Suara.com - Keluarga korban Kanjuruhan Malang, Devi Athok, membatalkan autopsi kedua kenazah putrinya yang tewas karena tragedi 1 Oktober tersebut.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) pun menelusurui alasan di balik keputusan keluarga untuk membatalkan autopsi terhadap Natasya Deby Ramadhani (16) dan Nayla Deby Anggraeni (13). Apalagi belakangan beredar kabar bahwa pembatalan itu diduga terjadi karena adanya intimidasi dari aparat.
Mengutip Times Indonesia -jaringan Suara.com, diberitakan sebelumnya, Devi membatalkan atau mencabut proses autopsi ini dikarenakan tak mendapat dukungan dari berbagai pihak hingga merasa takut didatangi oleh pihak aparat kepolisian sebanyak tiga kali.
Oleh sebab itu, TGIPF pun melakukan kunjungan untuk mencari informasi dan klarifikasi kepada keluarga korban, kenapa membatalkan atau mencabut pengajuan autopsi tersebut.
Perwakilan TGIPF dari Kemenko Polhukam, Irjen Armed Wijaya usai bertemu dengan keluarga korban membantah adanya intervensi yang dilakukan aparat kepolisian.
"Sore tadi sampai malam ini, saya sudah menggali informasi. Alhamdulilah ternyata informasi itu tidak benar (adanya intervensi atau intimidasi)," ujar Irjen Armed Wijaya, Rabu (19/10/2022).
Dalam laporan atau klarifikasi yang ia terima, bukan karena adanya intimidasi, sehingga ia membatalkan proses autopsi. Akan tetapi, proses autopsi tersebut tak direstui oleh sang nenek dari korban tragedi Kanjuruhan.
Diketahui, pengajuan autopsi tersebut dilakukan oleh Devi Athok sebagai ayah dari kedua korban tersebut.
"Dipastikan tidak ada intimidasi dari aparat, namun lebih kepada tidak direstui oleh nenek korban yang keberatan bila dilakukan gali kubur," ungkapnya.
Baca Juga: TGIPF Bantah Ada Intimidasi Polri Terkait Batalnya Autopsi Jenazah Korban Tragedi Kanjuruhan
Dalam prosesnya, lanjut Wijaya, adapun keterlibatan dari penyidik Polda Jawa Timur yang sebenarnya melakukan konfirmasi kebenaran pembatalan. Kemudian, pihak penyidik saat itu membantu mengkonsepkan surat pembatalan.
"Keterlibatan anggota pada saat penyidik Polda akan mengkonfirmasi kebenaran pembatalan, diminta oleh keluarga korban membantu konsep surat pembatalan," katanya.
Oleh sebab itu, dipastikan oleh Wijaya sebagai perwakilan TGIPF bahwa pembatalan tersebut murni datang dari pihak keluarga korban sendiri.
"Dari keluarga ini tidak paham (konsep pembatalan), sehingga ada anggota yang menuntunnya cara membuat. Pada dasarnya, setuju atau tidak adalah hak keluarga," bebernya.
Saat ini, TGIPF masih menunggu sekali lagi kepastian dari pihak keluarga apa memang benar-benar membatalkan proses autopsi atau tidak.
"Jadi kita sementara ini menunggu dari pihak keluarga minta kepastiannya itu satu dua hari ini, akan dimusyawarahkan dengan keluarga," tandasnya.
Sebelumnya, Kapolda Jatim, Irjen Pol Toni Harmanto saat ditemui di RSSA Malang menyebutkan bahwa proses autopsi yang rencananya dilakukan pada 20 Oktober 2022 besok batal.
Hal ini lantaran, persetujuan dari pihak keluarga korban belum bisa dipastikan.
"Iya (batal). Bagaimana pun pelaksanaan autopsi salah satunya meminta persetujuan keluarga dan keluarga sementara belum menghendaki untuk autopsi," katanya saat berkunjung ke RSSA Malang, Rabu (19/10/2022).