Suara.com - Tindakan kepolisian yang berlebihan ketika melakukan penangkapan dalam suatu tindak pidana menjadi sorotan publik. Pasalnya, banyak terjadi pelanggaran HAM yang terjadi dan menyasar warga sipil.
Sorotan itu disampikan peneliti The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iftitah Sari dalam diskusi bertajuk Polisi Masa Kini: Brutalitas Minim Akuntabilitas pada Senin (24/10/2022). Menurutnya, persoalan tersebut terjadi lantaran tidak ada aktor pengimbang dalam proses penyidikan.
"Masalah yang paling besar dalam proses penangkapan dan penahanan. Ini proses di mana HAM dari warga sipil itu paling banyak terenggut ada dalam prosesi ini menjadi masalah utama terbesar," ungkapnya.
Ifitah menambahkan, selama ini polisi hanya memutuskan proses penangkapan dan penahanan seseorang merujuk pada pertimbangan internal. Dengan kata lain, tidak ada pihak di luar kepolisian yang berwenang untuk memberikan pertimbangan terhadap tindakan tersebut.
"Dari penilaian tunggalnya penyidik, tidak ada kontrol dari sistem peradilan pidana atau aktor-aktor yang lain dalam Sistem Peradilan Pidana," sebut dia.
IJCR juga menyoroti masalah durasi penahanan yang tidak sama di setiap sektor. Misalnya, dalam sektor tindak pidana terorisme dan narkotika yang penahanannya mencapai enam hingga 21 hari.
"Tidak ada kewajiban juga untuk dia menempatkan di kantor polisi misalnya, makanya di dalam kasus narkotika kita sering menemukan dia akhirnya nggak dibawa ke dalam kantor polisi setelah tangkap, tapi dibawa muter-muter ke rumah kosong lah, ke mana itu," beber dia.
Pada kesempatan itu, Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) juga mencatat, aparat kepolisian kerap menyalahgunakan wewenang ketika dibekali dengan senjata. Hal itu merujuk pada catatan terkait kebijakan tembak di tempat terhadap pelaku yang terjerat kasus narkotika pada rentan waktu 2017 sampai 2018.
Perwakilan TAUD Muhammad Afif mengatakan, terdapat 183 kasus penyalahgunaan wewenang dalam hal penanganan kasus narkotika. Total ada 215 korban luka dan 99 orang meninggal dunia.
"Jadi kalau nangkap pelaku kasus narkotika atau bandar, ditembak duluan kan kita nggak tahu ini beneran dia salah arau tidak. Ini yang kami sesali dari kebijakan ditembak ditempat," papar Afif.