Jadi Tuan Rumah HLIGM-FRPD, Berikut Sederet Pengalaman yang Siap Dibagikan Mensos Risma

Senin, 17 Oktober 2022 | 16:27 WIB
Jadi Tuan Rumah HLIGM-FRPD, Berikut Sederet Pengalaman yang Siap Dibagikan Mensos Risma
Mensos Tri Rismaharini dalam Media Briefing HLIGM-FRPD yang diselenggarakan di bawah UNESCAP. (Dok: Restu Fadilah/Suara.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) kembali menyelenggarakan High-Level Intergovernmental Meeting on the Final Review of the Implementation of the Asian and Pacific Decade of Disabled Persons (HLIM-FRPD). Indonesia akan menjadi tuan rumah dalam pertemuan yang akan digelar pada 19-21 Oktober 2022 tersebut.

Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini berharap, Indonesia bisa menjadi tuan rumah yang baik dan bisa menjadikan para penyandang disabilitas setara. Sehingga menghilangkan pandangan dan perilaku diskriminatif terhadap mereka. Oleh karena itu, dia pun akan membagikan sederet pengalamannya dalam mengatasi permasalahan disabilitas di Tanah Air.

Setidaknya, dalam setahun terakhir, Indonesia telah melakukan berbagai terobosan untuk mendukung dan mempermudah aksesibilitas para penyandang disabilitas. Yang pertama adalah terobosan inovatif, dengan penemuan tongkat pintar adaptif dan smartphone yang sudah dimodifikasi untuk disabilitas netra.

“Ada tongkat adaptif untuk disabilitas netra. Tongkat ini akan bekerja untuk memberi sinyal kepada si pemegang tongkat (disabilitas netra, maupun penyandang disabilitas yang lain) ketika ada air, atau apa pun, bahkan bencana di sekitarnya. Tongkat itu akan bergetar dan berbunyi sehingga si pemegang tongkat bisa waspada,” tutur Risma dalam Media Briefing yang diselenggarakan di Kantor Kemensos, Salemba, Jakarta Pusat pada Senin, (17/10/2022).

Baca Juga: Pemprov DKI Terus Tingkatkan Aksesibilitas Penyandang Disabilitas

Yang kedua, lanjutnya, approach atau pendekatan. Menurut Risma, Indonesia telah melakukan enterprenurship approach. Jadi, bukan hanya penekanan untuk bekerja, tapi juga berwirausaha kepada penyandang disabilitas.

“Mereka, kami ajarkan untuk bisa berdiri tapi dengan teknologi kami yang dibuat oleh para penyandang disabilitas juga. Jadi, ini adalah salah satu keberanian untuk bagaimana penyandang disabilitas ini bisa membuat, bahkan bisa menciptakan suatu karya sendiri, kita akan ajukan hak patennya secara internasional,” ungkapnya.

Adapun, yang ketiga, yakni keberpihakan pemerintah terhadap penyandang disabilitas agar mereka bisa memenuhi kebutuhan dasarnya secara layak, serta menumbuhkan kepedulian terhadap mereka.

“Kita coba menghidupkan kembali gotong royong supaya kita peduli kepada saudara-saudara kita dengan memberikan permakanan atau makanan untuk saudara-saudara kita, penyandang disabilitas, lewat gotong royong dari warga sekitarnya dengan bantuan uang dari pemerintah, bentuk saling peduli kepada sesama,” ucap Risma.

Tiga hal itu, disebutnya, sebagai terobosan yang akan dibagikan oleh Indonesia pada pertemuan bersama negara-negara Asia-Pasifik. “Kemudian, Indonesia berharap juga bisa belajar dari negara lain, dengan harapan bisa memperkaya negeri kita sendiri,” katanya.

Baca Juga: PPPK 2022, Pelamar Disabilitas Siapkan ini

Sementara itu, Executive Secretary of ESCAP, Armida Salsiah Alisjahbana menerangkan, Pertemuan Tingkat Tinggi Asia Pasifik untuk Penyandang Disabilitas periode 10 tahunan kali ini dilaksanakan di Indonesia lantaran Indonesia dianggap telah banyak melakukan sejumlah inovasi dalam penanganannya kepada penyandang disabilitas.

“Indonesia ini banyak sekali inovasi, terobosan-terobosan, seperti yang Ibu Menteri telah sampaikan, terobosan-terobosan yang bisa jadi contoh, lesson learned, best practice untuk negara-negara yang hadir nanti juga,” ujar Armida.

Lebih lanjut, hasil dari pertemuan itu nanti akan diwujudkan dalam Jakarta Declaration.

“Pengalaman dari Indonesia bisa diaplikasikan di negara lain. Begitu pun pengalaman dari negara lain, bisa juga dipelajari oleh Indonesia,” ucapnya.

Di Asia dan Pasifik, diperkirakan terdapat 700 juta orang penyandang disabilitas yang menghadapi hambatan untuk partisipasi penuh dalam masyarakat. Negara-negara yang tergabung dalam ESCAP bersepakat membangun kerja sama regional yang berfokus pada bagaimana mewujudkan pembangunan inklusif bagi penyandang disabilitas. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari Dekade Penyandang Disabilitas Perserikatan Bangsa-Bangsa (1983-1992).

Dalam pertemuan tersebut, anggota ESCAP akan mengkaji ulang (review) kemajuan dan pencapaian poin-poin rencana aksi dalam Strategi Incheon dan Deklarasi Beijing.

Pertemuan juga akan merumuskan kesepakatan baru dan memperbarui komitmen para anggota ESCAP dan asosiasi yang memperkuat pemenuhan hak-hak dan pembangunan inklusif penyandang disabilitas di Asia-Pasifik. Semua upaya ini diarahkan untuk pencapaian Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2032.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI