Dalam konferensi pers pada Minggu (23/10/2022) sore, Penny mengatakan lembaganya sudah melakukan pengawasan terhadap produk obat yang beredar di masyarakat, termasuk obat sirup yang diduga menjadi penyebab gangguan ginjal akut pada anak.
Namun, dia mengakui, selama ini pengawasan terhadap kadar pencemar pada produk tidak menjadi ketentuan dalam standar pembuatan obat.
Kejadian meninggalnya setidaknya 133 anak yang diyakini akibat gangguan ginjal akut, kata Penny, akan membawa perubahan.
Ini akan digunakan untuk memperkuat atau mengubah sistem pre dan post market yang ada. Ke depan kami akan memperbaiki dan lebih memperkuat pengawasan baik di pre-market maupun di post-market dengan ketentuan-ketentuan industri farmasi melakukan sendiri, menganalisa, memastikan quality control-nya lebih ditingkatkan.
"Dan kami akan mengawasi juga, pengawasan di post-market dari produk tersebut, tentunya dengan berbasiskan risiko, ujar Penny.
Pakar ketahanan kesehatan global, Dicky Budiman, mengatakan, dalam hal ini, penting untuk mengindentifikasi siapa-siapa saja pihak terkait dan siapa saja yang memegang peran utama karena pada dasarnya tidak mungkin ada yang bekerja sendiri.
Ketika ada masalah seperti saat ini, pihak yang kecolongan bisa diketahui.
Adanya tunjuk-tunjuk adalah bukti begitu lemahnya ketahanan kesehatan kita karena pemetaan stakeholders-nya tidak terbangun dari awal. Sistem yang sudah dibangun tidak mendudukkan siapa, bertanggung jawab apa, melakukan apa. Ini kembali mengulang cerita pilu kita di pandemi dan terjadi ketidakjelasan di level nasional, kata Dicky kepada BBC News Indonesia.
Pemerintah dari berbagai sektor mulai mengambil langkah terhadap kasus gangguan ginjal akut.
Baca Juga: Bandel, Minimarket di Mojokerto Masih Jual Bebas Obat Sirup