Suara.com - Sedikitnya 220 orang telah tewas dalam konflik antar etnis di bagian selatan Sudan yang meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Tingginya angka korban jiwa menjadikan konflik ini sebagai salah satu yang paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir.
Diberitakan oleh Al Jazeera, pertempuran di Provinsi Nil Biru, yang berbatasan dengan Ethiopia dan Sudan Selatan, kembali muncul bulan ini usai adanya sengketa terkait tanah, yang kemudian melahirkan konflik antara suku Hausa dari Afrika Barat dan komunitas Berta.
Ketegangan meningkat pada hari Rabu dan Kamis di kota Wad al-Mahi di perbatasan dengan Ethiopia.
Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Nil Biru, Fath Arrahman Bakheit, mengatakan pada hari Minggu (23/10) bahwa berdasarkan perhitungan pejabat setempat, sedikitnya 220 orang telah tewas dalam konflik ini. Ia mengatakan angka tersebut bisa jadi jauh lebih tinggi karena tim medis belum mampu mencapai lokasi pusat pertempuran.
Bakheit mengatakan konvoi tim kemanusiaan dan medis pertama berhasil mencapai Wad al-Mahi pada Sabtu malam untuk menilai situasi, termasuk menghitung "sejumlah besar mayat" dan puluhan orang yang terluka.
“Dalam konflik seperti ini, semua orang kalah,” katanya. “Kami berharap semua segera berakhir dan tidak pernah terjadi lagi, tetapi kita membutuhkan intervensi politik, keamanan, dan sipil yang kuat untuk mencapai tujuan itu.”
Rekaman dari tempat kejadian menunjukkan rumah-rumah yang terbakar serta tubuh yang telah hangus. Sementara itu, rekaman lainnya menunjukkan wanita dan anak-anak mencoba melarikan diri dengan berjalan kaki.
Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB menyebut bahwa akibat banyaknya rumah yang terbakar dalam kerusuhan tersebut, 7.000 orang terpaksa mengungsi ke kota Rusyaris serta ke provinsi lainnya.
Secara keseluruhan, sekitar 211.000 orang telah mengungsi akibat konflik antar suku dan serangan lainnya di seluruh negeri sepanjang tahun ini.
Pihak berwenang memberlakukan jam malam di Wad al-Mahi dan mengerahkan pasukan tentara ke daerah itu. Mereka juga membentuk komite pencari fakta untuk menyelidiki pertempuran itu, ujar kantor berita SUNA.
Pertempuran antara kedua kelompok itu pertama kali meletus pada pertengahan Juli dan menewaskan sedikitnya 149 orang pada awal Oktober. Hal tersebut kemudian memicu protes yang penuh kekerasan dan memicu ketegangan antara dua kelompok etnis di Nil Biru dan provinsi lainnya.