Suara.com - Pengacara Arif Rahman Arifin, Junaedi Saibih menilai dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap kliennya dalam perkara obstruction of justice terkait pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat tidak cermat dan jelas. Ia menduga dakwaan tersebut disusun secara tergesa-gesa oleh JPU.
"Dari sidang ini bisa terlihat bagaimana surat dakwaan disusun secara tergesa-gesa dan dalam beberapa hal juga kami tidak cukup mendapatkan gambaran berkaitan dengan uraian peristiwa dengan unsur. Jadi ada beberapa hal yang menurut kami tidak jelas dan tidak cermat dalam menyusun dakwaan itu," kata Junaedi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022).
Atas hal itu, kata Junaedi, pihaknya memutuskan mengajukan nota keberatan atau eksepsi.
"Kami akan mempersiapkan eksepsi atau keberatan berkaitan dengan dakwaan tersebut," katanya.
Minta Waktu 2 Minggu
Dalam persidangan, Junaedi meminta waktu dua minggu kepada ketua majelis hakim Ahmad Suhel untuk menyusun eksepsi. Permintaan tersebut pun telah disetujui.
"Baik, untuk eksepsi kami akan berikan waktu sesuai dengan yang saudara minta. Tapi nanit kita tentukan di hari Jumat, tanggal 28 Oktober 2022. Baik silahkan pergunakan untuk menyusun eksepsi," kata hakim Ahmad.
Langkah Arif berbeda dengan dua terdakwa lain yang lebih dulu menjalani persidangan. Eks Karopaminal Propam Polri, Hendra Kurniawan dan eks Kaden A Biro Paminal Divisi Propam Polri, Agus Nurpatria tidak mengajukan eksepsi.
Kuasa hukum Agus, Henry Yosodiningrat yang juga merupakan kuasa hukum Hendra menyebut alasan tidak mengajukan eksepsi karena dakwaan JPU telah memenuhi syarat formil dan materil.
Baca Juga: Kata-Kata Terakhir Brigadir J Terungkap, Dijawab Ferdy Sambo dengan Perintah Tembakan Mati
"Oleh karena itu kami tidak melakukan eksepsi," kata Henry di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022).
Ahmad selaku ketua majelis hakim menyatakan sidang dilanjutkan Kamis (27/10/2022) dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
"Karena tidak ada eksepsi maka persidangan akan dihadirkan pemeriksaan saksi hari Kamis," kata Ahmad.
Patahkan Laptop
Dalam dakwaan terungkap salah satu peran Arif, yakni mematahkan laptop milik Baiquni Wibowo yang sempat menyimpan salinan file rekaman CCTV di sekitar Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Padahal, dalam rekaman tersebut terdapat informasi penting yang menunjukkan Yosua masih hidup saat Ferdy Sambo datang.
Pada 14 Juli 2022 malam, Hendra Kurniawan menghubungi Arif untuk memastikan seluruh perangkat elektronik yang menyimpan file rekaman CCTV telah dimusnahkan sebagaimana perintah Ferdy Sambo.
"Rif, perintah Kadiv (Ferdy Sambo) sudah dilaksanakan belum?" tanya Hendra kepada Arif dalam dakwaan JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022).
"Sudah dilaksanakan ndan," jawab Arif.
Keesokan harinya pada 15 Juli 2022, Arif menghancurkan laptop milik Baiquni tersebut dengan cara dipatahkan menjadi beberapa bagian. Selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong berwarna hijau dan disimpan di rumahnya.
Setelah lebih dari dua minggu, Arif menyerahkan bukti tersebut kepada penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri. Penyerahan barang bukti tersebut dilakukan secara sukarela setelah pada 8 Agustus 2022 atau satu hari sebelum Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka.
"Pada hari Senin tanggal 08 Agustus 2022 sekira pukul 17.00 WIB terdakwa Arif Rahman Arifin menyerahkan laptop yang sudah dipatahkan menjadi beberapa bagian tersebut di mana tidak bekerja sebagaimana mestinya atau tidak dapat berfungsi lagi kepada penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum dengan sukarela," jelas JPU.
Sebagaimana diketahui Ferdy Sambo ditetapkan tersangka pada 9 Agustus 2022. Penetapan tersangka tersebut disampaikan langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Kaget Lihat Isi CCTV
Arif sempat menonton rekaman CCTV bersama Ridwan Soplanit, Baiquni Wibowo, dan Chuck Putranto. DVR CCTV tersebut awalnya diamankan oleh Irfan Widyanto atas perintah Ferdy Sambo melalui Hendra.
Saat menonton rekaman CCTV itu, Arif kaget karena isinya berbeda dengan keterangan resmi yang disampaikan Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi kepada awak media. Ramadhan dan Budhi kepada awak media menyebut Ferdy Sambo tak ada di Duren Tiga alias sedang tes PCR saat Yosua tewas adu tembak dengan Bharada E alias Richard Eliezer yang membela Putri Candrawathi saat dilecehkan.
"Terdakwa Arif Rachman Arifin sangat kaget karena tidak menyangka bahwa apa yang sudah terdakwa dengar beberapa hari yang lalu informasi tentang kronologis kejadian tembak menembak yang disampaikan oleh Kapolres Jaksel Kombes Budhi Herdi dan Karopenmas Divisi Humas Brigjen Ramadhan ternyata tidak sama dengan apa yang dilihat pada CCTV tersebut," tutur jaksa.
Setelah menonton rekaman CCTV, pada 13 Juli 2022 malam Arif diajak Hendra menghadap ke ruangan Ferdy Sambo di Mabes Polri. Pada saat bertemu Ferdy Sambo, Arif menjelaskan isi CCTV tersebut.
"Itu keliru," kata Ferdy Sambo.
“Masa kamu tidak percaya sama saya,” imbuh Ferdy Sambo kepada Arif dan Hendra dengan nada tinggi dan emosi.
Ferdy Sambo kemudian bertanya kepada Arif siapa saja yang telah menonton rekaman CCTV itu. Arif menyebut Ridwan Soplanit, Baiquni Wibowo, dan Chuck Putranto.
“Berarti kalau ada bocor dari kalian berempat,” ujar Ferdy Sambo ke Arif.
Ferdy Sambo lantas memerintahkan Hendra dan Arif untuk menghapus dan memusnahkan dokumen elektronik terkait rekaman CCTV tersebut. Sepanjang berada di ruangan, Arif tidak berani menatap mata Ferdy Sambo hingga mendapat teguran.
“Kenapa kamu tidak berani menatap mata saya? Kamu kan sudah tahu apa yang terjadi dengan Mbakmu (Putri Candrawathi,” kata Ferdy Sambo kepada Arif sambil menangis.
“Sudah Rif, kita percaya saja," timpal Hendra meyakini Arif.
"Pastikan semuanya sudah bersih," perintah Ferdy Sambo kepada Hendra sebelum meninggal ruangan.
Dalam perkara ini Arif didakwa dakwaan Primair pertama dengan Pasal 49 Juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP Subsider Pasal 48 Ayat 1 Juncto Pasal 32 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan dakwaan Primair kedua, Pasal 233 KUHP Juncto Pasal 54 Ayat 1 ke 1 KUHP Subsider Pasal 221 Ayat 1 ke 2 KUHP Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.