Suara.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan sementara ini total kasus gagal ginjal akut mencapai 241, yang tersebar di 22 provinsi. Kemudian, sebanyak 133 orang dinyatakan meninggal dunia.
Pernyataan tersebut Budi sampaikan dalam konferensi pers di Gedung Adhyatma Kemenkes, Jakarta Selatan, Jumat (21/10/2022). Ia juga menyebut jika setelah melewati tahap identifikasi, angka kematian meningkat hingga 55 persen.
Budi juga mengatakan rata-rara pasien yang menderita penyakit gagal ginjal akut ini berasal dari kalangan anak-anak. Di mana yang paling banyak dialami oleh bayi berusia di bawah lima tahun atau balita.
Adapun daftar wilayah yang mencatat kasus gagal ginjal akut. Tersebar di 20 provinsi, data ini diurutkan dari angka yang paling tinggi hingga rendah.
Baca Juga: Rumah Sakit Ini Skrining Anak-anak Mengarah Gagal Ginjal Akut
- DKI Jakarta: 51 kasus dengan 27 di antaranya meninggal dunia
- Jawa Barat: 31 kasus dengan 17 di antaranya meninggal dunia
- Jawa Timur: 30 kasus dengan 13 di antaranya meninggal dunia
- Aceh: 23 kasus dengan 15 di antaranya meninggal dunia
- Bali: 15 kasus dengan 10 di antaranya meninggal dunia
- Banten: 10 kasus dengan 5 di antaranya meninggal dunia
- Sumatera Barat: 10 kasus dengan 5 di antaranya meninggal dunia
- Sumatera Utara: 9 kasus dengan 6 di antaranya meninggal dunia
- DIY: 7 kasus dengan 3 di antaranya meninggal dunia
- Jawa Tengah: 6 kasus dengan 4 di antaranya meninggal dunia
- NTB: 3 kasus (3 meninggal)
- Jambi: 2 kasus (2 meninggal)
- NTT: 2 kasus (2 meninggal)
- Sulawesi Tenggara: 2 kasus dan 1 di antaranya meninggal dunia
- Sumatera Selatan : 2 kasus dan 1 di antaranya meninggal dunia
- Kalimantan Selatan: 1 kasus (1 meninggal)
- Kalimantan Timur: 1 kasus (1 meninggal)
- Riau: 1 kasus (1 meninggal)
- Kalimantan Utara: 1 kasus
- Papua: 1 kasus
Sementara dua provinsi lainnya belum diketahui. Kemenkes hanya membagikan jumlah keseluruhan tanpa rincian lebih lanjut.
Lalu, Budi mencatat gejala yang paling banyak dialami penderita adalah oliguria (air kencing sedikit) dan anuria (tidak ada air kencing sama sekali)
Sementara penyebabnya, Budi mengatakan bahwa pihak Kemenkes masih belum bisa mengidentifikasi. Namun, ia memastikan jika penyakit yang datang secara tiba-tiba ini tidak ada kaitannya dengan pemberian vaksin Covid-19.
Sebagai bentuk kewaspadaan, Kemenkes meminta para orang tua memantau jumlah dan warna urin yang pekat pada anak. Jika jumlahnya berkurang dari 0,5ml/kgBB/jam dalam 6-12 jam atau bahkan tidak ada urine selama 6-8 jam, maka anak harus segera dibawa ke rumah sakit.
Nantinya, pihak rumah sakit diminta melakukan pemeriksaan fungsi ginjal yaitu ureum dan kreatinin. Jika hasilnya menunjukkan peningkatan, maka perlu diperiksa lebih lanjut untuk memastikan diagnosa.
Baca Juga: 5 Cara Pengobatan Gagal Ginjal Akut yang Telan Banyak Nyawa Anak Indonesia
Diketahui pula sebelumnya bahwa Kemenkes telah memberi instruksi agar semua apotek di Indonesia untuk sementara waktu tidak menjual obat sirup. Para tenaga kesehatan pun diminta untuk tidak memberikan resep obat cair kepada pasien.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti