Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi (Komnas HAM) menjelaskan latar belakang Devi Athok, ayah kandung korban meninggal tragedi Kanjuruhan, Natasya (18) dan Nayla (13) membatalkan autopsi terhadap jenazah kedua buah hatinya.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan mereka telah bertemu dengan Athok pada Kamis (20/10) kemarin. Berdasarkan pertemuan itu, Athok memilih membatalkan autopsi karena tidak nyaman didatangi sejumlah anggota polisi beberapa kali. Anam memastikan autopsi tidak dilakukan bukan karena keluarga korban mengalami intimidasi.
"Kita tanya sebenarnya, apakah Pak Athok mendapatkan intimidasi? Enggak intimidasi. Bahwa dia khawatir, banyak polisi yang datang iya. Bahwa dia khawatir, akhirnya juga trauma. Karena punya trauma kejadian Kanjuruhan, khawatir terus dia juga merasa ketakutan. Karena memang apa ketakutan dan kekhawatiran ini terjadi, karena memang tidak ada pendampingnya," kata Anam lewat sebuah video pada Jumat (21/10/2022).
Sedari awal mendapati dua anaknya meninggal, Athok bersikukuh meminta dilakukan autopsi. Dia inging tahu penyebab pasti meninggalnya Natasya dan Nayla. Sesuai jadwal seharusnya autopsi digelar pada Kamis (20/10) kemarin.
"Apalagi melihat kondisi jenazahnya, wajahnya menghitam ininya (bagian dada) menghitam. Itu yang ingin dia tahu makanya beliau bersemangat untuk melakukan autopsi," kata Anam.
Pengakuannya, dia didatangi Polisi sebanyak tiga kali. Pada tanggal 11 Oktober dari empat orang dari Polres Kepanjen sekitar pukul 11.00 WIB. Kedatangan itu, sehari setelah Athok membuat surat pernyataan meminta autopsi didepan kuasa hukumnya. Namun surat itu diakuinya baru berupa draf, masih membutuhkan tandatangan dari kepala desanya sebagai saksi.
"Polisi berjumlah kurang lebih 4 orang datang ke rumah Pak Athok. Nah Pak Athok juga kaget. Dia merasa bahwa itu masih draft kok ini sudah kemana-mana. Itu masih draft hanya difoto penasehat hukum dan aslinya masih dibawa dia dan dia ingin minta tanda tangan Pak Kades dan kita konfirmasi kepada Pak Kades memang demikian yang terjadi. Dia ingin minta agar Pak Kadesnya mengetahuinya," kata Anam.
Kemudian pada tanggal 12 Oktober empat orang polisi masih dari Polres Kepanjen kembali mendatang kediamannya untuk menanyakan proses autopsi yang rencananya digelar pada tanggal 20 Oktober. Pada tanggal 11 dan 12 Oktober saat polisi datang, posisi Athok tanpa pendamping atau kuasa hukumnya.
"Dia coba menghubungi teman-temannya, pendamping-pendamping dan lain sebagainya itu tidak ada yang bisa menemani dia di saat itu. Sehingga dia juga semakin khawatir. Ini kok ada polisi datang, pendampingnya, kuasa hukumnya ketika dihubungi memang tidak bisa hadir dengan berbagai alasannya di saat kepolisian datang," ujar Anam.
Baca Juga: BRI Liga 1 Belum Jelas, Thomas Doll Akui Sulit Pasang Target
Pada 12 Oktober itu, Athok sudah menandatangi surat persetujuan autopsi anaknya. Kemudian pada tanggal 17 Oktober sebanyak 17 orang polisi dari Polda Jawa Timur kembali mendatanginya masih terkait proses autopsi. Kedatangan polisi bersama camat dan kepala desa.