Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan, pemain Persebaya Surabaya turut mengalami trauma akibat Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 132 korban jiwa.
Informasi itu diperoleh Komnas HAM dari hasil pemeriksaan terhadap pihak Persebaya pada Sabtu (15/10/2022) lalu.
"Masih mengingat tentu saja. Masih trauma," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara di Jakarta pada Senin (17/10/2022).
Meski demikian, para pemain dikatakan Beka sudah perlahan pulih. Hal itu, lantaran mereka sudah mulai kembali menjalani latihan meski tidak seintensif biasanya.
Baca Juga: Ogah Komentari Hasil Investigasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM: Kami Punya Dapur Sendiri
"Hanya kemudian mereka sudah berkumpul lagi, latihan-latihan ringan lah. Sekaligus juga latihan ringan ini, bukan sekadar untuk menjaga kondisi mereka, tapi juga sebagai bagian dari trauma healing," jelasnya.
Sementara itu, pihak Persebaya yang dimintai keterangan oleh Komnas HAM di antaranya para pemain, Bonek (suporter Persebaya), manajemen dan manajer. Dari mereka didalami sejumlah hal.
"Dari Persebaya menyampaikan soal kronologi atau kemudian pengalaman yang mereka alami sejak pertandingan, menit-menit pertandingan, setelah peluit panjang berbunyi, kemudian dievakuasi dari locker room untuk dimasukkan ke rantis," ungkap Beka.
"Sampai kemudian pengalaman di dalam kendaraan taktis, sampai mereka bisa keluar dari area stadion dan sampai di mess Persebaya dengan selamat," sambungnya.
Seperti diketahui, gas air mata ditembakkan polisi usai pertandingan antara Arema FC menjamu Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang pada Sabtu (1/10) lalu.
Baca Juga: Polri akan Gelar Rekontruksi Tragedi Kanjuruhan di Mapolda Jatim Rabu Lusa
Dalam tragedi itu bukan hanya menyebabkan korban meninggal sebanyak 132 jiwa, namun terdapat ratusan korban yang mengalami luka ringan hingga berat.
Dalam catatan dunia sepak bola Indonesia, tragedi Kanjuruhan merupakan peristiwa yang mengerikan,dengan jumlah korban meninggal mencapai 132 orang. Peristiwa ini pun terjadi di masa kepemimpinan Iwan Bule sebagai ketua umum PSSI, induk federasi sepak bola profesional Indonesia.