Ironi 14 Oktober: Lahirnya Polisi Jujur Jenderal Hoegeng, Tercorengnya Citra Polri

Jum'at, 14 Oktober 2022 | 20:40 WIB
Ironi 14 Oktober: Lahirnya Polisi Jujur Jenderal Hoegeng, Tercorengnya Citra Polri
Jenderal Hoegeng - (YouTube/Melawan Lupa Metro TV)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tanggal 14 Oktober rupanya mencatat banyak sejarah bagi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Pada tanggal ini, tepatnya 101 tahun yang lalu, lahir sosok polisi yang dikenal jujur dan anti korupsi, yakni Jenderal Hoegeng.

Di tanggal ini juga, khsusunya 14 Oktober 2022, instansi Polri tengah tercoreng dan menjadi sorotan tajam publik. Ini karena rentetan citra buruk yang menimpa Polri belakangan.

Mulai dari kasus pembunuhan yang dilakukan jenderal bintang dua, Ferdy Sambo terhadap ajudannya. Belum selesai kasus itu, Polri kembali disorot akibat tragedi Kanjuruhan.

Peristiwa yang menewaskan 132 orang itu disorot karena aksi aparat di Jawa Timur yang menggunakan gas air mata ke arah tribun. Tembakan bertubi-tubi gas air mata itu menyebabkan ratusan nyawa melayang dalam waktu beberapa jam.

Baca Juga: Beberapa Hari Jabat Kapolda Jatim, Irjen Teddy Minahasa Terancam Dipecat karena Kasus Narkoba

Paling baru, di tanggal yang sama hari ini, Kapolda Jawa Timur Teddy Minahasa ditangkap atas kasus dugaan narkoba. Penangkapannya itu terjadi tepat saat seluruh Kapolda dan Kapolres se-Indonesia dijadwalkan untuk menghadap Presiden Jokowi.

Tentunya tanggal 14 Oktober dinilai menjadi keramat bagi Polri. Mulai dari kehidupan penuh inspirasi sosok Jenderal Hoegeng yang pernah menjabat sebagai Kapolri, hingga kini tahun 2022, terguncangnya instansi yang bertugas "mengayomi" tersebut.

Profil Jenderal Hoegeng

Sosok Jenderal Hoegeng menduduki jabatan sebagai Kepala Kapolri kelima pada periode 1968 hingga 1971. Ia dikenal sebagai sosok polisi yang dengan keras menentang adanya tindak pidana korupsi.

Pemilik nama lengkap Hoegeng Iman Santoso ini lahir pada 14 Oktober 1921 di Pekalongan, Jawa Tengah. Saat berusia enam tahun, Hoegeng masuk ke pendidikan HIS. Tahun 1934, beliau melanjutkan pendidikannya ke MULO.

Baca Juga: Heboh Irjen Teddy Minahasa Terjerat Kasus Narkoba, Peradi Padang Desak Reformasi Polri dan Tumpas Biaya-biaya Siluman

Kemudian beliau menempuh sekolah menengah di AMS Westers Klassiek di tahun 1937. Hoegeng kembali melanjutkan pendidikannya dengan mengambil jurusan hukum di Rechts Hoge School Batavia pada 1940.

Saat pendudukan Jepang, Hoegeng pernah mengikuti pelatihan militer Nippon di tahun 1942, dan Koto Keisatsu Ka I-Kai di tahun berikutnya. Begitu Indonesia merdeka, Hoegeng menjabat sebagai Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur pada 1952.

Empat tahun berselang, Jenderal Hoegeng menjabat sebagai Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara di Medan. Tiga tahun berikutnya, Jenderal Hoegeng mengikuti pendidikan yaitu Pendidikan Brimob dan menduduki sejumlah jabatan.

Di antaranya yaitu Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara di tahun 1960, Kepala Jawatan Imigrasi di tahun yang sama, Menteri Iuran Negara di tahun 1965, dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti di tahun 1966.

Selanjutnya pada 5 Mei 1968, Jenderal Hoegeng dipercaya untuk mengemban jabatan sebagai Kepala Kepolisian Negara. Selama menjabat sebagai Kapolri, Jenderal Hoegeng mendulang beragam prestasi. Ini tidak terlepas dari pribadinya yang memiliki integritas.

Kisah Gemilang Jenderal Hoegeng

Terdapat banyak hal yang terjadi selama masa kepemimpinan Kapolri Jenderal Hoegeng Iman Santoso. Mulai dari pembenahan struktur organisasi di Mabes Polri, perubahan nama pimpinan polisi serta markas besarnya, serta membawa Polri untuk aktif di kancah Internasional.

Jenderal Hoegeng juga dikenal sebagai sosok yang jujur, sederhana dan pekerja keras selama menjabat sebagai Kapolri. Ia juga diketahui menjadi ikon Polisi Jujur. 

Menyadur dari situs Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, berikut beberapa tindakan yang menjadikan Jenderal Hoegeng dikenal sebagai ikon Polisi Jujur.

  1. Tolak Rayuan Para Pengusaha
    Selama masa jabatannya di Kapolri, Jenderal Hoegeng juga kerap merasakan godaan suap. Ia pernah dirayu dengan berbagai barang mewah oleh seorang pengusaha yang memiliki keterlibatan dalam kasus penyelundupan. Sebagai sosok berintegritas, Jenderal Hoegeng pun menolak mentah-mentah hadiah dari pengusaha tersebut.

  2. Larang Istri Membuka Toko Bunga
    Pada saat ia dilantik sebagai Kepala Jawatan Imigrasi, Jenderal Hoegeng meminta istrinya yang pada saat itu tengah menjalankan usaha toko bunga untuk menutup usahanya. Hal itu dilakukan untuk mengurangi adanya benturan kepentingan antara pihak yang memiliki kepentingan dengan imigrasi, dengan memesan bunga ke toko istrinya.

  3. Mengatur Lalu Lintas di Perempatan
    Jenderal Hoegeng juga diketahui memiliki kepedulian yang tinggi di masyarakat, serta anak buahnya. Saat Hoegeng menjabat sebagai Kapolri dengan pangkat jenderal bintang empat, ia masih turun tangan untuk mengatur lalu lintas di perempatan. Ia menunjukkan tugas seorang polisi yang merupakan pelayan masyarakay dan harus mengayomi.

  4. Berpesan Bahwa Polisi Jangan Sampai Dibeli
    Jenderal Hoegeng telah membuktikan bahwa ia sebagai sosok polisi, memang tidak bisa dibeli. Sejak dirinya menjadi seorang perwira, Jenderal Hoegeng dikenal dengan kejujuran dan keberaniannya. Ia tidak sudi menerima bentuk suap dalam hal apapun dan sepeser pun. Terdapat kata-kata mutiara yang terkenal dari sosok Jenderal Hoegeng, yaitu “Baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik.

Sosok Jenderal Hoegeng tentu menjadi sosok inspirasi bagi kalangan masyarakat. Namanya bahkan diabadikan dalam Hoegeng Awards, penghargaan kepada sosok polisi dengan tiga kategori, di antaranya yaitu Polisi Berintegritas, Polisi Inovatif, dan Polisi Berdedikasi.

Namun, usaha Jenderal Hoegeng dalam membangun citra Polri dengan ikon Polisi Jujur selama hidupnya seolah menjadi sebuah ironi pada peringatan tanggal kelahirannya, tepatnya 14 Oktober 2022.

Belakangan ini, Polri tengah diguncang dengan berbagai kasus yang menjadikan instansi tersebut seolah ternodai. Citra Polri sebagai institusi untuk mengayomi masyarakat pun jarang terdengar, jauh dari cerminan sosok Jenderal Hoegeng yang menanamkan integritas tinggi.

Isu miring yang mengguncang tubuh Polri bertubi-tubi. Mulai dari kasus pembunuhan Brigadir J yang melibatkan cukup banyak anggota Polri sebagai tersangka. Dilanjut kasus tragedi Kanjuruhan, hingga tertangkapnya Kapolda Jatim, Irjen Pol Teddy Minahasa terkait kasus narkoba.

Rentetan citra buruk yang melekat di Polri tersebut membuat Presiden Jokowi bertindak. Pemimpin Indonesia itu memanggil Kapolri, Kapolda hingga Kapolres se-Tanah Air ke Istana Kepresidenan, tanggal 14 Oktober 2022.

Mereka semua diminta menghadap Presiden Jokowi segera. Dilarang membawa topi, tongkat komando, ponsel hingga ajudan. Cukup bawa diri, pulpen dan buku ke Istana. 

Tentu situasi tanggal 14 Oktober tahun ini begitu ironi, berbanding terbalik dengan inspirasi yang ditanamkan oleh Jenderal Hoegeng. 

Kontributor : Syifa Khoerunnisa

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI