Suara.com - Sejumlah kejadian tidak terpuji yang dilakukan anggota Polri belakangan ini banyak yang terbongkar. Terbaru, peristiwa penangkapan Irjen Pol Teddy Minahasa yang baru beberapa hari ditunjuk menjadi Kapolda Jawa Timur.
Teddy Minahasa ditangkap dengan tuduhan menjual barang bukti narkoba sebesar 5 kg kepada bandar. Apabila sangkaan ini benar, ancaman hukuman mati menghantui Teddy.
Sebelum itu, kejadian yang mengejutkan dan mencoreng citra Polri, yaitu tewasnya lebih dari 130 suporter di stadion Kanjuruhan Malang. Akibat tragedi Kanjuruhan itu, Irjen Nico Afinta dicopot dari jabatannya.
Saat ini juga masih berlangsung sidang pembunuhan Brigadir J yang dilakukan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Baca Juga: Henry Yoso Sebut Irjen Teddy Minahasa Suruh Eks Kapolres Bukittinggi Jual Narkoba di Sumbar
Dikutip dari Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menilai bahwa kondisi carut marut yang terjadi di internal Polri ini harusnya bisa menjadi bahan pertimbangan apakah Polri tetap berada di bawah Presiden atau kementerian.
Institusi Polri sebelumnya berada di bawah Kementerian Keamanan Dalan Negeri dan Dewan Keamanan Nasional. Namun, saat ini Polri berada langsung di bawah Presiden Joko Widodo.
“Dan meskipun dengan ditangkapnya Teddy Minahasa karena kasus narkoba ini adalah bentuk polisi yang tidak tebang pilih dalam menangkap seseorang yang bersalah bahkan seorang Kapolda pun bisa ditangkap karena melanggar hukum,” kata Achmad pada Selasa (18/10/22).
Tetapi ia tetap meyakini bahwa penangkapan Irjen Teddy Minahasa adalah hasil dari persaingan antara kubu narkoba dan kubu judi di kepolisian.
Baca Juga: Bertambah, Korban Tewas Tragedi Kanjuruhan Jadi 133 Orang, Berikut Identitasnya