Suara.com - Sidang perdana pembunuhan berencana Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin (17/10/2022).
Dalam sidang tersebut, kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sempat membacakan eksepsi atau nota keberatan atas beberapa hal mengenai surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Salah satunya, menurut kuasa hukum, dalam surat dakwaan tersebut JPU tidak mengungkapkan peristiwa pelecehan seksual yang terjadi di Magelang pada Kamis, 7 Juli 2022.
Karena itulah, dalam eksepsi yang disampaikan di persidangan, kuasa hukum Sambo dan Putri menguraikan kronologi peristiwa pelecehan seksual tersebut.
Baca Juga: Kejagung Tanggapi Nota Keberatan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi
Dalam eksepsi Ferdy Sambo disebutkan, peristiwa pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada Putri Candrawathi terjadi pada Kamis (7/7/2022), sekitar pukul 18.00 WIB.
Saat itu disebutkan dalam rumah hanya ada Putri Candrawathi, Brigadir J, Kuat Ma’ruf dan Susi yang merupakan ART di rumah tersebut.
Sementara Bripka Ricky Rizal dan Bharada Richard EKiezer Pudihang Lumiu sedang ke sekolah anak Ferdy Sambo yakni ke SMA Taruna Nusantara.
Petang itu, Putri Candrawathi disebutkan sedang beristirahat di kamarnya di lantai 2 rumah itu. Ia lalu mendengar suara pintu kaca miliknya terbuka.
"(Putri Candrawathi) terbangun mendengar pintu kaca kamar miliknya terbuka dan mendapati Nofriansyah Yosua Hutabarat telah berada di dalam kamar," begitu tertulis dalam eksepsi Sambo.
Baca Juga: Sudah Jadi Justice Collaborator, LPSK Dampingi Bharada E Jalani Sidang Hari Ini
Mengetahui aksinya dipergoki Putri Candrawathi, Brigadir J disebut hanya diam saja. Lalu dalam eksepsi itu disebutkan Brigadir J tanpa mengatakan apa-apa langsung membuka paksa baju yang dipakai Putri dan melakukan kekerasan seksual.
Ketika itu Putri tuda bisa melawan karena disebut sedang tidak sehat karena sakit kepala dan tidak enak badan.
"Secara tidak berdaya (Putri Candrawathi) hanya dapat menangis ketakutan dan dengan tenaga lemah berusaha memberontak," sambungnya.
Menurut uraian dalam eksepsi, ketika melakukan aksinya, Brigadir J sempat panik karena mendengar seseorang menuju lantai 2.
Ia lalu berhenti lalu menghentikan aksinya dan memakaikan kembali baju Putri yang sebelumnya ia lepas secara paksa.
"Tolong, Bu. Tolong, Bu," kata Yosua, berharap Putri membantu untuk menyembunyikan keberadaannya di dalam kamar.
Brigadir J disebut juga sempat menutup pintu kayu berwarna putih, untuk menyembunyikan keberadaannya di kamar Putri Candrawathi, namun Putri menolak dengan menahan badannya.
Brigadir J disebut ancam Putri dan anak-anaknya
Karena panik pula, dalam eksepsi tersebut, Brigadir J disebut sempat membanting Putri Candrawathi ke kasur. Ia pula disebut mengancam Putri Candrawathi jika membocorkan peristiwa tersebut kepada suaminya.
"Awas kalau kamu bilang sama Ferdy Sambo, saya tembak kamu, Ferdy Sambo, dan anak-anak kamu!" begitulah ancaman yang disebut disampaikan Brigadir J kepada Putri.
Dalam keadaan terdesak, Putri sempat berusaha menjatuhkan keranjang pakaian untuk memancing perhatian orang lain di dalam rumah tersebut.
Namun sayangnya, upaya Putri tersebut tidak berhasil karena taka da satupun orang yang menghempiri sumber suara tersebut.
Kuat Ma’ruf curiga dengan Brigadir J
Setelah itu, Brigadir J keluar dari kamar Putrid an menuruni anak tangga dengan berjalan mengendap-endap. Wajahnya terlihat memerah seperti sedang ketakutan.
Momen itu disaksikan oleh Kuat Maruf yang berada di depan rumah. Kuat lantas meneriakkan Brigadir J sambil menggedor kaca.
Mengetahui hal itu, Brigadir J lalu lari ke arah dapur. Kuat Ma;ruf lalu mengejarnya sambil meminta Susi melihat kondisi Putri di kamarnya.
Saat menyusul ke dapur, Brigadir J telah lari ke depan melewati pintu tamu. Sementara itu Susi yang melihat kondisi Putri Candrawathi di kamarnya langsung berteriak dan menangis kencang.
Teriakan Susi membuat Kuat urung mengejar Brigadir J dan memilih kembali dan melihat Susi dan Putri di kamarnya.
"Lalu, tidak lama Om Kuat menyuruh saya naik ke lantai 2 dan menemukan Ibu Putri Candrawathi sudah tergeletak di depan kamar mandi dengan keadaan tergeletak lemas," ucap tim kuasa hukum membacakan BAP Susi.
Lalu Kuat bersama Susi berusaha mengangkat Putri Candrawathi. Ketika itu, Yosua sempat menghampiri mereka di tangga, ia berusaha menjelaskan kejadian sebenarnya sambil menangis.
"Om saya jelaskan, om saya jelaskan," ucap tim kuasa hukum mengikuti ucapan Yosua, seperti tertuang dalam BAP Kuat Ma'ruf.
“Yosua jangan dekat-dekat ibu,” balas Kuat ma;ruf.
Lalu Yosua kembali berusaha untuk menjelaskan dengan kalimat, “Bukan gitu om kejadiannya, mau saya jelaskan sebenarnya,”
"Berdasarkan BAP tersebut dapat terlihat jelas, alasan Kuat bertengkar dengan Yosua sehingga terjadi keributan pada tanggal 7 Juli 2022 tidak lain dan tidak bukan adalah karena perilaku mencurigakan Yosua yang mengendap-endap turun dari tangga," kata kuasa hukum.
Kronologi pembunuhan Brigadir J versi Ferdy Sambo
Sementara itu, terkait dengan eksekusi terhadap Brigadir J, kuasa hukum Ferdy Sambo membantah kalau kliennya yang menembak ajudannya itu.
Dalam eksepsi itu diuraikan juga seperti apa kronologi penembakan terhadap Brigadir J. Disebutkan bahwa peristiwa itu terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Ferdy Sambo emosi setelah mendengar cerita istrinya mengenai peristiwa di rumah Magelang sehari sebelumnya.
Kemudian sekitar pukul 17.10 WIB, Ferdy Sambo memanggil RIchaed Eliezer dan Kuat Ma’ruf dari lantai 2 untuk berkumpul di dekat meja makan.
Setekah itu Ferdy Sambo menyuruh Kuat untuk memanggil Rizky Rizal dan Brigadir J untuk menghadap dirinya di dalam rumah.
Setelah menghadap, Ferdy Sambo lalu bertanya kepada Brigadir J, “Kamu kenapa tega kurang ajar ke ibu?”
Lalu Brigadir J menjawab, “Kurang ajar apa, Komandan?”
“Kamu kurang ajar sama ibu,” balas Ferdy Sambo.
Lalu dengan nada tinggi, Brigadir J menjawab lagi, “Ada apa, Komandan?”
"Merespons jawaban Nopriansyah Yosua Hutabarat yang menantang, secara spontan Terdakwa Ferdy Sambo menyampaikan kepada Richard Eliezer, 'Hajar, Chard'," ujar tim kuasa hukum Ferdy Sambo.
Mendengar perintah itu, Bharada E justru menembak Brigadir J dengan senjata Glock 17 warna hitam hingga Brigadir J terjatuh.
Melihat kejadian itu, tim kuasa hukum Sambo menyebut kliennya kaget dan panik karena tak menyangka Bharada E akan menembak Brigadir J.
Lalu Ferdy Sambo mengambil senjata jenis HS dan secara spontan menembak kea rah dinding beberapa kali. Ia mengklaim tindakannya itu dilakukan untuk melindungi Bharada E.
"Terdakwa Ferdy Sambo yang kaget dan panik melihat penembakan yang dilakukan Richard Eliezer tersebut, kemudian secara spontan mengambil senjata jenis HS yang berada di belakang punggung Nopriansyah Yosua Hutabarat," kata kuasa hukum Sambo.
"(Terdakwa) lalu melesatkan beberapa tembakan ke dinding. Setelah itu dirinya meletakkan kembali senjata HS tersebut di samping tubuh Nopriansyah Yosua Hutabarat," sambungnya.
Kontributor : Damayanti Kahyangan