Suara.com - Publik sudah tak asing lagi dengan sosok mendiang Freddy Budiman. Meski telah menyambut ajalnya di hadapan regu tembak Brimob usai divonis hukuman mati, nama Freddy Budiman 'bangkit dari kubur'.
Hal tersebut berkat mencuatnya kasus narkoba yang menyeret seorang Perwira Polri, Irjen Teddy Minahasa.
Usai Irjen Teddy Minahasa menjadi tersangka kasus narkoba, publik kembali membuka kasus Freddy Budiman yang juga identik sebagai pengedar narkoba legendaris dalam negeri.
Siapa Freddy Budiman?
Baca Juga: Terungkap! Ini Sosok dan Profil Penangkap Irjen Teddy Minahasa atas Kasus Peredaran Narkoba
Mendiang Freddy Budiman dikenal publik sebagai 'Raja Bandar Sabu' Indonesia. Freddy lahir pada 18 Juli 1977di Surabaya.
Sebelum terjerumus dalam 'bisnis haram', Freddy merupakan seorang penjual kacamata, sebagaimana yang disampaikan oleh teman masa kecilnya, Salamun.
Kronologi kasus bandar narkoba Freddy Budiman: Penjara jadi tempat kerja
Kehidupan Freddy Budiman sebagai seorang pengedar narkoba diketahui publik saat ia ditangkap petugas karena membawa setengah kilogram sabu pada 2009 silam. Usai ditangkap Freddy dijatuhi hukuman 3 tahun 4 bulan kurungan penjara.
Hukuman tersebut tak membuat Freddy jera. Ia kembali melakukan aktivitas mengedarkan narkoba jenis sabu dan ekstasi. Ia kembali tertangkap basah pada 2011 karena didapati membawa ratusan gram sabu dan perlengkapan pembuat ekstasi.
Baca Juga: Tak Jadi di Polda Metro, Irjen Teddy Minahasa Diperiksa Penyidik di Mabes Polri
Kali ini, Freddy dijatuhi hukuman 18 tahun penjara dan mendekam di Lapas Cipinang.
Alih-alih tobat, Freddy justru menyandang gelar 'Raja Sabu Cipinang' lantaran sel penjara menjadi tempat ia beroperasi. Ia tetap menjalankan proses pengedaran narkoba dalam penjara.
Bahkan melalui pengakuannya kepada seorang pengacara kondang Haris Azhar, Freddy mendapat bantuan dari polisi, bea cukai, bahkan dari BNN untuk menyelundupkan narkotika ke Tanah Air.
Tercatat bahwa Freddy pernah menyelundupkan 1,4 juta butir MDMA (pil ekstasi) dari RRT.
Akhirnya, majelis hakim memutuskan untuk memvonis mati Freddy Budiman. Adapun Freddy sempat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) namun berujung kepada penolakan.
Freddy Budiman dieksekusi oleh regu tembak pada 29 Juli 2016 di Lapangan Tunggal Panaluan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Sebelum tanggal hukuman matinya, Freddy sempat berpesan agar jenazahnya disemayamkan di Surabaya.
Freddy Budiman 'bangkit dari kubur'
Kasus Freddy Budiman yang telah dianggap usai 8 tahun yang lalu kini kembali mencuat bagaikan mayat hidup.
Berkat kasus pengedaran narkoba yang melibatkan seorang oknum Perwira Tinggi Polri, Irjen Teddy Minahasa, publik kembali membuka buku kasus Freddy Budiman.
Naiknya kembali kasus Freddy bermula dari cuitan seorang musisi dan eks personil grup Banda Neira, Ananda Badudu.
Melalui cuitannya di Twitter, Ananda mengungkit kembali kasus Freddy Budiman sembari sadar alasan Raja Sabu tersebut langsung dieksekusi mati.
"Jadi ngerti kenapa Freddy Budiman dibikin mati," cuit Ananda via akun @anandabadudu sembari mengutip sebuah artikel.
Artikel tersebut juga mengungkap kesaksian Freddy yang menyuap petugas BNN dan Polri.
Cuitan Ananda akhirnya disambut oleh puluhan ribu likes dan ribuan komentar.
Seorang warganet juga bahkan menyandingkan Freddy dengan bandar narkoba internasional yang kondang, Pablo Escobar.
"Escobarnya escobar," cuit warganet.
"Selain serakah, ternyata keji juga," timpal warganet mengomentari.
"...padahal sebelum di eksekusi bisa di manfaatin dulu sama negara buat bongkar orang orang institusi dan pemerintahan yg terlibat. Kalo buru buru di eksekusi tandanya mau mutus rantai biar mereka aman, makin susah lagi deh nangkepnya wkwk," cuit warganet yang curiga terhadap keputusan menghukum mati Freddy Budiman.
Kontributor : Armand Ilham