukum agar tidak ada lagi praktik kekerasan terhadap PRT.
"Intinya Rizki yang seorang PRT butuh perlindungan. Supaya tidak ada lagi PRT lain yang mengalami kekerasan seperti yang Riski alami," kata Ceceng saat konferensi pers virtual, Rabu (26/10/2022).
Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Lita Anggaraini menilai, praktik kekerasan yang dialami oleh Riski itu bukan kali pertama terjadi. Setiap harinya, JALA PRT kerap menerima pengaduan serupa.
Hal tersebut bisa timbul lantaran diawali oleh nihilnya proses perekrutan dan penempatan yang jelas. Lita lantas menyinggung para calon PRT yang tidak memiliki bekal maupun pengetahuan terkait perlindungan saat dirinya bekerja.
Itu menjadi masalah serius karena kerap berujung pada timbulnya kekerasan pada PRT.
"Penting untuk pemerintah bahwa pelatihan untuk PRT yang terkait dari pra bekerja hingga pasca bekerja itu penting karena supaya PRT mengetahui kalau kita mau bekerja itu dengan siapa kita bekerja, alamatnya di mana terus situasinya kerja gimana kewajibanya seperti apa dan bagaimana kalau terjadi persoalan-persoalan akses bantuan itu hal yang pokok."
Mengadu ke KSP
Sebelumnya, Riski sempat mengadukan perbuatan majikannya ke Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada Selasa (25/10/2022).
Riski datang didampingi pamannya Ceceng, dan aktivis dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT). Ia ditemui oleh Moeldoko, Deputi II Abetnego Tarigan, dan Tenaga Ahli Utama dr. Noch T. Mallisa.
Kepada Moeldoko, Riski mengaku menjadi korban kekerasan oleh majikannya berupa penyiksaan secara fisik maupun psikis. Seperti pemukulan, disiram dengan air cabai, hingga kekerasan verbal berupa ancaman-ancaman.
Tak cukup sampai di situ, remaja putri berusia 18 tahun itu juga mengaku, tidak mendapatkan hak penuh atas pekerjaan yang sudah dia lakukan. Di mana, gaji yang dijanjikan yakni Rp 1.800.000 per bulan, selalu dipotong oleh majikan setiap dirinya melakukan kesalahan.
“Satu bulan saya digaji satu juta delapan ratus. Tapi selalu dipotong kalau saya melakukan kesalahan. Enam bulan kerja, saya hanya bisa bawa pulang uang dua juta tujuh ratus saja bapak,” ucap Riski lirih.
Riski pun menceritakan awal mula dirinya bekerja sebagai PRT. Ia mengatakan, bahwa pekerjaan tersebut ditawarkan oleh tetangganya, yang kemudian difasilitasi oleh sebuah yayasan. Namun, Riski tidak tahu pasti, apakah yayasan yang menyalurkannya bekerja tersebut resmi atau tidak.
"Prosesnya hanya satu hari. Setelah itu saya diantar di pinggir jalan, dan di situ saya dijemput oleh majikan, gitu aja prosesnya," terangnya.
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa yang yang dialami oleh Riski Nur Askia. Ia pun memastikan, Kantor Staf Presiden akan mendalami persoalan tersebut, dan mencarikan solusi terbaik untuk penanganan kesehatan baik secara fisik maupun psikis.
Panglima TNI 2013-2015 ini juga menegaskan, apa yang dialami oleh Riski akan menjadi pendorong untuk percepatan penyelesaian RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
“Saat ini Kantor Staf Presiden bersama stakeholder menyusun RUU PPRT. Dan apa yang dialami oleh ananda Riski ini, akan menjadi endorsement yang kuat untuk semakin semangat menyelesaikan RUU PPRT, supaya tidak ada korban lain,” pungkas Moeldoko.
Atas rekomendasi Kantor Staf Presiden, Riski mendapat perawatan medis di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), Gatot Soebroto Jakarta.