Suara.com - Eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, sempat menenangkan dirinya dan menyusun skenario pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Jaksa menyebut, hal itu merujuk pada pengalaman dan kecerdasan Sambo selaku perwira kepolisian yang puluhan tahun bertugas.
Pada Jumat 8 Juli 2022 sore, Ferdy Sambo pulang ke kediamanan pribadinya di Jalan Saguling 3 Nomor 29, Duren Tiga, Jakarta Selatan dari Mabes Polri. Kondisi Sambo saat itu marah besar usai menerima kabar bahwa istrinya, Putri Candrawathi diduga dilecehkan oleh Brigadir Yosua.
Cerita itu Sambo terima dari Putri yang saat itu masih berada di Magelang, Jawa Tengah pada pagi di hari yang sama. Sontak, Sambo marah besar usai menerima kabar sepihak melalui sambungan telepon dari istrinya.
"Peristiwa yang dialaminya (Putri Candrawathi) di Magelang, bahwa dirinya mengaku telah dilecehkan oleh Korban Nopriansyah Yosua, mendengar cerita sepihak yang belum pasti kebenarannya tersebut membuat terdakwa Ferdy Sambo menjadi marah," kata jaksa dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Sslatan, Senin (17/10/2022).
JPU menyebut, Sambo bisa sejenak menahan amarahnya karena punya pengalaman dan kecerdasan selama puluhan tahun sebagai polisi. Sambo kemudian menyusun pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang berlangsung singkat.
"Dengan kecerdasan dan pengalaman puluhan tahun sebagai seorang anggota Kepolisian sehingga Terdakwa Ferdy Sambo. Berusaha menenangkan dirinya lalu memikirkan serta menyusun strategi untuk merampas nyawa korban," kata jaksa.
Semula Ferdy Sambo bertanaya dulu pada ajudan lain yang juga tersangka Ricky Rizal tentang kejadian yang terjadi di Magelang. Hanya saja, Rizal tidak mengetahui secara rinci mengenai insiden tersebut.
"Tidak tahu Pak," kata Rizal, sebagaimana ditirukan jaksa.
"Ibu sudah dilecehkan oleh Yosua",ucap Sambo.
Sambo kemudian bertanya kepada Ricky soal kesiapan menembak Yosua. Namun, Ricky tidak mempunyai keberanian untuk menuruti permintaan sang atasan.
"Kemudian Terdakwa Ferdy Sambo mengatakan kepada Saksi Ricky Rizal "tidak apa-apa, tapi kalau dia (Yosua) melawan, kamu backup saya di Duren Tiga", dan perkataan Terdakwa Ferdy Sambo tersebut tidak dibantah oleh Saksi Ricky Rizal sebagaimana jawaban sebelumnya," tambah jaksa.
Sambo juga meminta Ricky untuk memanggil Bharada E atau Richard Eliezer. Jaksa menyebut, Ricky secara tidak langsung mengetahui rencana pembunuhan tersebut tanpa ada upaya menghentikan sang atasan.
Singkat cerita, Richard menemui Sambo yang duduk di sofa panjang ruang keluarga di lantai tiga rumah tersebut. Richard juga menerima cerita dugaan pelecehan terhadap Putri yang terjadi di Magelang.
"Setelah itu Saksi Richard Eliezer yang menerima penjelasan tersebut merasa tergerak hatinya untuk turut menyatukan kehendak dengan Terdakwa Ferdy Sambo di saat yang sama itu juga didengar saksi Putri yang langsung keluar dari kamarnya menuju sofa dan duduk di samping Terdakwa Ferdy Sambo," beber jaksa.
Pada momen tersebut, Sambo bertanya kepada Richard soal keberanian menghabisi nyawa Yosua. Tanpa penolakan, Richard menyatakan kesiapannya kepada Sambo.
"Berani kamu tembak Yosua?", atas pertanyaan Terdakwa Ferdy Sambo tersebut lalu Saksi Richard Eliezer menyatakan kesediaannya "siap komandan," lanjut jaksa.
Sambo lantas menyiapkan senjata api yang bakal dipakai Richard untuk mengeksekusi Yosua. Senjata itu adalah Glock 17 Nomor seri MPY851 milik Sambo.
Dalam perkara ini, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana Subsider Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Mereka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara atau pidana mati.