Suara.com - Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat (Sekjen NasDem) Johnny G Plate menilai perombakan kabinet alias reshuffle menjadi hak prerogatif Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia meminta jangan ada yang memengaruhi Jokowi dalam melakukan reshuffle kabinet.
Isu reshuffle berhembus kencang terlebih setelah NasDem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) yang diusungnya untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Itu hak prerogatif presiden. bapak presiden yang punya kewenangan," kata Johnny di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Keputusan NasDem itu sempat membuat Relawan Jokowi meminta agar mantan Wali Kota Solo itu mendepak menterinya yang berasal dari NasDem. Setidaknya, ada tiga kursi menteri yang menjadi jatah NasDem, yakni Menkominfo Johnny G Plate, Menteri LHK Siti Nurbaya dan Mentan Syahrul Yasin Limpo.
Johnny kembali menegaskan kalau perombakan kabinet itu merupakan kewenangan Jokowi selaku pimpinan. Ia meminta kepada seluruh pihak untuk tidak memberikan pengaruh kepada Jokowi.
Terlebih saat ini, menurut Johnny Pemerintah Indonesia tengah menghadapi tantangan lantaran akan adanya ancaman resesi yang diprediksi terjadi pada 2023 mendatang.
"Jangan berusaha mempengaruhi di luar konteks, negara ini masih banyak tantangan."
Sebelumnya diberitakan, Jokowi memberikan sinyal soal perombakan kabinet atau reshuffle. Menurutnya, rencana tersebut selalu dimiliknya.
"Rencana selalu ada. Pelaksanaan nanti diputuskan," kata Jokowi saat meninjau Stasiun Kereta Cepat Indonesia China, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis.
Pernyataan tersebut kemudian dikaitkan dengan sejumlah menteri dari Partai NasDem yang berada di jajaran kabinet. Wacana reshuffle, terutama untuk menteri dari NasDem menguat setelah partai besutan Surya Paloh tersebut mengajukan Anies Baswedan menjadi bakal calon presiden.
Sementara Partai NasDem mengaku legawa dengan sikap dan keputusan Jokowi seiring tersiarnya kabar perombakan kabinet atau reshuffe. Bagi NasDem, reshuffle merupakan hak prerogatif Jokowi secara penuh sehingga keputusan apapun nantinya harus diterima.
Pengusungan Anies Baswedan
Kabar reshuffle terus berkembang menyusul pengusungan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden oleh NasDem.
Memang semenjak mengusung Anies, NasDem kekinian lebih mendapat banyak sorotan. Mulai dari sebutan Nasdrun, hingga "digoyang" isu keluar kabinet.
"Jadi hak prerogartif presiden sehingga tidak ada orang yang bisa mencampuri atau yang tahu kapan mau dilakukan reshuffle," ujar Waketum NasDem Ahmad Ali kepada wartawan, Jumat (14/10/2022).
Kendati begitu, NasDem memastikan ada tidaknya perwakilan kader mereka di kementerian nantinya, hal itu tidak akan mengurangi komitmen NasDem untuk terus mendukung pemerintahan Jokowi hingga selesai.
Posisi NasDem, ditegaskan Ali, sejak 2019 telah berkomitmen mengawal pemerintahan sampai tahun 2024. Hal itu berlaku karena Ketua Umum NasDem Surya Paloh memilih berkoalisi tanpa syarat dengan Jokowi.
"Saya tegaskan bahwa NasDem berkomitmen dengan pak presiden tahun 2019, mengawal pemerintahan ini sampai dengan tahun 2024. Ada atau tidak ada perwakilan NasDem di pemerintahan, itu tidak ada perubahan komitmen Partai NasDem," ujar Ali.
Relawan Jokowi
Sebelumnya, Relawan Jokowi melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk memecat menteri dari Partai NasDem. Para relawan menganggap bahwa NasDem yang mengusung Anies Baswedan sudah tak sejalan lagi dengan pemerintahan Jokowi.
"Sehubungan dengan pemeberitaan di media massa, mengenai deklarasi Partai NasDem tentang Anies Baswedan yang diusung jadi presiden 2024," kata salah satu relawan Jokowi, Fredi Moses Ulemlem dalam konferensi pers yang tayang di Youtube.
"Apa yang dilakukan NasDem sungguh membuat publik memanas bahkan dianggap tidak memikirkan sama sekali bangsa, karena deklarasi tersebut dilakukan saat Indonesia berduka," katanya.
Lebih lanjut Fredi menyayangkan NasDem yang merupakan koalisi pemerintah dengan tiga menteri malah mengusung Anies di mana sedang diusur KPK terkait Formula E. Apalagi Anies sering kali direkatkan dengan politik identitas.